Sidang Kasus Prada Lucky
Ahli Pidana Militer Deddy Manafe Ungkap Hal Ini Dalam Sidang Lanjutan Kasus Prada Lucky
Namun, jika bobot ancaman pidana umum lebih tinggi, maka ketentuan pidana umumlah yang akan diberlakukan.
Ringkasan Berita:
- Ahli Pidana Militer Deddy Manafe Hari kedua hadir di Pengadilan Militer III-15 Kupang untuk beri kesaksian dalam kasus Prada Lucky Namo
- Ahli Pidana bandingkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
- Para terdakwa bisa dijerat pasal pidana umum, seperti Pembunuhan Berencana (Pasal 340 KUHP) yang memiliki ancaman pidana mati atau seumur hidup.
POS-KUPANG.COM, KUPANG – Sidang lanjutan kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian Prada Lucky Namo kembali digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Selasa (18/11/2025).
Dalam sidang nomor perkara 41-K/PM.III-15/AD/X/2025 dengan 17 terdakwa, Ahli Hukum Pidana Deddy Manafe dari Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana memberikan keterangan krusial mengenai perbandingan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menanggapi pertanyaan Hakim mengenai perbandingan Pasal 131 KUHPM dengan Pasal 351 dan 352 KUHP (tentang penganiayaan), Ahli Deddy Manafe menjelaskan bahwa KUHPM justru memiliki keunggulan karena secara eksplisit mengatur kemungkinan rujukan ke hukum pidana umum jika ancaman hukumannya lebih berat.
Hal ini tertuang jelas dalam Ayat 4 Pasal 131 KUHPM. "Justru adanya di Pasal 63 ayat 2. Tapi di KUHPM justru 131 itu eksplisit ditulis di dalam Ayat 4," ungkap Ahli Dedi Manafe.
Ia menambahkan, pembentuk KUHPM sudah membayangkan bahwa tindak kekerasan di militer bisa mencapai gradasi yang sangat tinggi, yang berkonsekuensi pada peningkatan bobot ancaman pidana.
Baca juga: Ahli Pidana Militer Sebut Kekerasan terhadap Prada Lucky Namo Dianggap Satu Rangkaian Kejahatan
Namun, jika bobot ancaman pidana umum lebih tinggi, maka ketentuan pidana umumlah yang akan diberlakukan.
Ahli menegaskan bahwa konstruksi hukum ini menunjukkan adanya batas toleransi bagi perbuatan yang masih dianggap "berkualifikasi militer." Batas toleransi itu berhenti pada tindak Penyiksaan Berakibat Mati (Pasal 131 Ayat 3 KUHPM).
Menurut Ahli, jika perbuatan terdakwa sudah melampaui batas tersebut—misalnya, sudah masuk kategori Pembunuhan Berencana (Pasal 340 KUHP) yang ancaman pidananya adalah mati-maka secara logika hukum, pelaku sudah dianggap tidak layak lagi menyandang status militer.
"Kalau sudah diluar daripada itu orang ini tidak layak lagi sebagai militer. Dengan kata lain, karena sudah berlaku pidana umum, maka sesungguhnya status militernya dia harus dicopot," tegasnya.
Ahli menyimpulkan, berdasarkan konstruksi Pasal 131 Ayat 4 KUHPM, para terdakwa dalam kasus Prada Lucky yang berakibat kematian sangat mungkin dijerat dengan pasal pidana umum, seperti Pembunuhan Berencana (Pasal 340 KUHP) yang memiliki ancaman pidana mati atau seumur hidup.
"Ayat 4 bilang kalau ada ketentuan yang lebih umum dan bobotnya lebih berat, maka yang umum itu yang diberlakukan. Artinya pelakunya tidak boleh militer lagi," tutupnya
Ahli Deddy Manafe juga menggarisbawahi potensi penerapan pasal terberat dari ranah pidana umum dalam kasus yang diadili di Pengadilan Militer ini.
Anggota Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan 834/Wakanga Mere ( Yonif TP 834/WM ), Prada Lucky Namo (23) tewas dianiaya seniornya.
Prada Lucky Namo menghembuskan napas terakhir di IGD RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo, Rabu (6/8/2025) sekitar pukul 11.23 Wita.
Kematian Prada Lucky Prada menyita perhatian publik karena diduga kuat sebagai korban penganiayaan oleh seniornya di Yonif TP 834/WM.
Ia menghembuskan napas terakhir setelah menjalani perawatan intensif selama empat hari di rumah sakit tersebut. (Siscohalut.magang/vel)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/Saksi-ahli-pidana-militer-dari-Fakultas-Hukum-Universitas-Nusa-Cendana-UNDANA-Dr-Deddy-Manafe.jpg)