Opini

Opini: FABC dan Indigenisasi Kepemimpinan Miomafo Madhi Wasi untuk Uskup Hironimus Pakaenoni

Beliau adalah orang Dawan dari wilayah budaya Miomafo, TTU, Formator Seminari Tinggi Interdiosesan St. Mikhael, Penfui, dan Dosen Dogmatik.

Editor: Dion DB Putra
YOUTUBE/KEUSKUPAN AGUNG KUPANG
Mgr. Hironimus Pakaenoni saat diumumkan sebagai Uskup Keuskupan Agung Kupang yang baru di gereja Santa Maria Assumpta Kupang, Sabtu (9/3/2024) malam. 

Madhi wasi itu sejatinya adalah tindakan komunikasi budaya, semacam katekese kultural, yang saya serap dari tradisi Bajawa, yaitu duduk bersama untuk sharing pengalaman iman, harapan, dan kasih yang nyata.

Dalam tulisan ini, secara khusus di-madhi wasi-kan tentang kepemimpinan para agen pastoral yang mengambil bagian dalam kepemimpinan apostolik bapa Uskup.

Dan diskursus ini mengerucut pada pentingnya para agen pastoral di wilayah Keuskupan Agung Kupang untuk melakukan discernment tentang akar kepemimpinan dan keperwiraan kulturalnya, yang secara psikologis dan spiritual ada sumbangan dari bibit kepemimpinan dan keperwiraan leluhurnya; dan dalam terang iman adalah anugerah Tuhan dalam rentangan rencana keselamatanNya (Kis 17:28).

Beberapa penelitian fundamental yang dilakukan di wilayah Dawan terdahulu (Vianey dkk., 2015; 2017) menegaskan bahwa tipe ideal keperwiraan dan kepemimpinan yang menyejarah dalam narasi suci dan artefak peninggalannya adalah kaum ”Meo” dari berabagai suku di subetnik Dawan.

Penelitian internasional dari Tim Fakultas Filsafat di wilayah Perbatasan Wini dan Secato (2023) kembali memberikan afirmasi tentang hal itu. Narasi suci dan artefak keperwiraan mereka dalam bentuk ”Suni” (pedang pusaka) ada di rumah adat nan sakral (Ume Le’u) suku-suku Dawan yang ada di wilayah Timor Leste maupun di wilayah Indonesia.

Kembali ke judul dalam opini ini. Bagamana indigenisasi kepemimpinan Miomafo? Untuk itu pertama-tama kita madhi wasi tentang arti ”nama” Miomafo itu sendiri.

Dari sisi refleksi budaya tetang misteri sebuah ”nama”, seperti yang ditawarkan filsuf budaya Ernst Cassirer (Cassirer,1925), ia bekerja pada level artikulasi antara “ekspresi” (Ausdruck) dan “(re)presentasi” (Darstellung), untuk menemukan struktur dan penyesuaian mikro, yaitu mikro-péréquations” (Strauss, 1962).

Dengan kata lain, makna dan nilai dari nama Miomafo itu tidak pernah sepenuhnya bergantung atau tidak dapat diprediksi sepenuhnya jika tidak dikonteksualisasikan dengan penyesuaian (adaptasi) mikro tertentu, baik yang memuat makna dan nilai biasa maupun makna dan nilai luarbiasa.

“Miomafo” itu dari kata Dawan: ”meo” dan ”mafo”. Meo merujuk pada salah satu pemimpin struktural dalam suku, yang arif, bertanggung jawab, adil, berani, dan disiplin, setia berkorban di bidang pertahanan dan keamanan.

Makna luar biasannya adalah bahwa mereka memiliki kualitas kepahlawanan dan kepemimpinan, yang ambil bagian dalam kepemimpinan Uis Neno – Uis Pah dalam analogia entis seekor kucing sakral. Kata ’meo’, sebagai ”kucing”, juga sama isi ungkapannya dalam banyak bahasa di Flobamoratas.

Bapak Drs. Kornelis Bria, MSi (pensiunan dosen Unwira), Rm. Moses Olin, dan alm Rm. Maxi Bria pernah memperkenalkan jurus silat warisan para Meo tahun 1983-85-an di Seminari Tinggi Ritapiret.

Jurus-jurusnya bisa mengimbangi jurus dari Merpati Putih yang diperkenalkan oleh Rm. Dr. Marsel Bria, prefek kami pada tahun tersebut. Singkatnya Meo dibekali dengan kemampuan beladiri dalam dua belas jurus dan sebilah pedang, dan karena itu mereka bisa membela komnitasnya.

Dengan keutamaan etis, dalam perilaku yang tegas dalam prinsip dan lembut dalam sikap, mereka tampil perkasa dan profesional, dan karenanya dapat menangkap mangsa dan melindungi rumah dari para musuh dan ’tikus’ pencuri, penyebar penyakit, dan pembunuh.

Hal mana secara metafisik terkait dengan makna pemimpin yang memiliki karakter keperwiraan yang membela komunitasnya dari berbagai bentuk ketidakadilan.

Selanjutnya, kata ”mafo” yang berarti ”naung/naungan, teduh/peneduh, ibarat pohon yang dedaunannya rimbun dan buahnya lebat, yang memberi naungan atau keteduhan dan energi kehidupan bagi sesama makhluk.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved