NTT Terkini
Seruan Aksi Aliansi Rakyat Menggugat: Hentikan Pembangunan yang Merampas Hak Hidup Masyarakat NTT
Pantai Bo’a yang sejak lama menjadi kawasan wisata publik kini disebut telah dipagari dan dibatasi aksesnya bagi masyarakat setempat, nelayan
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Yuan Lulan
POS-KUPANG.COM, KUPANG – Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Menggugat akan menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur Nusa Tenggara Timur, Jumat (10/10/2025).
Aksi ini diangkat dengan tema “Hentikan Segala Bentuk Pembangunan yang Merampas Hak Hidup Masyarakat NTT”.
Selain menyoroti berbagai praktik privatisasi dan monopoli sumber daya alam di NTT, massa aksi juga menyerukan pembebasan tanpa syarat terhadap Erasmus Frans Madato, yang disebut sebagai korban kriminalisasi perjuangan rakyat.
Dalam rilis yang diterima POS-KUPANG.COM, Aliansi Rakyat Menggugat menilai pembangunan di sejumlah daerah di NTT justru telah mengorbankan hak-hak masyarakat lokal dan merusak lingkungan hidup.
Salah satu kasus yang disoroti adalah privatisasi Pantai Bo’a di Kabupaten Rote Ndao oleh PT Bo’a Development dan Nihi Rote.
Pantai Bo’a yang sejak lama menjadi kawasan wisata publik kini disebut telah dipagari dan dibatasi aksesnya bagi masyarakat setempat, nelayan, dan wisatawan.
“Pemerintah Kabupaten Rote Ndao melegitimasi privatisasi yang dilakukan oleh PT Bo’a Development untuk menghambat aktivitas masyarakat mengakses pantai,” tulis aliansi dalam rilisnya.
Baca juga: Aliansi Rakyat Menggugat Desak Kapolda NTT Copot Kapolres Rote Ndao
Selain penutupan akses pantai, aliansi juga menuding adanya perusakan lingkungan berupa penebangan mangrove secara ilegal dan pembuangan limbah ke laut yang berdampak pada ekosistem pesisir. Kondisi itu, menurut mereka, berujung pada batalnya pelaksanaan event nasional selancar ombak tahun 2028 di Pantai Bo’a.
Lebih jauh, Aliansi Rakyat Menggugat juga menyoroti persoalan pembangunan panas bumi di Pulau Flores yang dinilai tidak berpihak kepada masyarakat.
Proyek-proyek seperti di Ulumbu, Mataloko, Pocoleok, hingga Atadei Lembata disebut hanya menguntungkan pihak investor besar dan meninggalkan kesengsaraan bagi warga sekitar.
“Warga kehilangan lahan, hasil pertanian menurun, dan lingkungan rusak akibat aktivitas panas bumi. Pembangunan yang diklaim berkelanjutan justru menjadi alat perampasan sumber hidup rakyat,” tegas aliansi dalam pernyataannya.
Aksi ini juga menyinggung kebijakan pemerintah pusat yang menetapkan Hutan Adat Laob Tumbes di Pulau Timor sebagai kawasan hutan produksi tetap melalui SK Menteri KLHK Nomor 357, yang dinilai mengabaikan hak masyarakat adat.
Aliansi menyebut langkah pemerintah tersebut memperkuat ketimpangan dan menegaskan bahwa negara lebih berpihak pada kepentingan korporasi besar dibanding kesejahteraan rakyat.
“NTT bukan provinsi miskin, tapi dimiskinkan oleh kebijakan yang memberi karpet merah kepada investor besar. Sementara rakyat kecil, nelayan, petani, dan masyarakat adat terus dirampas hak hidupnya,” tulis pernyataan tersebut.
PN Kupang Gelar Konstatering Sengketa Tanah Nasipanaf |
![]() |
---|
Pempus Pangkas Anggaran, Pemprov NTT Siasati Opsi Lain untuk Gerakkan Ekonomi Daerah |
![]() |
---|
SMK Cartintes Atambua Jadi Duta Rekonsiliasi di Festival Fronteira Timor Leste |
![]() |
---|
Polda NTT Tetapkan Dua Tersangka Kasus Beras Oplosan dan Berkutu di Kupang |
![]() |
---|
Gubernur Melki Laka Lena Buka Suara Imbas Protes Pelantikan Pejabat Pemprov NTT |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.