Opini
Opini: Butterfly Effect dan Konsepsi Perubahan
Berbagai pertanyaan spekulatif ini tentu akan menjadi tantangan tersendiri bagi para kepala daerah untuk menjelaskan kepada publik.
Apalagi kita sering menganalogikan kepemimpinan dengan kekuasaan. Seolah-olah begitu dia berkuasa, segalanya akan menjadi lebih mudah untuk bebas mengatur dan mengambil keputusan sesuai dengan janji-janji sebelum terpilih.
Padahal, tanpa disadari pemimpin pun terperangkap oleh pilihan-pilihan kebijakan yang terbatas karena berbagai distorsi; anggaran terbatas, birokrasi ruwet, tumpukan persoalan lama yang tak terselesaikan, kompleksitas prosedur dan regulasi yang menghambat inovasi pemerintah untuk merespons perubahan, dan rendahnya kapasitas pemimpin organisasi terkait manajemen perubahan.
Sementara itu, tuntutan ideal rasionalitas kebijakan sejalan dengan kebutuhan masyarakat sehingga setiap problem yang dihadapi masyarakat bisa dikalkulasi dan dicari jalan keluarnya.
Kenyataannya, problem yang dihadapi masyarakat selalu kompleks dan sulit dipahami secara linear.
Ironisnya, ketidaksesuaian antara rasionalitas kebijakan dan kebutuhan masyarakat dianggap menjadi hal biasa. Sepertinya masuk akal, tetapi dapat membawa akibat yang menyesatkan.
Jika demikian berarti pemimpin telah menjebak masyarakat pada kesalahan berpikir yang lain yakni upaya mengkonkretkan sesuatu janji yang pada dasarnya abstrak. Dengan kata lain, janji perubahan berangsur-angsur luntur dan berhenti sebagai retorika.
Secara kategoris, kebijakan yang memanipulasi realitas dan mengemas diskursus publik mengutamakan pencitraan tanpa refleksi dan substansi telah kehilangan kepercayaan dan dimensi optimisme atas isu-isu strategis.
Oleh karena itu, elemen penting dari butterfly effect adalah kepemimpinan pemerintah untuk lakukan perubahan.
Namun, perubahan yang hanya menyentuh permukaan tanpa memperbaiki sistem dan prosedur tidak akan menghasilkan peningkatan efisiensi dan efektivitas, dengan tujuan meningkatkan kinerja pemerintah dan kesejahteraan masyarakat.
Sebuah antitesis
Sejatinya, fungsi pemerintah adalah memimpin, mengatur, dan melayani. Dapat dimaknai pemerintah daerah memegang peran utama dalam penyelenggaraan program-program pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Dalam konteks itu, otonomi daerah tak sekadar dipahami secara monodimensional. Otonomi daerah merupakan instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang nantinya berbanding lurus dengan kepercayaan masyarakat saat memilih pemimpinnya.
Mengacu Undang-Undang Pemerintahan Daerah, telah memuat konsiderasi dan formulasi yang lugas, tepat sasaran dan visioner menegaskan bahwa pemerintahan daerah dibentuk untuk mengurus urusan wajib dan urusan pilihan.
Jadi, hakikatnya pemerintahan daerah harus mengutamakan urusan wajib daripada urusan pilihan. Urusan wajib itu soal pendidikan, kesehatan, kemiskinan, pengangguran, perumahan rakyat, dan ketertiban sosial.
Angka kemiskinan dan pengangguran merupakan indikator fundamental dalam mengukur efektivitas kerja pemerintah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.