Opini

Membaca dan Berpikir: Yang terakhir dari Toko Buku Terakhir

Kegelisahan ini dimunculkan oleh penulis karena kecintaannya pada kegiatan membaca, menulis dan berpikir.

Editor: Dion DB Putra
POS KUPANG.COM/DION DB PUTRA
Romo Dr. Leo Mali, Pr (kiri) dan Usman Kansong dalam diskusi buku di aula Kantor Dinas Kominfo Provinsi NTT, Sabtu (13/4/2024). 

Karena dalam sejarah peradaban, seperti kata Giambattista Vico, The history of things, selalu mendahulu the history words.

Karena itu itu jauh sebelum ini, masyarakat Latin menerjemahkan kata cogitare dengan pensare yang berarti andar raccogliendo; pergi mengumpulkan hal atau barang-barang yang ada dalam realitas.

Tindakan berpikir dengan begitu, sama dengan membaca yang berarti menghubung-hubungkan kata-kata yang membentuk sebuah teks. Selanjutnya mengerti/memahami dengan baik satu hal berarti menyatukan semua elemen dari hal tersebut. Sehingga berpikir merupakan sebuah dialog terbuka dan hidup dengan kenyataan.

Dalam nuansa pemikiran Kantian teks adalah representasi dari sebuah Phenomenon yang kelihatan dan dapat dicerap oleh pengalaman manusia. Sementara itu di belakangnya ada Noumenon (Das ding an sich); apa yang ada dalam dirinya sendiri, yang tetap misterius.

Dengan begitu sebuah teks memiliki dua wajah sekaligus; yang kelihatan dan yang dapat dijangkau pada satu sisi serta yang tidak kelihatan dan misterius. Hubungan antara makna yang kelihatan dan yang tidak kelihatan tidak bersifat linear karena bersifat multidimensional, demikian juga ia tidak hitam putih karena sangat majemuk.

Teks bisa menyingkapkan sebuah gagasan mengenai hal tertentu. Tetapi ia juga bisa menyembunyikannya. Demikian pula ia bisa mengungkapkan dengan cara menyembunyikannya atau bahkan menyembunyikan satu hal dengan cara mengungkapkan hal yang lain.

Keserentakan sifat yang tampak dan tersembunyi dari sebuah teks ini membuat teks menjadi hidup dan dinamis. Karena itu membaca sebuah teks berarti berdialog dengan dunia idee dan gagasan, menyelami pemikiran seorang penulis dan berpartisipasi dalam jalinan semesta gagasan yang saling melingkungi.

Toko Buku Terakhir adalah contoh dari proses berpikir itu sendiri yang bersifat terbuka di mana Penulis memakai pendekatan yang bersifat lintas konteks dari sisi ruang, waktu demikian lintas thema seperti agama, budaya, politik, seni dan sastra, sejarah.

Membaca Toko Buku Terakhir berarti menempuh sebuah dialog of mind yang terus berulang dan mendalam antara seorang pembaca yang juga seorang penulis melalui bahasa sebagai alat berpikir.

Dialog of mind seperti ini mengandaikan sebuah kesediaan untuk membaca secara mendalam, sebuah kebiasaan yang kerap bertolakbelakang dengan kebiasaan pencarian informasi pada era digital yang serba instant dan cepat.

Banyak orang beralih dari buku fisik ke buku daring karena keinginan untuk mendapatkan informasi dengan cepat.

Tapi kecenderungan ini dengan mudah mengabaikan keharusan akan kedalaman berpikir yang didapat dari buku-buku fisik. Dengan alasan ini saya, seperti juga penulis, lebih memilih buku-buku fisik ketimbang buku digital (hal. 140-142).

Toko buku terakhir, menjadi semacam ramalan bahwa “toko buku fisik bakal berakhir riwayatnya lantaran orang beralih ke toko buku daring.”(hal. 213). Ada nada kesedihan, terutama bagi para pencinta buku tetapi juga ada harapan.

Sikap narsisme di era digital menjadi alasan kesedihan ini. Tapi tetap ada optimisme dan idealisme (hal. Ix-x). Sebagai seorang pencinta buku, saya tidak yakin bahwa gempuran perangkat digital akan sepenuhnya menggantikan buku fisik.

Karena keduanya adalah sarana yang terbentuk oleh daya pikir manusia. Kendati begitu, Toko Buku Terakhir menantang kita untuk menggalakkan dengan sadar kegiatan olah pikir melalui menulis dan membaca sebagai bentuk literasi paling dasar.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved