Cerpen

Cerpen: Filsafat yang Hilang di Pasar yang Riuh

Socrates bukanlah seorang cendekiawan dalam arti formal, tetapi jiwanya terus berkelana, menelusuri jejak-jejak kebijaksanaan yang terserak.

Editor: Dion DB Putra
STOIC HANDBOOK
ILUSTRASI 

Demokrasi yang seharusnya menjadi nafas kebebasan, justru berubah menjadi sandiwara yang dimainkan oleh mereka yang berkepentingan.

Lelaki tua itu melanjutkan, “Manusia di negeri ini telah lupa pada satu hal mendasar: makna kehidupan itu sendiri. Mereka berlari mengejar materi, mengukur kebahagiaan dengan harta, tetapi lupa bahwa keberadaan mereka lebih dari sekadar angka dalam neraca kekayaan. Mereka lupa bahwa keberanian untuk berpikir, untuk bertanya, untuk memahami, adalah akar dari
kebebasan sejati.”

Socrates mengangguk perlahan. Ia menyadari bahwa permasalahan yang melanda negeri ini bukan hanya soal hukum yang lemah atau kebijakan yang tidak efektif, tetapi lebih dalam dari itu permasalahan makna dan nilai. 

Ia teringat akan filsafat, tentang bagaimana manusia sejak dahulu kala selalu bertanya tentang hakikat kebenaran, keadilan, dan tanggung jawab sosial.

Filsafat, pikir Socrates, bukan sekadar teori yang berdebu dalam buku-buku tua, tetapi sesuatu yang hidup dan mengalir dalam setiap tindakan manusia. 

Ketika seseorang bertanya, “Apa yang benar?” dan berusaha hidup sesuai dengan jawaban yang ia temukan, maka filsafat telah menjadi bagian dari dirinya. 

Namun, di negeri ini, filsafat sering kali dianggap asing, seolah-olah berpikir secara mendalam adalah beban yang tidak perlu.

Lelaki tua itu kembali berbicara, “Ketika manusia kehilangan makna, mereka akan menggantungkan hidup mereka pada sesuatu yang dangkal. Mereka mencari pegangan pada hal-hal yang mudah, tanpa berani menyelami kedalaman eksistensi. 

Tetapi mereka lupa, hanya dengan menyelami kedalaman, seseorang dapat menemukan cahaya yang sesungguhnya.”

Socrates tersenyum, menyadari bahwa filsafat bukanlah sesuatu yang terpisah dari kehidupan.

Filsafat adalah denyut nadi dari setiap pertanyaan yang muncul di hati manusia. 

Ia mengerti bahwa kebangkitan suatu bangsa tidak hanya terletak pada kekuatan ekonomi atau stabilitas politik, tetapi juga pada kemampuan rakyatnya untuk memahami dan meresapi makna keberadaan mereka.

Maka, dengan tekad yang bulat, Socrates memutuskan untuk menjalani kehidupannya sebagai seorang pemikir yang menghidupkan kembali kebijaksanaan. 

Ia pergi ke desa-desa, berbicara dengan para petani, nelayan, dan pedagang kecil, mengajak mereka untuk mempertanyakan dunia di sekitar mereka. 

Ia mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bukan hanya tentang memiliki, tetapi tentang memahami. Bahwa keadilan bukan sekadar hukum yang tertulis, tetapi sikap yang dijalani. 

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved