Wisata NTT
Wisata NTT - Jangan Lewatkan Pesona Tradisi Budaya Kampung Adat Praimadita Sumba Timur
Desa Praimadita tidak hanya punya potensi wisata alam, tetapi juga menyuguhkan pesona tradisi budaya yang sayang untuk Anda lewatkan.
Dalam ritual ini keluarga akan menyiapkan ayam jantan/betina atau babi untuk dipotong dan melakukan sembahyang (hamayang), mendoakan para leluhur atau mereka yang telah meninggal dunia.
4. Tradisi memberi nama anak yang baru lahir
Masyarakat Desa Praimadita akan memberi nama anaknya dengan nama orangtua maupun leluhur (Tunya Tamu). Biasanya nama anak bisa sama dengan nama leluhur atau menggunakan nama nenek dan kakek.
Mereka percaya bila nama leluhur telah ditentukan untuk memberi nama pada anaknya maka mereka harus melakukan ritual potong tali pusar. Bila saat ritual, tali pusar yang dipotong tidak berdarah maka nama sang bayi harus diubah karena para leluhur tidak setuju nama itu digunakan. Bila berdarah, maka masyarakat Desa Praimadita yakin bahwa para leluhur setuju dengan nama yang diberikan kepada sang bayi.
5. Ritual Mendirikan Rumah Adat
Meskipun perkembangan bentuk rumah sudah lebih modern, namun di Kabupaten Sumba Timur, pembangunan rumah adat dengan atap yang menjulang tinggi ke atas masih tetap dilakukan termasuk di Praimadita.
Memang tidak semua keluarga di Desa Praimadita dan sekitarnya bisa mendirikan rumah adat yang cukup besar bahkan sebagian rumah warga sudah merupakan rumah modern.
Beberapa keluarga keturunan raja Karera atau bangsawan biasanya tetap membangun rumah adat meski sudah memiliki rumah modern.
Saat mendirikan rumah adat, keluarga harus menyiapkan babi, ayam, dan sirih pinang untuk melakukan ritual adat. Ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan.
Sebelum peletakan batu pertama, ada empat tiang kayu utama untuk rumah yang harus diberi ‘makan’ atau alas berupa empat mamuli (simbol rahim wanita), untuk mengangungkan wanita sebagai sumber segala kehidupan. Ini merupakan tiang pokok utama dan merupakan penyangga utama sehingga alas untuk pondasi ini haruslah diberi emas terbaik, baik dalam bentuk mamuli maupun lulu amah (emas).
Tiang pertama (Kambaniru uratu) merupakan simbol Sang Khalik dikenal sebagai sosok ‘ma mbakul womata ma mbalar kahilu’ atau Yang Maha Melihat, Yang Maha Mendengar.
Tiang kedua (Kambaniru ba’nda) simbol untuk kekayaan dan hewan (yang biasanya dipelihara oleh pemilik rumah).
Tiang ketiga (Kambaniru li lalei-manguama) simbol untuk kehidupan pernikahan/kawin-mawin sang pemilik rumah.
Tiang keempat (Kambaniru ngadu mataku) simbol akan pangan (makanan), agar urusan makan dan minum selalu diberkati.
Rumah adat Sumba biasanya menggunakan alang-alang atau wittu dalam bahasa adat setempat. Proses menaikkan alang-alang menjadi atap disebut pawitung.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.