Liputan Khusus
Lipsus - Kapolda NTT Elus Kepala Rudy Soik
Pantauan Pos Kupang di Gedung Nusantara II DPR RI, Kapolda Daniel menyampaikan pesan kepada Rudy Soik.
Barcode pembelian BBM subsidi itu, kata dia, justru digunakan oleh seorang pengusaha asal Cilacap, Jawa Tengah. Padahal pengusaha itu tidak diketahui identitas dan jenis usahanya maupun perkapalannya di NTT.
Unjuk rasa itu juga turut memotong sekor ayam jantan. Menurut Ino Naitio, itu merupakan simbol sumpah atas perjuangan yang dilakukan. Jika Polda NTT tetap berpendirian bahwa tidak ada mafia BBM subsidi, darah ayam itu akan menjadi petunjuk.
Sebelum menyembelih ayam jantan itu, masa aksi menyampaikan ucapan dengan bahasa Timor tentang persoalan mafia BBM subsidi. Penyembelihan ayam sebagai tanda dan kepercayaan dalam pengungkapan kasus.

Lapor Rudy Soik
Aksi juga digelar kelompok lainnya yang mengatasnamakan Aliansi Peduli Kemanusiaan (APK). Penanggung Jawab APK, Mex Sinlae mengatakan, mereka terdiri dari beberapa OKP, seperti Komunitas Peduli Astri dan Laen, Garuda Kupang NTT, Triple X, IPF dan Ikatan Pemuda Kanaan, Ikatan Pemuda Katholik.
“Kami tetap mendukung Polda NTT dalam RDP dengan komisi 3 DPR RI. Harapannya, Polda NTT dapat memaparkan semua bukti-bukti dan dasar PTDH terhadap Ipda Rudy Soik sehingga masyarakat bisa tahu kebenarannya,” kata Mex.
Mex mengatakan, APK menuntut sejumlah hal pada Polda NTT. Pertama, mereka berharap agar Polda NTT bisa memeriksa dugaan keterlibatan Rudy Soik dalam kasus kematian Astrid dan Lael. Kedua, Polda NTT diminta memeriksa juga Ahmad yang diduga telah memberikan uang senilai Rp 3,8 terhadap oknum polisi terkait kasus BBM tanggal 14 Juni.
Ketiga, meminta Polda NTT untuk mengusut keterlibatan Rudy Soik dalam kasus TPPO tahun 2014.
“Di Buku register salah satu PT perekrutan di tahun 2014, nama Rudy tercantum sebagai PL atau perekrut lapangan dengan TKW atas nama, A,B,C dan D. Ini harus bisa diklarifikasikan dan diusut oleh Polda NTT,” kata Mex.
Polda NTT juga mesti menelusuri nama-nama dari orang-orang yang direkrut tahun 2014 untuk dimintai keterangannya. Rudy Soik juga diminta klarifikasinya terkait hal itu.
“Janganlah membangun narasi sesat playing viktim di media sosial yang mengklaim diri sebagai seorang yang benar, pahlawan. Kami minta Polda NTT segera lakukan upacara pemecatan terhadap Rudy karena dia tidak layak jadi anggota polri,” kata Mex.
Menurut Mex, dalam waktu dekat APK akan melaporkan Rudy Soik ke Polda NTT atas beberapa kasus yang sudah disebutkan di atas.
Terkait dugaan APK dibekingi Polda NTT dan oknum pengusaha tertentu, Mex mengatakan, isu itu tidak benar. “Kami akan upayakan langkah hukum karena hal itu sudah mencederai nama besar kami, aliansi untuk Kemanusiaan,” katanya.
LPSK Investigasi Teror Keluarga Rudi
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tengah mendalami laporan yang dilayangkan Rudy Soik terkait teror yang dialami keluarganya usai ia dipecat dari Polda Nusa Tenggara Timur (NTT). Pendalaman laporan ini dilakukan sebelum LPSK memutuskan akan memberikan perlindungan atau tidak kepada Rudy.
"Sekarang ini tim LPSK sedang melakukan pendalaman, pengumpulan informasi dan investigasi," kata Wakil Ketua LPSK Wawan Fahrudin kepada Kompas.com, Senin (28/10).
"Proses ini bagian dari asesmen yang dilakukan LPSK untuk menentukan kelayakan permohonan," lanjut dia.
Wawan menjelaskan, LPSK punya batas waktu selambat-lambatnya 30 hari kerja untuk melakukan itu semua. Hal tersebut diatur dalam Peraturan LPSK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Permohonan Perlindungan Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana.
Sebelumnya diberitakan, Ipda Rudy Soik, anggota Polda NTT, dipecat usai membongkar mafia BBM di Kota Kupang. Mantan Kepala Urusan Pembinaan Operasi (KBO) Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Kupang Kota ini meminta perlindungan ke LPSK lantaran keluarganya diteror.
"Sejak sejumlah petugas Propam Polda NTT mendatangi klien kami (Rudy), anak klien kami trauma berat. Bahkan tidak mau ke sekolah," ungkap kuasa hukum Rudy, Ferdy Maktaen, kepada Kompas.com, Jumat (25/10).
Ferdy menjelaskan, setelah Rudy dipecat, terdapat sejumlah teror yang dialami keluarga Rudy. Teror tersebut, di antaranya ada sejumlah orang tak dikenal yang melintas depan rumah Rudy dan mengambil gambar, termasuk menggunakan drone. Selain itu, istri Rudy, Welinda Wonlele, dicegat di jalan oleh sejumlah anggota polisi ketika sedang mengemudi mobil.
Sejumlah oknum juga berupaya mencari tahu siapa saja yang pernah memberikan Rudy uang untuk kepentingan calon siswa bintara. "Inilah beberapa alasan untuk kita lapor ke LPSK di Jakarta," kata Ferdy.
"Teror-teror ini diduga dari orang-orang yang merasa tidak nyaman dengan proses pengungkapan mafia BBM (bahan bakar minyak) oleh klien kami," ungkap Ferdy. (uzu/(fan/vel/kompas.com)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.