Opini
Opini: Surat untuk Alois A Nugroho
Ketika belajar menulis puisi, puisi-puisimu secara tidak langsung saya jadikan standar bagi latihan membuat personifikasi dan menata imaji lanskap.
Cetakan pertama buku tersebut sudah diproses ketika surel balasan penerbit saya terima, dan tanpa izinmu saya tidak mungkin menyertakan
kutipan lengkap puisi tersebut dalam esai saya.
Ketika 2 April lalu teman-teman mengabarkan kepergianmu, saya tahu surel saya tak akan pernah dibalas.
Terima kasih untuk puisi-puisimu, dan maaf, surat ini begitu berantakan dan tidak tertata.
Alois yang baik, setelah mengutip lengkap satu puisimu di atas tanpa sebelumnya memperoleh izinmu, izinkan saya mengutip lengkap puisimu yang lain, dari buku Ilusi dan Ilustrasi, untuk mengantarkan kepergianmu—semoga engkau membaca surat ini dari atas sana:
Pulang
peluit tanda perpisahan telah kauembuskan
isak lembut lokomotif tua tersengal tak mampu disembunyikan
bulan di balik kaca menyeret rangkaian panjang perjalanan
yang selalu ingin sekali diceritakan, namun selalu gagu
untuk diucapkan
kenangan berserakan, daun-daun tua yang gundah
isyarat-isyarat keletihan
(kau pulang tanpa barang bawaan)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.