Sidang Kasus Prada Lucky

Aktivis PIAR NTT Sebut Pasal untuk 22 Anggota TNI Terlalu Ringan, Harusnya Dijerat Pasal Pembunuhan

Ia menilai dari rangkaian fakta di persidangan, terdapat indikasi kuat penyiksaan terhadap Prada Lucky Namo dilakukan secara terencana. 

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/TARI RAHMANIAR ISMAIL
Direktur PIAR NTT sekaligus aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Sarah Lery Mboeik, 

 


Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Yuan Lulan

POS-KUPANG.COM, KUPANG — Aktivis perempuan sekaligus perwakilan Pengembangan Inisiatif Advokasi Rakyat (PIAR) NTT, Sarah Lery Mboeik, menilai pasal yang menjerat 22 anggota TNI dalam kasus kematian Prada Lucky terlalu ringan. 

Ia menilai dakwaan yang hanya menggunakan pasal penganiayaan berat tidak sebanding dengan tindakan penyiksaan hingga korban meninggal dunia.

“Saya sangat kaget mengapa saat dakwaan kok pasalnya cuma penganiayaan berat. Seharusnya dijerat juga dengan pembunuhan. Apalagi para pelakunya adalah anggota TNI yang seharusnya melindungi nyawa manusia,” tegas Sarah, Kamis (6/11/2025).

Sarah juga mengkritik langkah pimpinan TNI yang disebutnya berupaya mengalihkan perhatian publik dari substansi kasus dengan memproses ayah Prada Lucky secara disiplin.

"Saya mengkritik pimpinan yang mau alihkan perhatian sidang dengan memproses disiplin ayah Prada Lucky Namo. Hal tersebut justru membuat masyarakat tidak percaya dengan pimpinan TNI,” ujarnya.

Ia menilai dari rangkaian fakta di persidangan, terdapat indikasi kuat penyiksaan terhadap Prada Lucky Namo dilakukan secara terencana. 

“Mengamati sidang ini, menurut saya sudah mengarah pada perencanaan penyiksaan sampai meninggal. Saya juga tidak menemukan motif yang dituduhkan kepada almarhum Prada Lucky  Namo maupun Prada Richard,” katanya.

Sarah meminta oditurat dan majelis hakim militer agar lebih mendalami motif lain yang mungkin melatarbelakangi tindakan kekerasan tersebut. 

Baca juga: Saksi ke-11 Ungkap Kesaksian Mengejutkan Soal Penyiksaan ke Prada Lucky dan Prada Richard

Ia menilai perbuatan para terdakwa tidak sekadar penganiayaan, melainkan bisa dikategorikan sebagai pembunuhan berencana dengan penyiksaan.

“Apalagi kejadian penyiksaan berujung kematian ini dilakukan sangat sadis oleh oknum TNI. Harus ada pengawasan melekat dan larangan pembinaan berlebihan yang berakibat fatal seperti ini,” tambahnya.

Ia menegaskan, sebagai aparat negara, anggota TNI seharusnya mendapatkan hukuman lebih berat dibanding warga sipil jika terbukti melanggar hukum. 

“Pasal penganiayaan berat bagi anggota TNI seharusnya disertai pemberatan hukuman dengan tambahan sepertiga dari maksimum pidana,” tutup Sarah. (uan)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved