Opini
Opini: Surat untuk Alois A Nugroho
Ketika belajar menulis puisi, puisi-puisimu secara tidak langsung saya jadikan standar bagi latihan membuat personifikasi dan menata imaji lanskap.
Buku puisi tersebut jadi daftar tunggu selama bertahun-tahun, sampai akhirnya saya menemukannya dijual sebuah toko di lokapasar setahun setelah pandemi berlalu.
Dua tahun sebelumnya, saya sempat coba membelinya di lokapasar yang sama, tetapi penjualnya tak lagi aktif. Sebuah kejutan kecil, buku tersebut
pernah kauhadiahkan kepada Prof. Dr. Anton Moeliono, dengan tanda tanganmu tertera di halaman judulnya.
Meski telah mengetahui judulnya sejak SMA, melalui biodatamu di rubrik “Puisi” Kompas, Kepada Aya Miura baru saya miliki setelah kedua buku puisi terakhirmu, Kuharap Kau Menemukan Bulan, dan Anno 2020, terbit.
Engkau menyisakan tilas-tilas imajisme dan estetika haiku di dalam Kepada Aya Miura, dan judul dengan nama tokoh Jepang tersebut memperkuatnya. Puisi-puisi dalam dua buku puisimu setelahnya adalah pengembangan estetika dalam Kepada Aya Miura.
Tiga hal yang paling menonjol bagi saya adalah penggunaan kalimat-kalimat majemuk bertingkat, repetisi, dan inversi.
Inversi dalam puisi-puisimu membuat komponen-komponen kata yang sama
menghasilkan frasa, personifikasi, dan metafora yang berbeda, sekaligus menghasilkan perubahan lanskap dan perspektif.
“Suara Bulan dalam Lukisan-lukisanmu”, “Perahu dan Pagi”, “Sajak Selamat Pagi”, “Pantai Eretan pada Bulan Januari”, dan “Kuharap Kau Menemukan Bulan” adalah puisi-puisi yang cocok untuk mengenalmu di periode setelah
Kepada Aya Miura.
Alois yang baik, tema dan estetika bentuk dalam puisi-puisimu saya respons secara sadar dalam puisi berjudul “Piazza San Pietro” di buku puisi Homo Narrans.
Puisi tersebut juga dipicu oleh salah satu puisi sahabatmu, Leo Kleden. Dalam Ilusi dan Ilustrasi, antologi puisimu bersama Embun Kenyowati Ekosiwi, engkau menulis sebuah puisi untuknya.
Sisyphus, tokoh dalam satu puisi di buku Ilusi dan Ilustrasi, yang kelak kaubiakkan dalam satu puisi lain di buku Kuharap Kau Menemukan Bulan, adalah juga Sisyphus yang saya letakkan dalam “Piazza San Pietro”.
Ketika sempat menjadi pengajar di seminari, puisi-puisi dalam Kuharap Kau Menemukan Bulan saya jadikan contoh ketika membahas materi tentang priamel.
Pembahasan tersebut saya kembangkan sebagai esai, yang terbit di Pos Kupang, lalu saya sertakan dalam buku kumpulan esai.
Judul esai tersebut pun saya jadikan judul buku esai. Alois yang baik, ketika buku esai tersebut hendak terbit, saya meminta izin kepada
penerbit untuk mengutip salah satu puisimu dalam Kuharap Kau Menemukan Bulan secara lengkap, sebagai bagian dari pembahasan priamel.
Penerbit mengarahkan saya meminta izin secara langsung kepadamu, setelah memberikan alamat surelmu.
Sampai sekarang, sejak surel tersebut saya kirim pada 6 Februari, balasan tak kunjung saya terima. Di dalam surel tersebut saya meminta izinmu untuk mengutip lengkap puisi “Route Bellevue” dalam cetakan
kedua buku Menemukan Priamel di Bulan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.