Opini

Opini: Realisme Pilgub NTT, Realisme Demokrasi

Sedangkan bagaimana Gubernur yang terpilih nanti menggunakan kekuasan untuk membangun kesejahtetaan rakyat, itulah baru sebuah demokrasi susbstansial.

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM
Dr. Norbertus Jegalus 

Keempat hal ini menentukan tidak hanya suksesnya Pilgub, yaitu terpilih seseorang jadi Gubernur, tetapi juga suksesnya Gubernur terpilih itu untuk membangun kesejahteraan rakyat NTT.

Dua realitas politik pertama, yaitu politik partai dan cost politik, berhubungan dengan demokrasi prosedural. Kita mulai dengan politik partai. 

Sedikit berkaca ke belakang, yaitu Pilgub NTT beberapa waktu lalu, khususnya pemerintahan Lebu Raya I, penulis pernah memuat opini di koran ini, tentang “Politik Partai dan Partai Politik”, bahwa demokrasi benar-benar hidup bila partai politik menjalankan politik partai.

Konkretnya, kader partai, terutama ketua partai, mencalonkan diri sebagai Cagub. Dengan itu, sang Cagub, sebagai Ketua Partai, dapat memaksimalkan peran mesin partai di seluruh kabupaten/Kota se-NTT. 

Alhasil, Lebu Raya sukses jadi Gubernur dua periode. Adapun Pilgub 2025-2029, dari tiga calon hanya satu Cagub yang menjalankan Politik Partai, dalam arti tegas (in sensu stricto), yakni sebagai Ketua Partai Golkar di provinsi sekaligus petinggi partai di pusat, yakni Emanuel Melkiades Laka Lena. 

Dari konteks realisme demokrasi di NTT, realitas ini memiliki arti sangat penting dalam suksesi kepemimpinan.

Realitas politik kedua yang juga tidak dapat disangkal adanya, terutama oleh para kandidat, tim pemenangan dan masyarakat adalah cost politik. 

Pilgub adalah proses demokrasi yang melelahkan  secara finansial. Saya tidak perlu sebutkan di sini apa saja yang termasuk dalam biaya politik Pilgub. 

Menurut para ahli, sekitar 100 miliar rupiah untuk pilgub dan 30 miliar untuk Pilbup/Pilkot. Namun,  NTT sebagai provinsi kepulauan, mungkin angkanya bisa lebih dari itu, bahkan bisa dua kali lipat, jika si Cagub ingin memastikan kemenangan. 

Satu contoh saja: Biaya saksi. Jika saksi 2 orang per TPS, dengan honor Rp 250.000 x 9.877 TPS di NTT, total biaya Rp 4.938.500.000, lima miliar rupiah. Ini baru saksi, masih banyak komponen besar lainnya. 

Angka-angka itu adalah realitas. Itu artinya, hanya Cagub yang telah benar-benar siap dan adanya dukungan kerja sama koalisi besar dan kuat dapat menghadapi kesulitan ini.

Realisme pasca Pilgub

Adapun kekuatan politik di parlemen dan jejaring kekuasaan politik dengan pusat adalah dua realitas politik yang menyangkut demokrasi substansial, yaitu bagaimana Gubernur terpilih membangun kesejahteraan rakyat NTT. 

Pada bagian ini saya mengajak rakyat NTT untuk juga berpikir sederhana, berpikir realistis.

Kita mulai dengan kekuatan politik di parlemen. Ada politisi dan juga
pengamat yang memandang koalisi parpol yang besar sebagai beban politik bagi Gubernur. 

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved