Opini
Opini: Kanker Serviks dan Perjuangan yang Belum Terlambat
Tanpa tubuh yang sehat, bagaimana perempuan bisa bersuara, berwirausaha, dan berkontribusi secara maksimal?
Oleh: dr. Pamela Abineno, Sp.PA
Dokter Ahli Patologi Anatomik di Rumah Sakit Ben Mboi Kupang
POS-KUPANG.COM - Hari Perempuan Internasional diperingati setiap 8 Maret untuk menghormati perjuangan perempuan dalam mencapai hak-hak dan kesetaraan gender.
Pada 2025, tema yang diusung adalah "Untuk Semua Perempuan dan Anak Perempuan: Hak, Kesetaraan, Pemberdayaan."
Dalam peringatannya, para pemimpin daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) telah menandatangani komitmen bersama untuk memperjuangkan kesetaraan gender dan inklusi sosial.
Komitmen ini tentu patut diapresiasi. Namun, sering kali kesetaraan gender hanya dilihat dari aspek sosial, politik, dan ekonomi, sementara isu Kesehatan perempuan, khususnya pencegahan kanker serviks, kurang mendapat perhatian.
Padahal, kesehatan adalah fondasi utama bagi perempuan untuk berdaya dalam berbagai bidang.
Tanpa tubuh yang sehat, bagaimana perempuan bisa bersuara, berwirausaha, dan berkontribusi secara maksimal?
Ancaman Kanker Serviks
Kanker serviks adalah salah satu penyebab utama kematian perempuan di Indonesia.
Penyakit ini berkembang akibat infeksi Human Papillomavirus (HPV), yang sering kali tidak menunjukkan gejala di tahap awal, sehingga banyak perempuan baru menyadari saat sudah memasuki stadium lanjut.
Padahal, kanker serviks dapat dicegah melalui vaksinasi HPV dan deteksi dini dengan pap smear atau inspeksi visual asam asetat (IVA).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2021, terdapat 36.633 kasus baru kanker serviks, menjadikannya jenis kanker terbanyak kedua setelah kanker payudara.
Lebih dari 21.000 perempuan meninggal akibat kanker serviks setiap tahun—sekitar 57 kematian per hari.
Jumlah ini meningkat dua kali lipat dari tahun 2008. Tingginya angka ini menunjukkan bahwa masih banyak perempuan yang tidak mendapatkan akses pencegahan dan pengobatan yang memadai.
Di NTT, kebanyakan pasien baru mendapat diagnosis setelah stadium lanjut memberi indikasi bahwa penyakit ini masih menjadi momok dan belum dipahami secara baik.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.