Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik, Minggu 24 Maret 2024, "Yesus Taat Sampai Mati Demi Kita"

Drama penyaliban Yesus menarik perhatian dunia. Utamanya segenap insan Kristiani karena Yesus rela menderita dan wafat demi menebus dosa umat manusia.

Editor: Eflin Rote
Kompasiana.com
Penderitaan dan Pengorbanan Yesus 

POS-KUPANG.COM - Berikut Renungan Harian Katolik Minggu 24 Maret 2024.

Renungan hari ini berjudul "Yesus Taat Sampai Mati Demi Kita".

Untuk bacaan injil diambil dari Injil Markus 14:1-15:9.

Simak isi renungan lengkap yang ditulis oleh RD. Dr. Maxi Un Bria.

Drama penyaliban Yesus menarik perhatian dunia. Utamanya segenap insan Kristiani karena Yesus rela menderita dan wafat demi menebus dosa umat manusia. 

Kematian Yesus melalui jalan salib sangat tragis dan mencekam. Namun Yesus menjalani semuanya dengan tabah sampai selesai. 

Yesus rela mati sebagai bentuk ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa-Nya. Juga sebagai cinta-Nya kepada manusia. 

Yesus dengan  rendah hati mengosongkan diri dan melaksanakan kehendak Bapa. 

Ia tidak peduli hujatan dan hinaan orang Yahudi dan khalayak. Pujian Hosana Putera Daud berubah menjadi Salibkanlah Dia , diterima dengan sikap diam. Ia tetap tenang, menjalani Jalan salib sampai selesai. " Sudah selesai".

Dalam pristiwa penyaliban Yesus, tampil tokoh-tokoh seperti: Pilatus, tokoh agama, orang Yahudi, Simon dari Kirene dan massa -khalayak orang Yahudi dan kepala pasukan. 

Baca juga: Renungan Harian Katolik Minggu 24 Maret 2024, "Minggu Palma"

Semuanya adalah representasi dari hidup kita di dunia. 

Pilatus tampil sebagai orang yang memiliki kuasa untuk mengadili. Kekuasaan dengan bayang-bayang keangkuhan dan prestise. Para tokoh agama dan tokoh masyarakat yang bersekongkol untuk mengkap Yesus. Khalayak- rakyat yang mudah terbakar emosi dan gampang berubah pendirian. Simon dari Kirene yang bersolider dan dengan tulus menolong , memikul salib Yesus, serta kepala Pasukan  yang dengan  penuh iman berseru " Sungguh orang ini Putera Allah".

Dalam hidup bergereja dan bermasyarakat ibarat sebuah drama, kita ikut berperan di dalamnya. 

Ervin Goffman sisiolog dari Canada mengatakan bahwa hidup dan interaksi manusia merupakan sebuah  drama. Kita patut waspada agar apa yang kita lakukan-tampilkan bukanlah sebuah topeng sebagai wajah baru melaikan sebuah jati diri yang  sejati. 

Meminjam konsep Looking Glases -Self, Charles, Cooley (1963), kita perlu berkaca terhadap diri sendiri. Apakah semua yang kita lakukan dalam interaksi sungguh asli dan berkontribusi bagi kebaikan bersama atau sekedar sebuah topeng ? 

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved