Opini
Opini: RUU Pilkada, Reformasi atau Rekayasa Kekuasaan?
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muncul berbagai wacana untuk merevisi undang-undang yang mengatur Pilkada.
Jimly juga menegaskan ini merupakan bentuk sentralisasi kekuasaan yang berbahaya bagi demokrasi.
Hal senada juga diungkapkan oleh guru besar ilmu politik Universitas Gadjah Mada, Dr. Mochtar Pabottingi, dalam bukunya Politik Lokal di Indonesia (2020).
Ia menggarisbawahi bahwa perubahan sistem Pilkada ini akan membuka peluang bagi elit politik di tingkat pusat untuk mengontrol proses pemilihan di daerah, yang pada akhirnya akan mengurangi akuntabilitas pemimpin daerah terhadap konstituen mereka.
Implementasi dan Realitas Politik
RUU Pilkada hemat penulis tidak hanya mengandung risiko sentralisasi kekuasaan, tetapi juga menghadapi tantangan dalam implementasinya. Salah satu tantangan utama adalah bagaimana memastikan bahwa pemilihan oleh DPRD benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat lokal.
Dalam penelitian yang diterbitkan oleh Jurnal Politik pada Desember 2022, disebutkan bahwa sistem pemilihan oleh DPRD cenderung lebih rentan terhadap pengaruh oligarki politik, dimana keputusan diambil berdasarkan kepentingan elit politik, bukan kepentingan rakyat.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa perubahan ini akan mengurangi kualitas kepemimpinan daerah.
Seperti yang diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, dalam sebuah diskusi di Jakarta pada 25 Juni 2023, pemimpin daerah yang dipilih oleh DPRD mungkin lebih loyal kepada partai politik yang mengusungnya ketimbang kepada rakyat yang seharusnya mereka layani. Hal ini bisa berdampak negatif pada kualitas layanan publik di daerah.
Dalam konteks ini, hemat penulis penting untuk mengkaji kembali tujuan utama dari revisi undang-undang Pilkada ini.
Apakah perubahan yang diusulkan benar-benar bertujuan untuk memperbaiki sistem politik lokal, ataukah hanya menjadi alat bagi elit politik untuk mempertahankan kekuasaan?
Buku Pilkada dan Demokrasi di Indonesia karya Firman Noor (2019) mengingatkan kita bahwa setiap perubahan dalam sistem politik harus selalu dilandasi oleh kepentingan rakyat, bukan kepentingan elit.
Masa Depan Demokrasi Lokal
RUU Pilkada menimbulkan pertanyaan besar tentang masa depan demokrasi lokal di
Indonesia. Jika revisi ini disahkan, apakah ini akan menjadi akhir dari demokrasi lokal yang selama ini dibangun dengan susah payah? Atau justru apakah ada peluang untuk memperbaiki sistem Pilkada langsung tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi?
Menurut survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia pada Januari 2024, mayoritas masyarakat Indonesia (sekitar 65 persen) masih mendukung Pilkada langsung sebagai bentuk partisipasi politik yang nyata.
Ini menunjukkan bahwa rakyat Indonesia masih percaya bahwa mereka harus memiliki suara dalam menentukan pemimpin daerahnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.