Opini

Opini: Mgr Max Regus dan Republik Sialan

Padahal candaan segar dan menggigit terutama dengan ‘kelakuan’ sahabat-sahabatnya selalu menjadi sebuah bacaan ringan yang menarik.

|
Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus, Pr 

Banyak orang mengira, MR hanya sebagai ‘calon penggembira’. Ia tidak akan bakal lolos karena di hadapannya adalah Prof Dr Yohanes Servatios Lon. Ia sudah memiliki segalanya termasuk sebagai incumbent.

Tetapi MR membuat kejutan dan terpilh jadi Rektor. Tepatnya setahun (atau lebih tepat belum setahun) lalu karena proses itu terjadi pada Juli 2023.

Inilah ujian perdana yang membuktikan bahwa MR meski dari segi usia dan pengalaman masih di bawah banyak seniornya, tetapi ia bukan ‘sembarangan’.

Candanya yang polos menandakan MR yang apa adanya hal mana membuatnya bisa melangkah begitu jauh menjadi Rektor Perguruan Tinggi Katolik terbesar di Flores saat ini.

Ketiga, MR tidak henti-hentinya membuat surprise bukan didisain dari dirinya tetapi atas keterpilihiannya menjadi Uskup Labuan Bajo.

Hal ini bukan pertama-tama karena baru setahun menjabat rektor Unika St Paulus dan barangkali belum berbuat apa-apa dalam 11 bulan menjabat.

Orang tentu saja berharap bahwa MR bisa menyelesaikan minimal satu periode dan mengurus jenjang akademis tertinggi sebagai profesor mengikuti banyak dosen di St. Paulus yang sudah mencapainya.

Tetapi jabatan ‘duniawi’ ini tentu bisa dikalahkan oleh pertimbangan rohani yang jauh lebih penting menjadi Uskup. Sampai di sini surprise itu bisa menjadi lebih kuat karena ada nilai yang jauh lebih penting.

Republik Sialan

Pertanyaan yang jauh lebih penting sebenarnya tentang surprise apa yang dinantikan dari Mgr Max Regus di Keuskupan Labuan Bajo?

Pertama, secara internal, Uskup kelahiran 23 September 1973 berhadapan dengan kondisi Gereja yang sedang tidak baik-baik saja.

Perlu diakui bahwa Manggarai Raya terutama Manggarai Barat memiliki tradisi intelektual yang sangat tinggi dengan hadirnya imam (dan awam) yang sangat cerdas.

Hal ini menjadi sebuah kekuatan tetapi bila tidak dikelola bisa menjadi persoalan. Ini pula yang jadi catatan bahwa uskup sebelumnya: Van Bekum, Vitalis Jebarus, Edu Sangsun, dan Uskup Leteng, tidak meninggalkan takhtanya dalam keadaan baik-baik saja.

Beruntung, pada masanya Uskup Sipri mengurai permasalahan itu dan menawarkan solusi yang terwujud kini dengan pemekaran keuskupan Ruteng.

Dalam arti ini dan dengan tradisi baru sebagai keuskupan baru, maka rancang bangun Gereja secara internal (terutama dengan para imam Keuskupan Labuan Bajo) sebagai landasan pijak untuk bisa bermisi keluar lebih meyakinkan.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved