Opini
Opini: Keluarga Berkualitas Menuju Indonesia Emas
Harganas ke-31 tahun ini bertujuan merevitalisasi peran keluarga dalam mengatasi pelbagai persoalan yang menghambat pencapaian cita-cita bangsa.
Oleh: Eduardus Johanes Sahagun, M.A
Widyaiswara pada Perwakilan BKKBN Provinsi NTT
POS-KUPANG.COM - Hari Keluarga Nasional (HARGANAS), merupakan acara berskala nasional yang diperingati setiap tanggal 29 Juni.
Harganas adalah momentum strategis untuk mensinergikan gerak dan langkah keluarga Indonesia menyukseskan program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana) dan upaya pencegahan stunting.
Harganas ke-31 tahun ini bertujuan merevitalisasi peran keluarga dalam mengatasi pelbagai persoalan yang menghambat pencapaian cita-cita bangsa.
Disamping itu, momentum Harganas juga menjadi alarm terhadap penanganan masalah kependudukan, seperti stunting, kemiskinan, pengangguran, laju pertumbuhan penduduk, migrasi, dan sebagainya. Inilah momen penting bagi peningkatan kualitas keluarga sebagai kunci masa depan bangsa menuju Indonesia Emas tahun 2045.
Perjalanan panjang setiap keluarga akan menjadi mata rantai kehidupan dari generasi sekarang ke generasi berikutnya. Kualitas generasi di masa mendatang sangat ditentukan kualitas keluarga saat ini.
Karena itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai pemilik acara Harganas, mengusung tema: ‘Keluarga Berkualitas, Menuju Indonesia Emas 2045’, dengan hastag #Indonesia Emas Bebas Stunting. Harganas merupakan perwujudan pentingnya arti keluarga terhadap upaya memperkuat ketahanan nasional.
Sebagai institusi terkecil dalam masyarakat, keluarga menjadi fondasi penting awal pembangunan karakter bangsa.
Kilas Sejarah Harganas
Sejenak, Saya mengajak kita bergerak mundur ke tahun 1993, ketika bapak Prof. Haryono Suyono menjadi Ketua Badan Koordinasi dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) kala itu. Kepada Presiden Soeharto, ia mengajukan tiga pokok pikiran mengenai pentingnya keluarga.
Pertama, mewarisi semangat kepahlawanan dan perjuangan bangsa. Kedua, tetap menghargai dan perlunya keluarga bagi kesejahteraan bangsa. Ketiga, membangun keluarga menjadi keluarga yang bekerja keras dan mampu berbenah diri menjadi keluarga sejahtera.
Dari pokok pikiran inilah yang kemudian dijadikan landasan oleh Presiden Soeharto untuk mencanangkan Hari Keluarga Nasional untuk pertama kalinya dilaksanakan di Provinsi Lampung.
Sejarah mencatat, tanggal 29 Juni digagas menjadi tanggal peringatan Harganas karena dua alasan historis. Yang pertama memaksa kita mundur ke masa awal kemerdekaan Indonesia, dimana situasi nasional belum stabil setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Banyak anggota keluarga yang terpisah karena dihadapkan dengan pilihan kembali ke medan perang atau mengungsi.
Para pejuang baru kembali dari medan perang saat Belanda menyerahkan kedaulatan bangsa Indonesia pada 22 Juni 1949. Seminggu setelahnya, (tanggal 29 Juni), tercatat Tentara Republik Indonesia (TRI) yang bergerilya masuk ke Yogyakarta dan kembali pada keluarga masing-masing.
Momen kembalinya pejuang ke keluarganya masing-masing adalah sesuatu yang ditunggu-tunggu. Namun terdapat lonjakan angka perkawinan dini dan angka kelahiran anak setelahnya.
Pengetahuan mengenai batas bawah pernikahan yang rendah dan adanya keinginan untuk ‘mengganti’ anggota keluarga yang gugur dalam peperangan, disinyalir menjadi alasan atas fenomena tersebut.
Selanjutnya pada 29 Juni 1970, dimulailah gerakan Keluarga Berencana (KB) Nasional yang dikenal dengan Hari Kebangkitan Keluarga Indonesia. Penguatan Program KB ini didasari fakta bahwa cukup tinggi angka infeksi dan gizi buruk pada anak akibat perkawinan usia dini dan angka kelahiran yang tinggi.
Walaupun sudah dicanangkan tahun 1993, Harganas baru mendapatkan legalitas setelah ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI No. 39 tahun 2014 tentang Hari Keluarga Nasional.
Tanggal 29 Juni ditetapkan sebagai Hari Keluarga Nasional namun bukan hari libur, sehingga tak heran, jika Harganas belum dikenal luas oleh masyarakat bahkan oleh Pemerintah sekalipun.
Refleksi Hari Keluarga Nasional
Dari catatan sejarah tersebut, maka refleksi pada momentum Harganas harus digunakan sebagai ajang sosialisasi dan optimalisasi fungsi keluarga di Indonesia pada umumnya, dan keluarga NTT pada khususnya.
Harganas harus mengoptimalisasikan 8 fungsi keluarga, yakni: fungsi agama, fungsi sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, pendidikan, ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan masyarakat, untuk mewujudkan keluarga yang berketahanan dan bebas stunting, sehingga menghasilkan generasi unggul dan berprestasi.
Sejatinya, Harganas yang berlangsung tahun ini, tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya, di mana, peristiwa akbar ini menjadi ajang sosialisasi kepada seluruh keluarga untuk membantu percepatan penurunan stunting, sehingga generasi berikutnya memiliki kualitas yang unggul dan berdaya saing.
Tentunya, untuk mendapatkan Generasi Emas, maka harus dipersiapkan sejak sekarang. Pada tahun 2045 mendatang, Indonesia genap berusia 100 tahun (satu abad). Pada tahun tersebut, ditargetkan Indonesia sudah menjadi negara maju, modern, dan sejajar dengan Negara adidaya lainnya.
Bukan hanya target, tapi ada usaha yang terus diupayakan agar bisa sampai ke sana. Inilah yang jadi salah satu alasan munculnya ide, wacana, dan gagasan Generasi Emas 2045. Usia 100 tahun, itu artinya Indonesia akan mengalami usia emas pada tahun itu.
Visi Indonesia Emas 2045 yaitu mewujudkan tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang lebih baik dan merata dengan kualitas manusia yang lebih tinggi, ekonomi Indonesia yang meningkat menjadi negara maju dan salah satu dari lima kekuatan ekonomi terbesar dunia, pemerataan yang berkeadilan di semua bidang pembangunan, dalam bingkai NKRI yang berdaulat dan demokratis.
Pencapaian visi Indonesia tersebut dibangun dengan empat pilar pembangunan, yaitu Pembangunan manusia serta penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, Pemerataan Pembangunan, serta Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Pemerintahan.
Untuk mencapai impian tersebut, Presiden Jokowi menjelaskan setidaknya ada tiga hal pokok yang akan menjadi acuan untuk menggapai visi Indonesia Emas 2045;
Pertama adalah stabilitas bangsa dan negara; Kedua, keberlanjutan dan kesinambungan dalam memimpin; dan Ketiga adalah Sumber Daya Manusia (SDM), yang menjadi kekuatan besar bangsa Indonesia.
Problematika yang masih ada
Kendati demikian, untuk mencapai impian tersebut tidaklah mudah. Perlu ada kolaborasi dan kerja sama yang solid dari kita semua, agar semua persoalan (dalam lingkup keluarga) bisa diatasi bersama.
Dapat dilihat bahwa salah satu persoalan besar yang masih menggergoti kita saat ini guna mewujudkan SDM yang unggul yaitu persoalan stunting. Persoalan ini harus mendapat perhatian serius dari kita semua agar generasi kita kelak bisa berdaya saing, sehat, dan unggul.
Karena itu, yang harus kita lakukan dalam keluarga sebagai tonggak pertama adalah mencegah terjadinya stunting sejak dini, khususnya sejak sebelum perkawinan/pra pernikahan. Melalui pencegahan sebelum perkawinan sampai 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK), maka keluarga kita akan menghasilkan generasi unggul, cerdas, dan sehat.
Harapan Harganas ke-31
Harganas sebagai moment berharga setiap keluarga untuk berkumpul dan berefleksi
tentang hidup masa depan, harus terbentuk secara baik. Dengan tema yang bernuansa penuh harapan, Harganas harus dijadikan sebagai awal di mana kita semakin memperhatikan kualitas keluarga dan generasi kita di masa mendatang.
Poin pentingnya adalah bagaimana pemberian nutrisi dan asupan gizi terbaik bagi
anggota keluarga, bahkan sejak di 1000 hari pertama kehidupan, patut diperhatikan dengan saksama oleh setiap keluarga.
Hemat saya, hal tersebut bisa dikata sebagai salah satu langkah efektif dalam mencegah stunting. Bagaimana mengubah hidup menjadi lebih sehat dan terencana, untuk menyelamatkan masa depan generasi penerus bangsa dari bahaya stunting.
Selamat merayakan Hari Keluarga Nasional untuk semua keluarga NTT. Jadilah Keluarga Berkualitas, demi harapan Generasi Emas. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.