Liputan Khusus

LIPSUS: Eks Kapolres Ngada Dituntut 20 Tahun,  Fajar Tidak Menyesali Perbuatannya

Dalam persidangan, JPU mendakwa terdakwa dengan dakwaan kombinasi (alternatif kumulatif) terkait Undang-Undang Perlindungan Anak

|
POS-KUPANG.COM/NOVEMY LEO
SAKSIMINOR - SAKSIMINOR bersama Aliansi Cipayung Plus menggelar aksi damai di PN Kelas 1A Kupang, jelang JPU membacakan tuntutan dalam perkara kekerasan seksual yang dilakukan eks Kapolres Ngada Fajar Lukman, Senin (22/9/2025) pagi. 

Sebelum sidang berlangsung, organisasi masyarakat yang tergabung dalam Solidaritas Anti Kekerasan dan Diskriminatif Terhadap Kelompok Minoritas dan Rentan (SAKSIMINOR) bersama Aliansi Cipayung Plus, mendatangi Kantor Pengadilan Negeri Kupang, Senin (22/9).

Hadir saat itu sejumlah elemen SAKSIMINOR diantaranya, Ketua LPA NTT Veronika Ata, SH,M.Hum,  Diretkur CIS Timor Haris Oematan, DIrektris Bengkel APPEK THresia aty Nubi, Divisi Advokasi Hukum Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) NTT Gregorius Retas Daeng, SH, KOMPAK, LBH APIK NTT, LBH Surya. Serta Aliansi Cipayung Plus seperti GMNI, PMKRI, GMKI, PMII, dll.

Para peserta aksi membawa poster dan menyuarakan tuntutan agar proses hukum berjalan adil serta memberikan hukuman maksimal kepada pelaku. Aksi ini dilakukan seiring dengan jadwal sidang kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak dan penyebaran konten asusila dengan terdakwa eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja alias Fajar Lukman.

SAKSIMINOR - SAKSIMINOR bersama Aliansi Cipayung Plus menggelar aksi damai di PN Kelas 1A Kupang, jelang JPU membacakan tuntutan dalam perkara kekerasan seksual yang dilakukan eks Kapolres Ngada Fajar Lukman, Senin (22/9/2025) pagi.
SAKSIMINOR - SAKSIMINOR bersama Aliansi Cipayung Plus menggelar aksi damai di PN Kelas 1A Kupang, jelang JPU membacakan tuntutan dalam perkara kekerasan seksual yang dilakukan eks Kapolres Ngada Fajar Lukman, Senin (22/9/2025) pagi. (POS-KUPANG.COM/NOVEMY LEO)

Massa aksi datang dengan membawa sejumlah spanduk dan poster berisi aspirasi mereka. Beberapa orator melakukan orasi di depan pagar Kantor PN Kupang. Sementara itu sejumlah Polisi berjaga di dalam pagar kantor PN Kupang.

Massa aksi membawa beberapa poster bertuliskan "Hukum Maksimal", "Zero Toleransi untuk Pelaku Kekerasan Seksual", dan "APH Wajib Melindungi Anak". 

Mereka bersemangat menyuarakan tuntutan mereka, yaitu hukuman setimpal bagi pelaku dan desakan agar proses peradilan berjalan secara objektif dan tanpa intervensi. Sejumlah Orator dari GMKI, PMKRI, GMNI, APPA NTT, mengemukakan orasinya. 

Gregorius Retas Daeng, SH, Divisi Advokasi Hukum Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) NTT, menegaskan pentingnya keterlibatan publik dalam mengawal kasus ini.

“Hari ini kita aksi dari SAKSIMINOR dan seluruh jaringan masyarakat sipil di Kupang untuk memastikan persidangan tidak direkayasa. Pelaku adalah aparat penegak hukum, semestinya melindungi, bukan justru melakukan kejahatan,” ujarnya lantang.

Gregorius juga menyoroti dakwaan jaksa yang dinilai belum menyertakan pasal-pasal terkait Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), padahal menurutnya unsur-unsur perbuatan terdakwa telah memenuhi kualifikasi tersebut. 

GREGORIUS DAENG - Gregorius Retas Daeng, SH, Divisi Advokasi Hukum Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APP) NTT dalam Aksi Damai SAKSIMINOR di depan Pengadilan Negeri Kupang, Senin (22/9/2025) pagi.
 
GREGORIUS DAENG - Gregorius Retas Daeng, SH, Divisi Advokasi Hukum Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APP) NTT dalam Aksi Damai SAKSIMINOR di depan Pengadilan Negeri Kupang, Senin (22/9/2025) pagi.   (POS KUPANG/ YUAN LULAN )

“Jika pasal TPPO tidak masuk dalam tuntutan, maka ini bisa menjadi preseden buruk dan menyesatkan peradilan,” tegasnya.

Lebih jauh, Gregorius mengkritisi proses persidangan yang menghadirkan saksi ahli justru merendahkan martabat korban. “Apapun kondisinya, anak yang berhadapan dengan hukum adalah korban.  “Tidak boleh ada keterangan yang merayakan penderitaan anak. Itu sangat memalukan,” katanya.

Ia menambahkan, aparat penegak hukum harus sadar bahwa gaji dan fasilitas negara yang mereka nikmati bersumber dari pajak rakyat. 

“Polisi, jaksa, dan hakim dibayar untuk menegakkan hukum, bukan untuk melindas masyarakat kecil. Jika hukum hanya jadi panggung rekayasa, itu peradilan sesat,” serunya disambut tepuk tangan peserta aksi.

Aksi damai berjalan tertib dengan kawalan aparat keamanan. Para orator secara bergantian mengingatkan bahwa keadilan harus berpihak pada korban, bukan melindungi pelaku kejahatan seksual.

“NTT tidak boleh terus dicap sebagai ‘Nusa Tidak Tentu’ atau sarang perdagangan orang. NTT harus menjadi Nusa yang aman, tanpa kekerasan, tanpa trafficking, dan berpihak pada anak,” tutup Gregorius.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved