Opini

Opini: Mengenal Hole dan Jingitiu, Warisan Budaya Takbenda dari Sabu

Warisan budaya benda adalah suatu warisan budaya berupa benda-benda yang bersifat material atau fisik yang dapat dilihat dan juga diraba.

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Amadeus Jacaranda 

Akibatnya hanya pada waktu tertuntu, nama leluhur bisa diucapkan, misalnya pada peristiwa kematian. Menurut kepercayaan orang Sabu, pada saat peristiwa kematian jalan antara kehidupan orang hidup dan mati terbuka, disaat itulah masyarakat bebas menyebutkan nama-nama leluhur dan nenek moyang.

Penyebutan nama para leluhur pada saat ini dipercaya sebagai undangan kepada nenek moyang untuk datang ke dunia orang hidup.

Walaupun Jingitiu sering diperhadapkan secara antagonis dengan agama-agama dari luar, bagi para penganutnya Jingitiu adalah sebuah cara hidup yang mengakar. Jingitiu bukanlah sebuah agam yang bisa dilepaskan maupun diganti.

Bagi masyarakat Sabu, Jingitui merujuk pada penerapan kepercayaan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk Aturan Adat (Riberu, 2021). Orang Portugis menamakan kepercayaan orang Sabu dengan Genios yang berarti kafir atau tidak bertuhan.

Hal ini mebuat penyebutan Jingitui sering disangsikan sebagai sebuah kesalahan penyebutan oleh penutur bahasa Sabu, dan akhirnya menghasilkan kata Jingitiu.

Namun hal ini ditentang oleh pemegang kepercayaan Jingitiu di berbagai wilayah adat di Sabu.

Kepercayaan Sabu sendiri mengakui keberadaan Tuhan yang disebut dengan berbagai penggambaran bahasa lokal seperti Tuhan yang Melinduni, Tuhan yang Merangkul, Tuhan yang Mengetahui dan lain sebagainya.

Selain mempraktekkan agama Jingtiu, masyarakat Sabu juga memiliki sebuah tradisi penguburan jenazah yang unik. Pada saat meninggal, jenazah dikuburkan di bawah atau di dekat rumah tradisional Sabu.

Lubang kuburnya berbentuk lingkaran dan jenazah akan dikuburkan di samping barang-barang pribadi. Sebelum jenazah dimasukkan ke dalam lubang kubur, jenazah akan ditutup dengan tikar.

Tikar ini dianggap sebagai layar perahu yang mengangkut roh orang mati ke perhentian akhir, Tanjur Sasar.

Mayat ditempatkan di kuburan sesuai dengan aturan suku, dengan beberapa menghadap matahari terbenam dan yang lainnya menghadap ke laut.

Sebuah uang logam diletakkan di alis mayat, yang dianggap mewakili bekal terakhir mayat selama perjalanannya. Bersama-sama dengan kematian seseorang, seekor hewan, biasanya seekor babi, disembelih dan dimakan bersama.

Daging yang dimakan bersama melambangkan daging yang akan dibawa oleh roh yang telah meninggal, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk roh-roh lain yang masih dalam perjalanan.

Orang Sabu memiliki kepercayaan unik tentang wilayah tempat tinggal orang hidup dan orang mati. Menurut orang Sabu, dunia orang mati berada di Juli Haha atau Tanjung Sasar.

Pada saat seseorang meninggal, jiwanya akan berlayar ke Raijua, Pulau Dana dan akhirnya berlabuh di Tanjung Sasar. Para leluhur orang Sabu menggambarkan Tanjung Sasar berada di bagian barat pulau Sabu, ke arah Sumba bagian tengah (Kini, 2022).

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved