Opini
Opini: Mengkaji Ulang Kebijakan Pemaketan
Sebab, saat ini problematika usaha jasa konstruksi Indonesia telah mewujud menjadi bersifat struktural dan sistemik di semua lini.
Pasar dalam pengertian ini mesti dibedakan dengan gambaran tempat atau lokasi. Dalam perspektif teori ekonomi, pasar jauh lebih abstrak dari yang dipahami dalam kehidupan sehari-hari (misal, Pasar Naikoten, Pasar Oebobo, mal).
Karena itu, pasar tidak selalu dapat menyediakan barang publik. Di sini, pemerintah dapat menyelesaikan masalah barang publik ini dengan menyediakannya sendiri melalui mekanisme swakelola atau pemerintah dapat menunjuk pihak ketiga dalam hal ini penyedia barang dan jasa untuk menyediakan barang publik tersebut.
Ada hubungan kontraktual antara principal dengan agents, yang membentuk kesepakatan tentang harga dan jumlah atau jenis barang dan jasa yang ingin ditransaksikan.
Di balik itu, pertimbangan kenapa pengadaan barang dan jasa harus dilakukan melalui mekanisme tender adalah, pertama, supaya barang yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Baik itu dari segi kualitas maupun kuantitas dengan harga yang lebih bersaing. Kedua, barang dan jasa tersebut diperoleh sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
Walaupun begitu, standar norma dan persyaratan kualifikasi yang tidak realistis serta kebijakan pemaketan berkontribusi signifikan terhadap daya saing kontraktor lokal.
Karena itu, pemerintah perlu membentuk kebijakan yang inklusif, sebagai instrumen yang sangat vital untuk memastikan peran pelaku usaha jasa konstruksi di daerah melalui regulatory review.
Dimaksudkan untuk menilai ulang seluruh UU, peraturan presiden, peraturan menteri dan peraturan daerah. Mengapa? Karena pemerintah bertindak sebagai regulator ketika pasar mengalami kegagalan dan pemerintah bertindak sebagai pembuat kebijakan aktif dalam rangka mempromosikan kegiatan pembangunan.
Proses regulatory review menghasilkan rekomendasi untuk mengubah seluruh produk kebijakan yang selama ini memfasilitasi praktek monopoli dan eksklusivitas pekerjaan pengadaan barang dan jasa.
Pelembagaan regulatory review berbasis pada tiga pilar yaitu persaingan usaha yang sehat, pelayanan publik, dan berdimensi desentralisasi pembangunan daerah.
Kedua, reformasi struktur pasar tidak untuk mematikan pelaku usaha jasa konstruksi yang sudah ada, tetapi memperkuat bahkan juga ikut mendorong munculnya pelaku usaha baru di setiap sektor.
Sebab, apabila kue ekonomi itu bisa dinikmati oleh banyak orang, maka akan bisa menggerakkan roda ekonomi daerah untuk berputar lebih cepat lagi.
Sayangnya, konsep ekonomi pasar sosial ini tidak sepenuhnya dipahami para pengambil kebijakan pengadaan barang dan jasa. Akibatnya, kegiatan ekonomi lebih bersifat parsial dan hanya dilihat dari sisi profitabilitas dan pragmatisme saja.
Ketiga, perubahan perilaku pelaku usaha jasa konstruksi untuk menjaga persaingan usaha sehat, demikian juga kinerja unit layanan pengadaan barang dan jasa.
Keempat, posisi Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat mestinya mengambil langkah konstruktif yang mendorong fleksibilitas dalam melindungi pelaku usaha ekonomi daerah.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.