Penganiayaan PMI asal Sumba
Aktivis Perempuan Kawal Kasus Penganiayaan PMI Asal Sumba di Malaysia
Dini merupaka Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Sumba yang menjadi korban penganiayaan oleh majikan di Malaysia.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Eugenius Suba Boro
POS-KUPANG.COM, KUPANG — Aktivis perempuan asal Sumba, Rambu Dai Mami mendampingi pemeriksaan Dini Lunga Nani di Polda NTT pada Jumat (21/11/2025).
Dini merupaka Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Sumba yang menjadi korban penganiayaan oleh majikan di Malaysia.
Rambu keapada wartawan menyebut bahwa korban dan kelurga memenuhi panggilan pemeriksaan polisi sebagai korban dalam peristiwa penganiayaan yang dialaminya di Malaysia.
Adapun kasus penganiayaan itu mencuat setelah Dini ditemukan setelah kabur dari rumah majikannya di Malaysia pada 27 Oktober 2025. Informasi penganiayaan oleh majikan itu pun viral di media sosial.
Baca juga: Terlibat Penganiayaan, Seorang Pria di Kabupaten TTU Ditahan Polisi
Sejumlah pihak termasuk lembaga negara, jaringan LSM, hingga anggota Komisi III DPR RI ikut melakukan penelusuran peristiwa atas penganiayaan yang menimpa warga Sumba NTT itu.
Rambu mengatakan, korban mengaku mengalami penyiksaan selama tujuh bulan namun tidak pernah berani menceritakan kondisi itu kepada keluarganya di Sumba.
“Dia coba bertahan. Bahkan ketika telpon keluarga, dia tidak pernah bercerita bahwa dia disiksa,” ungkap Rambu.
Puncaknya, kata Rambu, terjadi saat mainan anak majikan rusak dan korban dituduh sebagai penyebab. Majikan perempuan itu kemudian memukul korban dengan bambu panjang, menggunting rambutnya, hingga menelanjangi korban.
“Makanya tanggal 27 Oktober itu dia nekat kabur karena sudah tidak tahan,” tambah perempuan yang dikenal sebagai pejuang hak-hak masyarakat adat dan kesetaraan gender di Sumba itu.
Rambu mengatakan, berdasarkan dokumen BP3MI, korban mulai bekerja di Malaysia sejak Maret 2025. Dalam kontraknya, korban seharusnya ditempatkan di Johor sebagai pengasuh anak, namun kenyataannya, korban bekerja pada rumah istri pertama majikan di wilayah Kuala Lumpur.
Aktivis perempuan itu menyebut hal tersebut menguatkan dugaan bahwa korban telah dipindahkan secara non-prosedural tanpa sepengetahuan pihak penyalur maupun pemerintah.
Rambu menyebut pihaknya masih mendalami kemungkinan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dalam kasus ini.
“Memang masih perlu pendalaman ya. Tetapi kalau kontrak dan tempat bekerja berbeda, itu sudah indikasi masalah,” tegas perempuan yang aktif di Sabana Sumba sejak 2016 itu.
Rambu pun mengakui bahwa pendampingan terhadap korban penganiayaan PMI baru pertama dilakukan Sabana Sumba. Selama ini, kata dia, Sabana Sumba fokus pada isu masyarakat adat serta kekerasan berbasis gender.
“Secara lembaga, ini yang pertama. Tapi karena ini menyangkut nyawa perempuan Sumba, kami harus turun,” katanya.
Ia mengatakan, pihaknya telah menemui orang tua korban di Sumba pada 30 Oktober sebelum akhirnya berangkat ke Kupang untuk melakukan laporan di Polda NTT pada 6 November 2025 lalu. (uge)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Aktivis-perempuan-dari-Komunitas-SABANA-Sumba-Rambu-Dai-Mami.jpg)