NTT Terkini 

GMKI Kupang Nilai Tunjangan DPRD NTT Abaikan Keadaan Masyarakat

Data BPS, kata dia, mencatat persentase penduduk miskin di NTT per Maret 2025 mencapai 18,60 persen atau sekitar 1,09 juta orang. 

Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO
TUNJANGAN DPRD - Ketua GMKI Cabang Kupang, Andraviani Fortuna Umbu Laiya menyoroti soal tunjangan DPRD NTT. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Kupang menilai tunjangan DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT) mengabaikan keadaan masyarakat. 

GMKI Cabang Kupang juga mengecam agenda kenaikan tunjangan DPRD NTT sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) NTT Nomor 22 Tahun 2025, terbit 16 Mei 2025 lalu itu. 

Ketua GMKI Cabang Kupang, Andraviani Fortuna Umbu Laiya, Jumat (5/9/2025) mengatakan, Pergub terdahulu, Nomor 72 Tahun 2024, DPRD NTT telah menerima tunjangan perumahan Rp 12,5 juta per bulan serta tunjangan transportasi untuk Ketua Rp 25 juta, Wakil Ketua Rp 23 juta, dan anggota Rp 21 juta. 

Tapi, Pergub 22 kemudian angka-angka yang ada bertambah. Adapun tunjangan perumahan naik menjadi Rp 23,6 juta, sementara tunjangan transportasi mencapai Rp 31,8 juta untuk Ketua DPRD, Rp 30,6 juta untuk Wakil Ketua, dan Rp 29,5 juta untuk Anggota DPRD.

Andraviani menyebut, kenaikan drastis dalam waktu singkat ini sangat tidak logis dan tidak rasional. Sebab, kondisi objektif masyarakat NTT masih sangat memprihatinkan.

Baca juga: Guru Honorer dan GMKI NTT Gelar Aksi Tolak PPPK Paruh Waktu, Simak Jawaban DPRD NTT

Data BPS, kata dia, mencatat persentase penduduk miskin di NTT per Maret 2025 mencapai 18,60 persen atau sekitar 1,09 juta orang. 

Angka ini menempatkan NTT sebagai salah satu provinsi termiskin di Indonesia. Ketimpangan juga tinggi, dengan tingkat kemiskinan desa mencapai 22,66 persen, jauh di atas perkotaan yang hanya 7,68 persen.

Dari sisi fiskal daerah, tidak ada peningkatan signifikan pada devisa maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bisa membenarkan kenaikan tunjangan. Fiskal NTT justru terbatas, penerimaan stagnan, dan ruang belanja semakin sempit. 

Ironisnya, NTT masih menanggung beban utang besar dari kepemimpinan gubernur sebelumnya, yang seharusnya membuat pemerintah lebih berhati-hati dalam mengalokasikan anggaran.

“Alasan kenaikan dengan dalih penyesuaian standar atau peningkatan fungsi representasi tidak dapat dibenarkan," katanya, seperti dalam pernyataan tertulis. 

Andraviani mempertanyakan situasi yang tengah dialami masyarakat. Selain harga bahan pokok yang merangsek naik, angka stunting, hingga ketimpangan infrastruktur masih mendera berbagai wilayah di NTT. 

"Sementara DPRD hidup dengan fasilitas mewah puluhan juta rupiah tiap bulan? Ini adalah bentuk nyata ketidakpekaan terhadap penderitaan rakyat,” sambung Andraviani. 

Dia mendorong nilai tunjangan itu diarahkan untuk program prioritas rakyat seperti beasiswa bagi siswa miskin maupun pembangunan fasilitas kesehatan di daerah pelosok maupun memperbaiki infrastruktur pedesaan. 

Selain itu, anggaran juga bisa digunakan untuk menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat, agar angka pengangguran berkurang dan kesejahteraan rakyat meningkat.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved