Opini

Opini: Mobile Legends, Generasi Z dan Pertaruhan Menuju Indonesia Emas 2045

Generasi Z, mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012 adalah kelompok usia yang tumbuh dan berkembang dalam ekosistem digital. 

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO
ILUSTRASI 

Demikian pula, peran keluarga dan komunitas menjadi penting dalam membentuk kontrol sosial yang positif terhadap budaya digital remaja (Wahyuni &  Nugroho, 2023).

Generasi Z harus disiapkan bukan hanya sebagai pengguna teknologi yang andal, tetapi juga sebagai warga negara yang berintegritas dan memiliki orientasi kolektif. 

Indonesia Emas bukan sekadar slogan pembangunan, melainkan cita-cita luhur yang membutuhkan dukungan dari generasi yang sadar akan jati diri bangsanya di tengah globalisasi digital.

Generasi Digital dalam Pertaruhan Peradaban

Maraknya Mobile Legends di kalangan Gen Z bukan sekadar soal game daring. Ia adalah gejala dari pergeseran budaya yang lebih dalam-sebuah perubahan zaman yang menantang eksistensi nilai, orientasi hidup, dan visi kebangsaan. 

Di balik layar ponsel yang terus menyala, ada pertaruhan besar atas masa depan: apakah generasi muda akan menjadi pelanjut peradaban, atau justru pengikut algoritma yang kehilangan jati diri.

Indonesia Emas 2045 adalah mimpi kolektif yang luhur, namun ia hanya dapat diwujudkan oleh manusia-manusia yang berkarakter kuat, berwawasan luas, dan memiliki komitmen kebangsaan yang mendalam. 

Dalam dunia yang semakin cair dan tanpa batas, karakter dan orientasi itulah yang menjadi jangkar. 

Tanpanya, teknologi justru akan menjadi kekuatan yang mengikis akar bangsa, bukan memperkuatnya.

Maka, kebijakan pembangunan sumber daya manusia ke depan harus meletakkan literasi digital dan pembentukan karakter sebagai prioritas utama. 

Negara harus hadir bukan sebagai pengontrol represif, melainkan sebagai fasilitator emansipatif: membuka ruang kritis, membimbing arah etis, dan membangun ekosistem yang sehat bagi tumbuhnya budaya digital yang progresif dan berakar.

Pendidikan formal harus melampaui kurikulum; ia perlu menjadi ruang perjumpaan antara nilai-nilai tradisi, etika digital, dan semangat zaman. 

Sementara itu, keluarga dan komunitas harus menjadi tempat pertama dan utama dalam menanamkan kebiasaan digital yang bermartabat. 

Media dan sektor swasta pun tak bisa lepas tangan. Dalam dunia yang dikuasai logika algoritma, siapa yang diam akan disingkirkan oleh yang bersuara paling bising.

Akhirnya, kita diajak untuk merenung: siapa sejatinya kita dalam dunia digital ini? 

Jika kita membiarkan generasi muda kita tenggelam dalam dunia maya tanpa arah, maka kita sedang menggali jurang bagi masa depan bangsa. 

Namun jika kita mampu menjinakkan teknologi, menanamkan nilai, dan memanusiakan digitalisasi, maka kita tidak hanya akan meraih Indonesia Emas-kita akan membangun peradaban yang bernyawa. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved