Opini
Opini - Menggugat Negara Soal Kematian Rosalia Rerek Sogen di Distrik Anggruk Yahukimo
Rosalia Sogen perempuan tangguh yang berani memutuskan untuk mengabdi di pelosok Papua Pegunungan.
Bagi mereka pengabdian adalah jaminan keamanan paling ampuh. Siapa yang menabur kebaikan pasti menuai kebaikan pula. Mungkin begitu logikanya.
Namun ternyata logika itu terbalik, kalkulasinya meleset. Pada 21 dan 22 Maret 2025 Rosalia dan teman-temannya diserang oleh sekelompok orang menggunakan senjata tajam. Nyawa mereka terancam.
Dalam kondisi ini, mereka seperti bermain api, hanya ada dua kemungkinan, jika beruntung kamu berhasil memadamkan api, jika tidak, kamu akan hangus bersama kobaran api! Dan ternyata Rosalia Sogen tidak beruntung, dia pergi menghadap Sang Khalik akibat mengalami sejumlah luka mengerikan di sekujur tubuhnya.
23 Maret 2025 jenazah Rosalia dan para korban selamat lainnya dievakuasi Tim Gabungan Keamanan ke Jayapura.
Bersamaan dengan itu, sekitar 40 orang guru kontrak di beberapa distrik lainnya di Yahukimo juga ikut dipulangkan karena alasan keamanan.
Dua hari kemudian, Selasa, 25 Maret 2025 jenazah Rosalia diterbangkan ke kampung halamannya di Lewotala, Kecamatan Lewolema, Kabupaten Flores Timur, NTT untuk dimakamkan.
Kasus yang menimpa para guru dan nakes di wilayah Papua bukan baru terjadi. Setidaknya beberapa kali pernah terjadi, misalnya pada Desember 2024 seorang guru diduga kuat dibunuh TPNPB- OPM di Kabupaten Puncak.
Sebelumnya pada Oktober 2023 diduga kuat terjadi serangan terhadap para nakes di Distrik Amuma, Kabupaten Yahukimo.
Selain itu, kita juga bisa berkaca dari kasus yang terjadi di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang, dimana para tenaga kesehatan (nakes) mengalami kekerasan brutal pada 13 September 2021.
Polanya kekerasannya hampir serupa, mereka mengalami perlakuan paling keji, bahkan ada nakes perempuan yang diperkosa. Satu diantaranya meninggal dunia, Gabriela Meilani.
Saya masih ingat baik bagaimana cerita Marselinus Ola, Kristina Tonapa dan Katrianti Tandila serta teman-teman lainnya yang berupaya meloloskan diri dari kepungan kematian. Sungguh tragis!
Setelah episode pilu ini berlalu, saya mulai bertanya-tanya, setidaknya terdapat beberapa pertanyaan pokok yang mesti dicari jalan keluarnya.
Pertama, bagaimana akses pendidikan bagi anak-anak di Yahukimo pasca kasus ini? Mesti harus disadari bahwa pendidikan adalah jendela dunia. Pendidikan tidak boleh mati suri.
Siapa yang bertanggung jawab memastikan bahwa anak-anak di Yahukimo tetap bisa belajar meskipun tanpa kehadiran dan dukungan dari guru-guru?
Kedua, kematian Rosalia Sogen telah menarik perhatian publik secara luas. Banyak pihak menyatakan duka dan simpati, termasuk pula para penyelenggara negara, diantaranya DPR RI, Kementerian HAM, Kementerian Pendidikan termasuk Pemda Yahukimo dan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan.
Rosalia Sogen
Melky Weruin
Opini
Rosalia Rerek Sogen
Distrik Anggruk
Yahukimo
Papua Pegunungan
POS-KUPANG.COM
Opini: Menalar Demonstrasi |
![]() |
---|
Opini: Green Chemistry, Solusi Praktis Melawan Krisis Lingkungan di NTT |
![]() |
---|
Opini - Drama Penonaktifan Anggota DPR: Siapa yang Sebenarnya Berkuasa, Rakyat atau Partai? |
![]() |
---|
Opini: Anomali Tunjangan Pajak DPR RI, Sebuah Refleksi Keadilan Fiskal |
![]() |
---|
Opini: Paracetamol Publik Menyembuhkan Demam Bukan Penyakit |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.