Opini
Opini: Makan Bergizi Gratis dan Potensi Mundurnya Pemajuan Kebudayaan
Saya teringat kata-kata Tan Malaka, orang Indonesia harus lebih banyak baca, bila perlu makan dikurangi!
Untuk itu, ada beberapa hal yang mesti dilakukan. Pertama, MBG harus beragam dan sesuai konteks daerah.
Di sini pangan lokal milik warga mesti diberi tempat layak bukan menu yang didatangkan dari luar daerah.
Kedua, pemerintah daerah mestimelakukan sosialisasi kepada masyarakat agar bisa menyiapkan pangan lokalnya demi mendukung MBG.
Hal ini penting karena dampak inferioritas masih sangat terasa. Masyarakat lokal merasa rendah diri, malu atau tidak percaya diri mengonsumsi pangan lokalnya; akibatnya pangan lokal justru dijadikan makanan untuk ternak. Hal ini juga berdampak pada tidak lakunya pangan lokal di pasaran.
Untuk mengubah kebiasaan salah seperti ini, maka pemerintah harus berkaca pada program Sekolah Lapang Kearifan Lokal.
Sosialiasi mesti dijalankan untuk menyadarkan warga lokal tentang potensi pangan dan keberlanjutan ekonomi melalui program MBG.
Hal ini membutuhkan kerja sama juga dengan Pemerintah Desa sebab warga lokal yang punya pangan lokal ada di Desa-desa.
Ketiga, para penyedia jasa atau vendor yang bekerja sama dengan pemerintah mesti juga diperiksa cara kerjanya agar tidak mementingkan diri sendiri tetapi juga bekerja sama dengan warga lokal.
Vendor tak boleh semata berorientasi kapital untuk kepentingan bisnis tetapi mesti paham bahwa program MBG adalah program negara maka mesti ada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui kerja-kerja kolaboratif dengan warga lokal di daerah bersangkutan.
Jika pemerintah, vendor dan warga lokal sudah memiliki satu pikiran yang sama, maka, MBG akan relevan dan berdampak luas untuk seluruh lapisan masyarakat.
Pewarisan Budaya Pangan
Mengapa harus pangan lokal? Ada tiga hal yang bisa menjadi jawaban. Pertama, nilai ekonomis. MBG dengan menggunakan pangan lokal, maka ada nilai ekonomis yang menyasar warga lokal.
Keadilan ekonomi bisa relevan dalam konteks ini. Kedua, nilai gizi. Tak perlu dibantah lagi bahwa pangan lokal adalah pangan yang sehat dan kaya gizi.
Sejak ribuan tahun, nenek moyang bangsa ini mengonsumsi pangan lokal untuk bertahan hidup tanpa terkontaminasi dengan stunting dan lain-lain.
Bahkan hingga kini, masyarakat adat masih yakin pada kualitas gizi pangan lokal. Justru karena itu, program Sekolah Lapang Kearifan Lokal getol mempromosikan potensi pangan lokal untuk dibudidayakan lagi dan dikonsumsi warga.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.