Berita NTT
KOMPAK Khawatir Rancangan Perpres Tentang Syarat Dirikan Rumah Ibadah
Dalam konsepsi HAM mestinya dipegang oleh negara. Dalam aturan bersama justru aturan diberikan ke masyarakat.
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Eflin Rote
Sisi lain, Kementerian Dalam Negeri juga belum menerima penganut kepercayaan menjadi sebuah kepercayaan. Dia mengatakan, FKUB nasional justru akan membuat kontraproduktif.
Baca juga: Atasi Krisis Dokter Kandungan di Lembata, Melki Laka Lena Bangun Komunikasi dengan Kemenkes
Dia mendorong masyarakat sipil agar memberikan catatan kritis ke Kementerian Polhukam untuk bisa diperhatikan lagi rancangan Perpres itu.
Kristina sepakat NTT ataupun di Kota Kupang toleransi. Untuk itu insiatif lokal harusnya bisa menjadi tonggak menjaga kemajemukan itu. Sehingga syarat 90-60 itu bisa dieliminir berkaca dari kearifan lokal.
Syarat yang dibuat pemerintah pada akhirnya menjadi pemantik. Apalagi dipolitisasi syarat itu sendiri. Kelemahan peraturan bersama itu kemudian menimbulkan konflik.
"Bahwa syarat 90-60 sangat sulit dipenuhi, maka jangan sampai menjadi tambahan persoalan. Sehingga alternatif lain harus disediakan. Harapnya syarat itu bisa hilang (di Perpres)," katanya.
Rancangan ini membutuhkan masyarakat dan rekomendasi dari berbagai pihak agar mendorong adanya jalan tengah mengenai pendirian rumah ibadah.
Jika Perpres itu disahkan maka akan mengikat ke semua daerah. Sentralisasi yang ada di Perpres menjadi kekhawatiran yang bisa membuat pendirian rumah ibadah justru menjadi lebih pelik.
Iskandar Wutun dari KOMPAK, mengatakan, NTT sendiri mungkin tidak begitu terasa karena ada beberapa faktor yang melandasi. Dia menyebut, persoalan di bangsa ini mengenai kepercayaan sengaja diciptakan.
Pemerintah seolah tutup mata akan berbagi persolan. Di Kota Kupang, misalnya, banyak disorot. Temuan FKUB Kota Kupang terdapat ada beberapa masalah yang belum dipergunakan betul.
Pendirian rumah ibadah selama ini di Kota Kupang memang ada yang belum sepenuhnya menyanggupi syarat yang ada. Aturan 90-60 itu jelas memberatkan masyarakat.
Komunitas Budha di Kota Kupang yang tidak lebih dari 60 kepala keluarga, kata dia, pasti akan terhambat dengan syarat yang ada. Di Timor Tengah Selatan pembangunan masjid, di TTU persoalan pendirian gereja, justru masih mendapat kendala.
"Konteks mayoritas dan minoritas masih dipakai ajang untuk penolakan pendirian rumah ibadah itu sendiri," kata dia.
90-60, kata dia, menjadi pembatasan bagi masyarakat dalam menganut kepercayaan. Sensitivitas yang dibangun itu bahkan berjalan beriringan ketika penolakan di suatu daerah.
KOMPAK bersama komponen terkait di Kota Kupang telah menginisiasi aturan tentang pendirian rumah ibadah. Dalam Perwali itu, syarat 90-60 itu kemudian dilonggarkan agar memberi kemudahan bagi para komunitas untuk menjalankan ibadah.
"Kebebasan beragama dalam konteks di NTT tidak semua merata di semua wilayah" kata dia.
| Telkomsel, Wajah Baru Gaya Inovatif yang Menghipnotis |
|
|---|
| Sejarah Baru, Atlet Gymnastik Pertama dari NTT Langsung Naik Podium Juara di Jakarta |
|
|---|
| Pengamat Undana Nilai Hakim MK Tidak Berprinsip Hapus Parlemen Threshold |
|
|---|
| Pj Bupati Kupang Ajak Pemuda Katolik NTT Sinergi dengan Pemerintah Daerah |
|
|---|
| Mantan Gubernur NTT, Herman Musakabe Minta Warga NTT Eratkan Rasa Persatuan dan Persaudaraan |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.