Sidang Kasus Prada Lucky

Ahli di Perkara Prada Lucky Namo: Penyiksaan Tambah Penyiksaan Masuk Kategori Pembunuhan 

Ia lalu menyinggung mengenai bila diberlakukan pidana umum maka status seorang militer harus diberhentikan dari kemiliteran. 

Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/IRFAN HOI
KETERANGAN - Ahli hukum Pidana Dr Deddy Manafe dari Undana sedang memberikan keterangan dalam perkara kematian Prada Lucky Namo di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Selada (18/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Ahli pidana sebut sebuah penyiksaan dilakukan dengan penyiksaan lagi, harusnya gradasinya meningkat ke level pembunuhan
  • Tindakan pembunuhan yang didahului atau dipersiapkan alat untuk menyiksa korban maka itu masuk dalam pembunuhan berencana

 

 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG  - Ahli hukum pidana Undana Dr Deddy Manafe menyebut sebuah penyiksaan yang dilakukan dengan penyiksaan lagi, harusnya gradasinya meningkat ke level pembunuhan. 

Deddy menyampaikan itu ketika hadir sebagai ahli dalam perkara kematian Prada Lucky Namo, Selasa (18/11/2025) di Pengadilan Militer III-15 Kupang dengan terdakwa Sertu Thomas D Awi, dkk. 

Deddy awalnya menjelaskan tentang berbagai aturan yang menyangkut dengan kemiliteran. Termasuk dengan struktur organisasi dalam TNI hingga relasi dari atasan dan bawahan. 
Begitu juga penjelasan Deddy mengenai hubungan antara senior dan junior. 

"Kalau atasan melakukan kekerasan kebawahan, itu penyalahgunaan ankum. Melewati batas sampai ke pasal 131, kalau bawahan ke atasan itu sub koordinasi. Ancaman hukuman bisa 20 tahun," ujarnya. 

Dia mengatakan, penganiayaan biasa berakibat luka maka naik gradasi menjadi penganiayaan berat, kalau berakibat kematian maka itu penyiksaan. Kalau pembunuhan itu menyiapkan alat maka itu berencana. 

Baca juga: Ahli Pidana Militer Deddy Manafe Ungkap Hal Ini Dalam Sidang Lanjutan Kasus Prada Lucky

"Penyiksaan tambah penyiksaan tidak bisa lagi kita sebut penyiksaan. Gradasinya harus naik, dia masuk pada pembunuhan," katanya. 

Deddy mengatakan, pada pasal 339 yakni pembunuhan yang didahului atau dipersiapkan alat untuk menyiksa korban maka itu masuk dalam pembunuhan berencana. 

Dia mengatakan, KUHPM memiliki kekhasan tersendiri. Itu berbeda dengan KUHP. Sebab, KUHPM sendiri memiliki makna untuk menegakkan marwah dari negara itu sendiri. Sedangkan KUHP, negara hadir untuk memberikan keadilan bagi warga negaranya. 

"Tapi kekhasan pidana militer tidak bisa lepas dari kehidupan warga negara. Di Indonesia ada kekhususannya," katanya. 

Selain tugas pokok, dan mencegah adanya pelanggaran militer maka lahirnya undang-undang militer. Seorang militer memiliki tugas 24 jam sepanjang tugas itu tidak melanggar kepentingan umum. 

Deddy menjelaskan perintah dinas sah atau tidak ditilik dari siapa yang memberi perintah. Perintah itu juga dilihat dari isi dan bentuk perintah. Perintah itu dikatakan sah kalau dipahami bawahan. 

"Maksud dari perintah atasan ini harus clear dipahami bawahan. Kalau tidak clear dan ada dampak, atasan bertanggungjawab," kata dia. 

Ia lalu menyinggung mengenai bila diberlakukan pidana umum maka status seorang militer harus diberhentikan dari kemiliteran. 

Deddy menjelaskan, perbandingan KUHPM  pasal 131 telah jelas menyebut eksplisit dalam ayat 4. Dalam pasal itu, ia menjelaskan, jika masuk dalam delik komisi maka ada perbuatan aktif, kalau delik materil maka harus ada akibat. 

Dia juga menyinggung mengenai ancaman yang merupakan bagian dari kekerasan. Ada tekanan yang diberikan sehingga seseorang harus mengikuti perintah. Ancaman itu memang tidak menimbulkan luka fisik tapi psikis. 

Sementara itu, jika seseorang menggunakan alat untuk cambuk seperti selang, tali dan kabel. Dari sisi alat yang digunakan dengan intensitas berulang, maka akan memiliki dampak. 

"Itu berkaitan dengan intensitas tindakan. Kemudian kondisi korban. Kalau korban dalam keadaan fit, kondisi dia menentukan. Variabel itu perlu dilihat faktanya," katanya. 

Jika demikian, pada tingkat pengenaan pasal seseorang itu bisa dikenakan pasal 131 ayat 1 jika hanya menyakiti, kalau luka dikenakan pasal 131 ayat 2, dan bila mengakibatkan kematian maka dikenakan pasak 131 ayat 3.

Sehingga, perlu ditelusuri dan adanya kesesuaian alat yang digunakan dengan fakta. Alat bukti seperti rekam medik bisa membantu itu. Perbuatan dikaitkan dengan bukti maka akan kelihatan pasal yang dikenakan. 

"Struktur pemikiran teoritis ini ketika kita bawakan ke kasus, maka peta hari ini akan mengawal. Tergantung, bagaimana kita lihat, tergantung derita korban itu seperti apa," ujarnya. 

Adapun 17 terdakwa dalam berkas nomor perkara 41-K/PM.III-15/AD/X/2025 dalam kasus kematian Prada Lucky adalah: 
1. Sertu Thomas Desamberis Awi
2. Sertu Andre Mahoklory
3. Pratu Poncianus Allan Dadi
4. Pratu Abner Yeterson Nubatonis
5. Sertu Rivaldo De Alexando Kase
6. Pratu Imanuel Nimrot Laubora
7. Pratu Dervinti Arjuna Putra Bessie
8. Letda. Made Juni Arta Dana
9. Pratu Rofinus Sale
10. Pratu Emanuel Joko Huki
11. Pratu Ariyanto Asa
12. Pratu Jamal Bantal
13. Pratu Yohanes Viani Ili
14. Serda Mario Paskalis Gomang
15. Pratu Firdaus
16. Letda Inf. Achmad Thariq Al Qindi Singajuru, S.Tr. (Han)
17. Pratu Yulianus Rivaldy Ola Baga. (fan) 

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved