Opini
Opini: Dari Freire ke Pendidikan Vokasi
Pola semacam itu merupakan salah satu kekhasanyang bisa kita temukan ketika membaca tulisan-tulisan Adrianus yang terbit di koran sejak 2009.
Gagasan tentang pendidikan hadap-masalah yang mengemukakan harapan terus dilanjutkan Freire di karya-karya yang terbit belakangan, misalnya dalam Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan.
Melanjutkan gagasannya dalam Pendidikan Kaum Tertindas, Freire menulis dalam salah satu suratnya di buku Pendidikan sebagai Proses: Surat-menyurat Pedagogis dengan Para Pendidik Guinea-Bissau:
“Pendidik harus secara konsisten menemukan dan terus mencari cara-cara yang memudahkan peserta didik untuk melihat objek yang harus diketahui dan akhirnya dipelajari, sebagai sebuah masalah. Tugas pendidik ini bukannya menggunakan alat dan cara tersebut untuk menemukan objek pengetahuan dan kemudian menawarkannya secara paternalistik kepada peserta didik, karena ini berarti mengingkari usaha peserta didik untuk memperoleh pengetahuan.
Dalam hubungan antara pendidik dan peserta didik yang dimediatori oleh objek pengetahuan yang harus disingkap, faktor yang paling penting adalah perkembangan sikap kritis terhadap objek, bukannya apa yang diajarkan pendidik
tentang objek.”
Sejarah pendidikan formal di Indonesia, terutama pendidikan vokasi, tidak bisa tidak mesti menyinggung kelahiran dan perkembangan sekolah-sekolah di era kolonial.
Meski pendidikan formal merupakan dampak dari politik etis pemerintah kolonial, praktiknya politis dan tidak bebas nilai.
Sejumlah formasi, termasuk formasi dalam pendidikan vokasi, dibentuk berdasarkan standar yang ditetapkan kolonial, serta untuk melayani kebutuhan pemerintah kolonial.
Kita bisa membaca perkembangan pendidikan pada era tersebut misalnya dalam Sejarah Pendidikan Indonesia karya S. Nasution, dan Guru Kita: Artis Karakter & Kecerdasan karya H.A.R. Tilaar.
Menurut Robertus Robert, sebagai institusi yang tidak netral, sekolah mengembangkan ideologi organisasinya sendiri dengan mereproduksi relasi kekuasaan yang sudah melekat di dalam masyarakat.
Dengan demikian, kegagalan dan ketidaksetaraan sosial bisa ditamengi sebagai kegagalan pribadi siswa.
Hegemoni semacam itu, bersembunyi dalam perspektif pendidikan vokasi, membuat kita enggan mempertanyakan mengapa sekolah bisa tetap berfungsi untuk melayani permintaan kapital ketika ketimpangan-ketimpangan lain justru menganga lebar sebagai hasil dari model pendidikan semacam itu.
Meski demikian, hegemoni bisa juga dilihat dalam perspektif menguntungkan dengan mengembangkan pendidikan kritis dalam sekolah vokasi.
Dengan mengkaji pemikiran-pemikiran Gramsci, Apple, dan Giroux, John Hoben mengajukan pendapat bahwa dimensi budaya hegemoni memberikan peluang bagi posisi unik pendidikan vokasi sebagai ruang perlawanan terhadap kesenjangan yang kian melebar antara kepentingan ekonomi sempit dan konsepsi menyeluruh kebaikan publik.
Dengan pendidikan kritis, siswa sekolah vokasi justru bisa melihat diri mereka berbeda dari para siswa lain, dan menyadari sepenuhnya bahwa pengetahuan begitu beragam sekaligus merupakan bagian dari konstruksi masyarakat.
Kesadaran terhadap keberagaman merupakan modal awal untuk mengidentifikasi masalah sehari-hari secara kontekstual, unik, dan spesifik.
Sebagai penulis sekaligus pendidik sekolah vokasi, Adrianus dalam kedua bukunya menyediakan solusi-solusi praktis bagi sebagian besar masalah yang dikomentarinya, dan bisa kita temukan tersebar sepanjang kedua buku tersebut.
Melalui tulisan ini, saya membawa perbincangan ke konteks yang lebih luas sekaligus menampilkan sedikit benang merah dengan konteks tersebut, menawarkan bagi kita salah satu perspektif untuk membaca tulisan-tulisan dalam kedua bukunya. (*)
| Opini: IKK NTT Terendah Ketiga, Harapan atau Tantangan di Tengah Pemangkasan TKD? |
|
|---|
| Opini: Jalan Terjal Menuju Generasi Emas NTT |
|
|---|
| Opini: Kearifan Lokal Menuju Demokrasi Berkeadaban |
|
|---|
| Opini: Menjaga Demokrasi Kampus dari Politik Zero-Sum Game |
|
|---|
| Opini: Saat Komunikasi Publik Menjadi Kunci Layanan Kesehatan Daerah |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Mario-F-Lawi-penyair.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.