Opini
Opini: Kamis Putih, Kekuasaan Yang Merendah
Perayaan Tri Hari Suci merupakan satu rangkaian perayaan yang membawa umat kepada satu pemahaman akan misteri sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus
Oleh: RD. Jhoni Lae
Imam Diosesan Keuskupan Atambua yang bertugas di Paroki St. Petrus Tukuneno
POS-KUPANG.COM - Umat Kristiani memasuki pekan suci, pekan penuh makna keberimanan.
Setelah menjalani masa Prapaskah selama empat puluh hari, umat Kristiani atau lebih khususnya Umat Katolik akan merayakan Tri Hari Suci.
Tri Hari Suci terhitung dari perayaan hari raya Kamis Putih sampai dengan hari raya Minggu Paskah.
Perayaan Tri Hari Suci merupakan satu rangkaian perayaan yang membawa umat kepada satu pemahaman akan misteri sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus sebagai Putera Allah.
Kehadiran Yesus sebagai Putera Allah yang rela menderita senggara, wafat dan dimakamkan demi misi keselamatan umat manusia itu terjadi semata-mata karena inisiatif dari Allah sendiri.
Dalam teologi kristiani, dipahami bahwa Allah yang pertama-tama berinisiatif untuk menyelamatkan umat manusia, maka Ia mengutus PuteraNya Yesus untuk menyelesaikan misi penyelamatan tersebut.
Misi penyelamatan itu diselesaikan Yesus dengan sangat mengagumkan. Bahwa dalam otoritasNya sebagai Yang Maha Kuasa, Ia rela menjadi manusia demi misi penyelamatanNya.
Semua peristiwa iman itulah yang akan dirayakan kembali atau dikenangkan kembali dalam perayaan Tri Hari Suci; mulai dari perjamuan malam terakhir Yesus bersama para murid-Nya, lalu Yesus ditangkap dan disalibkan sampai pada peristiwa kebangkitan-Nya dari orang mati.
Tiga Mandat dalam Perayaan Kamis Putih
Hari raya Kamis Putih merupakan “pintu masuk” akan keselurahan perayaan Tri Hari Suci.
Disebut pintu masuk karena perayaan Tri Hari Suci diawali dengan perayaan Kamis Putih dan makna hari raya Kamis Putih itu sendiri pada dasarnya merupakan perayaan untuk mengenangkan kembali peristiwa perjamuan malam terakhir Yesus bersama dengan para muridNya.
Ada tiga mandat atau sederhananya tiga pesan dari perayaan hari raya Kamis Putih yakni tentang perjamuan, pembasuhan kaki dan pelayanan.
Pertama, Perjamuan merupakan saat pertama ditetapkannya ekaristi atau peringatan penetapan Ekaristi Kudus oleh Kristus.
Keempat penginjil, khususnya Injil Yohanes menghubungkan perjamuan kudus dengan Paskah Yahudi.
Yesus mengubah Paskah Yahudi menjadi sebuah peringatan pengorbananNya sebagai Anak Domba Allah di atas Kayu Salib. Ia adalah Musa baru yang memimpin Umat Allah dalam suatu eksodus baru.
TubuhNya yang akan menjadi roti dari Surga. Ketika Yesus membagi-bagikan roti kepada para muridNya, di situlah ekaristi ditetapkan sebab setelah peristiwa perjamuan malam terakhir tersebut.
Roti hanya akan dibagikan ketika dirayakan perayaan ekaristi atau dengan kata lain perayaan ekaristi merupakan pengenangan akan peristiwa perjamuan malam terakhir antara Yesus dan para muridNya.
Kedua, mandat yang kedua yakni pembasuhan kaki. Kekhasan dari ritual Kamis Putih yang paling mengharukan dan terkenal adalah upacara pembasuhan kaki. Ritual ini telah menjadi ciri khas hari raya Kamis Putih setidaknya sejak abad ketujuh.
Tindakan pembasuhan kaki menjadi simbol kerendahan hati dari Allah. Bukan hanya itu, ada satu hal yang signifikan di sini, ketika Petrus menyadari bahwa Yesus membasuh kakinya, ia menolak. Tetapi Yesus berkata: “Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengerti kelak” (Yohanes 13:7).
Pernyataan Yesus di atas menjelaskan bahwa pembasuhan kaki yang dilakukanNya terhadap para murid lebih dari sekadar membersihkan kaki tetapi ada makna yang terdalam yang ingin dipesankan oleh Yesus yakni suatu imamat yang baru.
Ia sebenarnya menahbiskan para rasul untuk menjadi pelayan-pelayan Perjanjian Baru. Adegan pembasuhan kaki mengandung beberapa kiasan yang mencolok tentang pembasuhan para imam dalam Perjanjian Lama.
Sebagai contohnya, setelah Musa menyelesaikan kemah suci, Musa dan Harun membasuh tangan dan kaki mereka sebelum mereka masuk dan menuju mezbah (Keluaran 40:31).
Ketiga, mandat yang ketiga yakni pelayanan. Dalam adegan pembasuhan kaki yang dilakukan oleh Yesus, ada mandat pelayanan yang ingin disampaikan.
Pelayanan tersebut didasarkan pada kasih Kristus sendiri yang datang untuk melayani bukan untuk dilayani.
Pelayanan pun harus didasarkan pada cinta dan ketulusan sebagaimana yang sudah diteladankan oleh Yesus.
Pelayanan pun menghadirkan sikap penyangkalan diri; memprioritaskan kepentingan orang lain atau bersama di atas kepentingan diri sendiri.
Kekuasaan yang “Merendah”
Kekuasaan selalu identik dengan kehormatan diri. Kendati demikian, orang yang berkuasa akan selalu merasa di atas angin dibandingkan dengan yang lain yang tidak memiliki kekuasaan.
Sebab itu kadang kekuasaan membuat seseorang lupa daratan bahkan sampai ada yang sampai lupa diri. Begitulah kekuasaan duniawi.
Berbeda dengan manusia, Yesus yang disebut sebagai Yang Maha Kuasa rela merendahkan diri demi keselamatan manusia.
Dalam perayaan Kamis Putih, ritual pembasuhan kaki menjadi simbol bahwa ada sikap “merendah” dari Yesus.
Dengan sikapnya itu sebenarnya Yesus memberikan satu perintah baru yang disebut mandatum novum do vobis: “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti Aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-muridKu yaitu jikalau kamu saling mengasihi”
(Yohanes 13:34-35).
Kekuasaan yang merendah adalah kekuasaan yang didedikasikan demi tercapainya bonum commune. Hal inilah yang dilakukan oleh Yesus sendiri.
Maka kita sebagai orang beriman, diajak juga untuk mengambil bagian dalam pelayanan penuh cinta dan ketulusan. Selamat merayakan Tri Hari Suci, semoga Tuhan memberkati kita. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.