Breaking News

Opini

Opini: Negara di Atas Kertas, Ironi Perlindungan Sosial di NTT

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT juga menunjukkan tren positif, meningkat dari 68,40 pada tahun 2023 menjadi 69,14 pada 2024. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Handri Ediktus 

Reformasi Perlindungan Sosial di NTT: Solusi untuk Perbaikan

Guna mengatasi situasi ini, dibutuhkan reformasi menyeluruh terhadap sistem perlindungan sosial di NTT. 

Salah satu langkah strategis adalah mendorong desentralisasi dan pembaruan data berbasis komunitas melalui pembentukan Tim Verifikasi Data Komunitas (TVDK) di tingkat desa. 

Pendekatan partisipatif ini membuka ruang dialog, meningkatkan transparansi, serta memperkuat legitimasi penerima bantuan. Peningkatan kapasitas dan kesejahteraan pendamping sosial juga menjadi keharusan. 

Pendamping bukan sekadar pelaksana teknis, melainkan jembatan antara negara dan masyarakat. 

Tanpa pelatihan, insentif, dan dukungan sistematis, mustahil peran ini dijalankan secara optimal, terutama di wilayah dengan tantangan geografis dan sosial seperti NTT. 

Sistem pengaduan publik juga harus dibuat lebih aman dan responsif. Warga berhak menyampaikan keluhan tanpa takut akan tekanan politik lokal. 

Mekanisme ini hanya akan efektif jika disertai dengan tindak lanjut yang nyata dan penuh keterbukaan.

Selain itu, program bantuan sosial perlu terintegrasi dengan inisiatif pemberdayaan ekonomi. Masyarakat membutuhkan akses pada pelatihan keterampilan, modal, dan pendampingan agar mampu bangkit secara mandiri. 

Hanya dengan cara ini, siklus ketergantungan bisa diputus dan kemandirian masyarakat tumbuh secara berkelanjutan. Terakhir, audit sosial di tingkat lokal harus diperkuat. 

Pelibatan perguruan tinggi, LSM, dan komunitas dalam pemantauan program akan membangun budaya kontrol sosial yang sehat serta memperkuat akuntabilitas publik.

Penutup

Situasi di Nusa Tenggara Timur menunjukkan adanya jurang lebar antara kehadiran negara secara administratif dan absennya dalam perlindungan sosial yang substansial. 

Program sudah tersedia, kerangka kelembagaan telah terbentuk, namun pelaksanaan masih tersendat oleh masalah klasik seperti lemahnya koordinasi, fragmentasi kebijakan, dan rendahnya partisipasi warga.

Reformasi perlindungan sosial di NTT bukan sekadar isu teknis, tetapi merupakan tuntutan moral. 

Negara tidak cukup hadir di atas kertas kehadirannya harus nyata dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. 

Jika tidak, maka yang tersisa hanyalah simbol tanpa makna sebuah negara yang hadir hanya sebagai nama, tetapi absen dalam tanggung jawabnya.

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved