Wisata NTT
Wisata NTT - Jangan Lewatkan Pesona Tradisi Budaya Kampung Adat Praimadita Sumba Timur
Desa Praimadita tidak hanya punya potensi wisata alam, tetapi juga menyuguhkan pesona tradisi budaya yang sayang untuk Anda lewatkan.
Saat ini alang-alang mulai sulit dicari, kalaupun ada harganya tidak terlalu berbeda jauh dengan harga seng bahkan di beberapa tempat cenderung lebih mahal dari seng sehingga masyarakat sudah mulai menggunakan seng.
Selain lebih mudah diperoleh, harga terjangkau, seng juga dinilai lebih aman bila terjadi kebakaran.
Sementara dinding dan lantai rumah biasanya terbuat dari bambu atau papan. Pemilik rumah harus menyiapkan
sejumlah ekor hewan misalnya ayam dan babi untuk ritual. Rumah adat biasa disebut uma dalam bahasa setempat.
Saat rumah telah selesai dibangun, pemilik rumah akan menyiapkan hewan untuk dipotong dan dinikmati bersama sebagai tanda syukur.
Keluarga juga akan mengundang suku lain dalam tahapan ini untuk makan bersama.
Di titik paling atas rumah adat yang biasa disebut loteng (hindi) diletakkan barang berharga berupa emas baik mamuli, kanatar, kris atau koin perak.
Benda itu akan diletakkan dalam anyaman daun gewang (Ana Mbeaka). Penempatan benda berharga ini seringkali tergantung kabisu (klan). Ada yang mengharuskan diletakkan mamuli emas atau bentuk lain yang sudah disebutkan.
Yang pasti benda yang diletakkan teersebut baik berupa emas dan perak merupakan barang terbaik atau pilihan karena menjadi simbol Marapu sehingga sering disebut Tanggu Marapu la Hindi (bagian leluhur yang tersimpan di atas loteng. Emas atau perak Tanggu Marapu tidak boleh dipegang oleh sembarang orang. Hanya tetua adat atau orang yang ditahbiskan secara adat saja yang bisa memegangnya. Begitu pula ada istilah Tanggu Marapu la Kaheli (bagian leluhur yang tersimpan di balai-balai) biasanya berupa benda-benda pusaka mili keluarga/klan/kabisu. Biasanya benda-benda ini hanya akan dikelurkan saat ritual adat tertentu saja.
Berdasarkan informasi, tidak semua rumah adat memiliki Tanggu Marapu. Hanya turunan bangsawan saja yang bisa memilikinya.
Tidak seperti rumah adat lainnya, padi hasil panen tidak diletakkan di rumah adat. Lumbung atau tempat padi dibuat khusus dan tidak berada di dalam rumah adat.
6. Ritual Sembahyang untuk Hewan
Memohon penhamunan desa, nyepi dan tahun baru Sumba. Ritual dilakukan di titik sembahyang (katuada). Simbolnya berupa batu dan kayu.
Saat titik sembahyang ditentukan maka perlu disiapkan emas (amahu rara), baik mamuli atau sejenis perhiasan lain sebagai dasar yang diletakkan di bawah batu atau kayu. Di katuada inilah, empunya hewan melakukan sembayang (hamayang).
Katuada bisa untuk satu orang atau beberapa orang sekaligus yang memiliki lokasi/wilayah penggembalaan hewan yang sama.
Beberapa pemiliki yang menggunakan padang gembala yang sama bisa melakukan ritual bersama di titik yang ditentukan. Sesama pemilik hewan bisa saling mendukung dengan membawa babi atau ayam untuk kebutuhan ritual.
Ritual ini biasanya dilakukan pada bulan Juli. Alasannya, bulan Juli diyakini sebagai saat ternak berkelahi dan kawin (patua’a mbada/wula patua). Sehingga usai ritual diharapkan hewan akan berkembang biak dengan baik dan bertambah banyak.
Masyarakat Desa Praimadita biasanya melakukan ritual ini untuk di padang penggembalaan sapi, kuda atau kerbau.
Ada beberapa jenis katuada atau titik sembahyang tergantung peruntukannya. Katuada kawin’du (titik sembayang dekat rumah), katuada pa’da (untuk hewan), dan katuada wua ka (titik sembayang di sawah).
7. Tradisi saat Kematian
Selain tradisi bagi orang yang masih hidup, ada pula tradisi adat yang dijalankan saat salah satu anggota keluarga di Desa Praimadita meninggal dunia.
Keluarga yang meninggal dunia akan disemayamkan di rumah duka. Keluarga dan handai taulan akan datang melayat membawa hewan atau sarung tergantung hubungan orang yang melayat dengan orang yang meninggal dunia.
Jenazah akan disemayamkan 3-7 hari lamanya bagi masyarakat yang sudah menganut agama Kristen, sementara bagi mereka yang masih menganut kepercayaan Marapu, jenazah akan disemayamkan setengah bulan hingga satu tahun lamanya sebelum dikuburkan.
Salah satu contoh Umbu Yadar (Alm). Putra Raja Karera ke-3 Raja Umbu Hunga Meha (Alm) yang baru meninggal pada 8 Juli 2019 lalu.
Almarhumah meninggal di Surabaya. Jenazahnya dibawa pulang ke Sumba Timurdan sempat disemayamkan di rumahnya di Kota Waingapu, ibu kota Sumba Timur dan disemayamkan pula di rumahnya di Desa Nggongi (desa tetangga Desa Praimadita-masih satu sumber nenek moyang) selama 20 hari.
Selama waktu tersebut, kerabata, saudara dan kenalan bisa melayat, namun setelah itu, jenazah
dimasukkan ke dalam kamar pribadi (ruangan khusus) selama satu tahun dan baru akan dikubur pada tahun 2020 .
Setelah jenazah dimasukkan maka hanya keluarga inti saja yang boleh masuk dan melihat kondisi jenazah hingga nanti akan dikubur secara adat. Hewan akan dikorbankan saat penguburan berlangsung pada 2020 nanti.
Biasanya saat jenazah mulai disemayamkan, keluarga yang berduka akan melakukan diskusi (Paha ma) untuk menentukan keluarga mana saja yang akan diundang secara adat untuk menghadiri peristiwa duka misalnya anak perempuan yang telah menikah dan tinggal bersama suami, ipar, besan dan keluarga besar lainnya.
Setelah itu keluarga akan mengutus wunang atau salah satu atau beberapa orang keluarga untuk memberitahukan keluarga yang telah ditentukan. Meski keluarga yang dituju sudah mengetahui perihal kematian tersebut, namun secara adat keluarga berduka akan berkunjung dan memberikan informasi langsung kepada keluarga yang dituju.
Keluarga yang diundang biasanya akan membawa kain baik sarung maupun selimut dari tenunan khas Sumba atau hewan baik babi, kerbau, kuda atau sapi serta membawa kebutuhan untuk makan dan minum seperti gula,
kop , beras, dan lain-lain untuk mendukung seluruh rangkaian acara.
Berbeda dengan budaya di tempat lainnya, tamu atau keluarga yang datang melayat wajib diberi makan dan minum oleh keluarga yang berduka. Hal ini tidak terlepas dari tradisi yang berlangsung sejak dahulu kala dimana jarak antara satu kampung dengan kampung yang lain cukup jauh. Orang harus berjalan kaki atau menggunakan kuda untuk bisa datang melayat bahkan harus menginap sehingga memberi makan kepada para tamu yang datang sebagai bentuk penghargaan karena tamu sudah datang dari jauh dan menyumbang untuk keluarga yang berduka.
Meski transportasi sudah lancar dan lama perjalanan lebih cepat namun tradisi ini tetap dipertahankan hingga saat ini.
Saat penguburan, maka anak kawini (keluarga yang mengambil anak perempuan dari keluarga tersebut) akan membawa kerbau atau kuda, sementara yiara (pihak om atau paman) akan membawa kain atau sarung terbaik, dan pihak kuta angu lulu (saudara) akan membawa sarung (lawu) atau kain (hinggi) babi, beras, kopi, dan gula.
Ritual tersebut ada yang dilangsungkan di tempat yang sama dan secara reguler setiap tahun pada tanggal atau bulan, namun ada juga yang dilakukan di saat tertentu.
Bila saat akan berwisata ke wilayah ini dan ritual tersebut terjadi, maka Anda bisa saja ikut dengan terlebih dahulu berkomunikasi dengan tour guide serta tetap mengikuti aturan adat yang berlaku di wilayah tersebut.
8. Tradisi meminang perempuan dan menikah secara adat Sumba
Tradisi meminang di Sumba dilakukan dalam beberapa tahapan. Setiap tahapan, laki- laki Sumba wajib membawa sejumlah hewan berupa kuda, kerbau dan sapi serta mamuli emas untuk pihak keluarga perempuan dan akan dibalas dengan kain terbaik dan babi untuk diserahkan kepada keluarga laki-laki.
Setiap tahapan akan diarahkan oleh wunang (juru bicara) dari masing-masing pihak keluarga. Di tahap akhir biasanya sang perempuan bisa diboyong ke rumah laki-laki karena telah sah menjadi suami istri secara adat.
Namun, bagi para pemeluk agama Kristen, meski sudah sampai tahapan ini, mereka tetap tidak bisa tidur bersama sebagai suami istri sebelum akhirnya diberkati secara sah di gereja atau dinikahkan dengan agama lainnya.
Meski masyarakat di sana tampak hidup bebas dan damai namun mereka harus memegang teguh aturan adat termasuk kepercayaan untuk tidak mendatangi tempat-tempat tertentu yang dilarang (pamali). Jika tidak, maka bencana atau sakit bahkan hingga kematian bisa saja terjadi.
Beberapa tempat yang terlarang/pamali diantaranya Pahomba. Masyarakat Desa Praimadita percaya bahwa salah satu suku yang ada yakni suku Kalawua tidak bisa naik di tempat tersebut.
Suku lain selain suku Kaluwa bisa pergi ke tempat tersebut termasuk wisatawan yang berkunjung ke wilayah tersebut. Bila warga Suku Kaluwa melanggar maka mereka bisa saja sakit atau meninggal dunia.
Tempat lain yang tidak bisa dimasuki sembarangan orang adalah Pangguru Tanuama, tempat tinggal awal masyarakat Desa Praimadita yang berada di salah satu bukit tepat di ujung Desa Praimadira. Itulah tempat dimana masih ada kubur para leluhur dan tempat sembayang.
Dari cerita tokoh adat setempat, masyarakat Desa Praimadita baru pindah ke lokasi desa saat ini
pada tahun 1.
Ada pula kisah batu penji (tiang batu) berbentuk bulan sabit di Pulau Salura. Pulau Salura dulu merupakan bagian dari Desa Praimadita sebelum akhirnya mekar menjadi Desa Praisalura.
Dari kesaksian salah satu penduduk Desa Praimadita, batu itu pernah hendak dicuri karena bisa dijual dengan harga yang cukup mahal. Tergiur akan keuntungan yang bisa diperoleh, warga ini ingin mencuri batu tersebut. Ia lalu pergi dengan beberapa orang pemuda dewasa yang berbadan kekar untuk membantunya mengangkat batu penji. Ia merasa masih punya hak karena leluhurnya juga pernah memiliki batu tersebut.
Di malam hari, ia dan rombongan berangkat dari Pantai Katundu menuju Pulau Salura.
Tiba di pekuburan tua tempat batu itu diletakkan, ia dan beberapa pemuda berupaya untuk mengambil dan mencabut batu yang terancap di tanah. Sayang usaha itu sia-sia. Meski mencoba beberapa kali, namun usaha itu gagal. Bahkan batu itu sempat retak hampir patah namun mereka tidak bisa mengangkatnya.
Malah dari dalam batu keluar cahaya yang menyilaukan. Melihat itu, ia dan beberapa pemuda pun ketakutan dan takut bila terjadi sesuatu yang tak diinginkan.
Mereka pun memutuskan untuk kembali ke Katundu dan tidak jadi mengambil batu itu hingga sekarang.
Meski agak miring dari posisi semula namun batu itu masih ada hingga saat ini di Pulau Salura.
Kesenian
Kesenian di Desa Praimadita diwariskan secara turun-temurun. Beberapa lagu sering dinyanyikan sesuai dengan situasi misalnya you yela khusus kematian orang besar atau turunan raja. Ada pula lagu yang dinyanyikan saat musim panen (lu’du paggayang), dinyanyikan bersahut-sahutan serta lagu saat menginjak padi (lu’du parina uhu).
Alat musik yang sering digunakan untuk tarian dan lagu yakni gong dan tambur. Namun, cara menabuh tambur dan memukul gong berbeda dalam misalnya cara menabuh gong saat situasi nikah (adat) dan bahagia berbeda dengan saat kematian atau suasana duka.
Ada pula beberapa tarian yakni tarian harama, kabokang (tarian penyambutan). Keduanya bisa ditarikan baik oleh laki-laki maupun perempuan.
Selain untuk menyambut tamu, tarian kabokang bisa ditarikan setelah acara penguburan. Sementara untuk perempuan ada tarian khusus yakni kadingang, reanja guku, dan nimbu harama.
Permainan
Permainan gasing antar kampung (pajulu maka) biasanya dilakukan saat panen atau saat membangun rumah adat untuk mengisi waktu senggang. Selain permainan gasing biasanya dilakukan juga permainan taji ayam (pata’jing manu).
Pacuan Kuda
Pacuan kuda dilaksanakan selama 10 hari di bulan September-Oktober di Desa Nggongi setiap tahunnya. Peserta berasal dari tujuh kecamatan di Sumba Timur bagian selatan.
Makanan
Salah satu makanan khas dari Desa Praimadita dikenal dengan nama uhu kadita taigangga yang terbuat dari pulut hitam, ada juga manggullu yang dibuat dari pisang merah, kaparak kirilu (petatas yang dikeringkan dan ditumbuk)
Transportasi
Anda pasti sudah mulai membayangkan bagaimana kenikmatan perjalanan Anda ke Desa Praimadita. Maklum, desa ini memang belum banyak dikunjungi wisatan dan alamnya masih sangat terjaga.
Bagi Anda yang ingin merasakan sensasi petualangan sejati di alam Desa Praimadita serta ingin tahu lebih jauh soal kearifan lokal dan budayanya, jangan tunggu waktu lama untuk berkunjung ke surga di selatan Kabupaten Sumba Timur ini.
Perjalanannya tidak sulit. Bila Anda berasal dari luar negeri maka Anda bisa naik penerbangan dari negara asal dan transit di Bali atau Kupang, ibu kota Nusa Tenggara Timur.
Penerbangan bisa dilanjutkan dari Bandara Ngurah Rai Bali atau Bandara El Tari Kupang menuju Bandara
Umbu Mehang Kunda, Waingapu, Sumba Timur.
Sementara yang berasal dari Indonesia bisa langsung mengakses penerbangan dari Bali, Kupang atau daerah asal Anda.
Setelah tiba di Waingapu Anda bisa menggunakan mobil travel ke hotel untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan ke Desa Praimadita.
Ada sekitar 16 hotel dan homestay ala backpacker di Waingapu. Anda bisa memilih untuk menginap di Hotel Padadita yang menyajikan keindahan pantai dan suasana hijau segar atau memilih Hotel Tanto di pusat kota
Waingapu atau Hotel Merlin, Hotel Jemmy, Villa Amidala, Praikamari Guesthouse, Casa Kandara Waingapu, dan beberapa homestay lainnya.
Setelah beristirahat dan menikmati beberapa lokasi wisata di sekitar Waingapu, perjalanan ke Desa Praimadita bisa dilakukan di pagi hari. Sebaiknya setelah sarapan, sekitar pukul 06.00 atau 07.00 Wita, Anda sudah harus bergegas menuju Praimadita sehingga masih bisa melihat keindahan pegunungan dan singgah di beberapa titik wisata sebelum tiba di Desa Praimadita.
Akses transportasi umum dari Kota Waingapu, ibu kota Kabupaten Sumba Timur ke Kampung Adat Praimadita sekitar 100 kilometer. Biasanya ditempuh sekitar lima jam perjalanan dengan menggunakan truk bak kayu, yang merupakan transportasi umum reguler bagi masyarakat setempat. Warga biasanya merogoh kocek sekitar Rp 30.000 per orang dari Waingapu ke Desa Praimadita.
Sementara bagi wisatawan atau pengunjung bisa juga memanfaatkan jasa mobil strada Rp 1,5 juta per sekali jalan untuk lima-enam orang penumpang. Total pulang pergi dengan strada Rp 3 juta.
Bila ingin keliling kampung atau menuju destinasi wisata di sekitar Praimadita hanya bisa dillakukan dengan jalan kaki, naik motor warga, atau mobil yang disewa dari Waingapu.
Harga sewa kendaraan di dalam kampung sekitar Rp 10.000-50.000 ribu per orang tergantung jauh dekat lokasi wisata (mungkin sekarang harga sewanya sudah naik). Namun, akan lebih mudah bila menngunakan starda sehingga bisa langsung diantar ke lokasi tanpa mengeluarkan biaya tambahan.
Bila ingin ke Pulau Salura atau pantai di pulau lain bisa menggunakan perahu milik warga sekitar Rp 150 ribu per orang. Ada juga per paket lima orang biayanya Rp 700 ribu menggunakan lumunium speed boat.
Di desa Anda juga bisa merasakan bagaimana naik kuda dengan harga sewa Rp 50.000-Rp 100 ribu per sekali naik tergantung jarak yang ditempuh.
Komunikasi
Pastikan bila akan berwisata ke Desa Praimadita, seluruh keperluan dan pekerjaan yang berkaitan dengan internet bisa diselesaikan selama Anda berada di Waingapu bahkan sesaat sebelum berangkat dari negara atau daerah asala karena sarana komunikasi dan informasi yang bisa diakses oleh warga dan wisatawan hanyalah jaringan seluler GSM Telkomsel, tanpa jaringan 3G dan 4G untuk akses internet.
Mungkin akan terasa sulit bagi Anda yang sudah sangat bergantung dengan internet baik dalam hal komunikasi maupun pekerjaan. Namun, ada baiknya kesempatan ini digunakan untuk detoks dari segala hingar bingar hidup dengan internet dan lebih memusatkan hidupmu pada kesederhanaan dan fokus pada dirimu sendiri selama berwisata di Desa Praimadita.
Siapkan dirimu untuk hidup tanpa internet bahkan tanpa televisi atau teknologi lain yang Anda rasakah di kota.
Bagi Anda yang berasal dari luar negeri, untuk kebutuhan komunikasi saat emergency atau untuk kebutuhan komunikasi, maka bisa membeli kartu telekomunikasi baik SIMPATI maupun AS untuk ditukar dengan SIM card dari negara asal.
Namun, perlu diingat hanya untuk jaringan seluler GSM Telkomsel tanpa internet untuk whatsapp, Facebook, dan media sosial lainnya.
Fasilitas Pendukung
Berada jauh dari Waingapu, ibu kota Kabupaten Sumba Timur tidak berarti tak ada fasiltas dasar untuk menunjang hidup para wisawatan mancanegara maupun wisatawan lokal saat berkunjung ke Desa Praimadita.
Di desa ini, Anda bisa mendapatkan akses listrik untuk penerangan atau charger handphone, air untuk kebutuhan mandi, cuci, dan minum, serta sarana kesehatan dan tempat ibadah.
Bila Anda tiba-tiba sakit, mengalami cedera atau kecelakaan kecil saat berwisata bisa ditangani langsung oleh para medis di Desa Praimadita. Desa ini memiliki satu unit Puskesmas dan satu unit Rumah Sakit Bergerak di Desa Nggongi (desa tetanggga) yang jaraknya cukup dekat.
Meski belum ada dokter spesialis, namun pertolongan pertama bisa diberikan oleh dokter dan perawat yang berada di Puskesmas maupun rumah sakit.
Sebagai antisipasi, bila Anda memiliki penyakit atau alergi tertentu maka bisa membawa obat dari negara atau daerah asal untuk jaga-jaga bila tak ada obat serupa di Desa Praimadita.
Sementara bagi Anda yang tetap ingin menjalankan ibadah selama berwisata maka ada tujuh gereja Kristen dan satu kapela Katolik di sekitar Desa Praimadita. Bagi Anda yang beragama muslim terdapat musola kecil di salah satu penginapan dekat Pantai Katundu. Untuk sholat lima waktu disediakan arah kiblat di setiap homestay.
Meski belum ada restaurant atau warung representatif, namun Anda tidak perlu khawatir karena para ibu di Desa Praimadita pandai mengolah makanan laut dan menyiapkan makanan untuk kebutuhan para wisatawan selama berwisata. Biasanya pihak homestay akan membantu Anda mendapatkan makanan yang dimasak dengan baik untuk dihindangkan baik untuk sarapan, snack, makan siang dan makan malam.
Bagi Anda yang beragama muslim, juga akan disediakan makanan yang layak dikonsumsi dan halal.
Beberapa kios kecil pun tersedia baik untuk kebutuhan tertentu misalnya sandal jepit, sabun, shampo, kopi, gula, biskuit, dan beberapa kebutuhan dasar lainnya namun terbatas.
Snack dan kebutuhan lain yang sekiranya Anda butuhkan saat berada di Desa Praimadita bisa dibawa dari negara atau daerah asal atau dibeli di beberapa mini market di Kota Waingapu.
Penginapan
Agar bisa menikmati beberapa destinasi wisata yang ada di Desa Praimadita termasuk mengunjungi Pulau Salura dan pulau lainnya, maka Anda harus menginap di beberapa homestay yang disediakan warga.
Ada satu homestay milik keluarga Alm. Umbu Yadar (tokoh Desa Praimadita). Tersedia empat kamar lengkap dengan listrik, air, AC dan dua kamar mandi dalam.
Selain itu di Pantai Katundu terdapat dua tempat menginap yakni Rumah Tunggu, lengkap dengan musola, 4 kamar,dan dua toilet. Serta penginapan sederhana ala rumah Sumba dengan atap dari daun gewang untuk backpacker atau keluarga kecil dengan lima kamar dan empat toilet di luar kamar.
Di tahun 2020, Anda juga sudah bisa menikmati cottage yang sedang dibangun di Desa Praimadita.
Biaya untuk homestay bervariasi mulai dari Rp 350.000 - Rp 500.000 per malam.
Sebelum kembali ke Waingapu Anda bisa mengunjungi beberapa titik rumah warga yang menyediakan souvenir sebagai oleh-oleh seperti tenun ikat dan pangan lokal yang dikemas menjadi cemilan nikmat.
Keamanan
Selain fasilitas, keindahan, dan kenyamanan tempat wisata, salah satu hal yang paling penting yang soal keamanan.
Jangan khawatir karena Desa Praimadita masih sangat aman. Masyarakat di sana hidup dalam semangat persaudaraan, gotong royong dan damai.
Meski banyak warga yang belum banyak mengenal dunia luar atau pandai mengakses teknologi namun secara moral, masyarakat di Desa Praimadita sangat menghargai tamu atau wisawatan yang datang ke desa mereka.
Tidak usah ragu untuk bertanya, karena beberapa orang muda dan guide menuju Desa Praimadita dan destinasi wisata di sekitar desa sudah tersedia. Sejauh komunikasi berjalan baik maka seluruh masyarakat akan melayani Anda dengan baik dan ramah.
Selain menggunakan bahasa daerah, sebagian besar warga juga sudah pandai berbahasa Indonesia, jadi jangan pernah takut akan kehilangan arah saat berada di desa indah ini.
Bila beruntung, maka dengan komunikasi yang baik Anda juga bisa ikut dalam acara adat masyarakat setempat yang kebetulan berlangsung saat Anda berwisata ke sana.
Kampung Adat Praimadita akan didukung dengan objek wisata menarik lain di desa-desa sekitar, yakni wisata bahari khas laut selatan dan air terjun, di antaranya:
1) Air Terjun Laputi, di Desa Praingkareha, Kecamatan Tabundung yang airnya mengalir sepanjang tahun melalui hamparan bebatuan yang bertingkat-tingkat. Di puncaknya terdapat sebuah danau keramat, di mana terdapat belut yang tidak boleh ditangkap dan dimakan karena menurut kepercayaan masyarakat setempat jika belut tersebut dimakan maka orang tersebut akan mati.
2) Air Terjun Kanabu Wai di Desa Waikanabu, Kecamatan Tabundung yang terkoneksi dengan kawasan Taman Nasional Laiwanggi Wanggameti dengan berbagai flora dan fauna yang unik dan menarik. Lokasinya cukup jauh sehingga harus ada perhitungan matang sebelum ke sana.
3) Pantai Watu Parunu di Desa Lainjanji, Kecamatan Wulla Waijelu, dengan karakteristik tebing tinggi yang terbentuk dari susunan beberapa jenis batu memberi pesona tersendiri saat mengunjungi pantai tersebut, Seakan siap menantang kerasnya arus pantai selatan. Saat air bergerak surut, anda dapat mendekati areal tebing melalui celah batu alam yang oleh penduduk setempat disebut Watu Parunu.
4) Pantai Tawui di Desa Tawui, Kecamatan Pinu Pahar, dengan ciri khas gulungan ombak yang tak henti-henti dan hamparan kerikil membungkus sepanjang garis pantai membuat siapa saja enggan untuk beranjak dari tempat ini karena sangat exotis.
5) Sejarah Raja, kubur raja, dan adat istiadat Raja Nggongi, desa tetangga Praimadita.
(https://parekrafntt.id)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.