Mengais Harapan di Antara Deru Kendaraan: Kisah Herlina, Perempuan Penjaga Parkir di Kupang
“Kadang tidak dibayar. Tapi saya terima berapa pun yang diberi. Mau marah tidak bisa,” ujar Herlina.
Bekerja di ruang publik sering membuatnya berhadapan dengan stigma, terutama karena ia perempuan.
“Karena saya perempuan, banyak yang anggap lemah. Kadang dihina, kadang dikasihani. Tapi saya kerja saja,” ujarnya tersenyum.
Tak jarang ia mendapat perlakuan tidak adil. Ada pengendara yang pergi tanpa membayar, padahal karcis sudah ia berikan lengkap.
“Kadang tidak dibayar. Tapi saya terima berapa pun yang diberi. Mau marah tidak bisa,” ujar Herlina.
Meski begitu, ia tetap menjaga profesionalisme. Ia bertanggung jawab atas keamanan kendaraan para pengunjung. “Saya selalu amankan helm, dan pastikan tidak ada barang yang hilang supaya orang percaya dan senang,” ujarnya tegas.
Di balik kerja kerasnya, ada satu alasan yang membuat Herlina tidak menyerah masa depan anak bungsunya, Esterlina Wati yang kini duduk di kelas 3 SMA.
Esterlina memiliki cita-cita menjadi tentara wanita (TNI AD) mimpi besar bagi seorang anak dari keluarga sederhana. Namun ia tahu, pendidikan dan biaya tes menjadi anggota TNI membutuhkan dana yang tidak sedikit.
“Dia ingin jadi tentara cewek. Tapi kami tidak punya cukup uang. Saya hanya berharap dengan ijazah SMA saja dia bisa kerja yang baik,” ungkap Herlina, menahan suara yang mulai bergetar.
Sementara itu, anak pertamanya, Susanto sudah berkeluarga dan tinggal di Jawa, sehingga tidak lagi menjadi tanggungan, meski sesekali tetap membutuhkan uluran orang tua.
Kisah Herlina bukan hanya miliknya. Ia adalah potret banyak perempuan yang bekerja dalam senyap, menopang ekonomi keluarga, namun jarang mendapat pengakuan. Di halaman Mixie tempat ia berdiri, Herlina menata kendaraan, tetapi sesungguhnya ia sedang menata masa depan.
Ia menjaga helm dan barang pengunjung, tetapi yang lebih ia jaga adalah martabat keluarganya. Ia menerima pembayaran yang tidak selalu adil, tetapi ia tidak pernah menerima untuk menyerah. Setiap karcis yang ia berikan adalah bukti perjuangannya. Setiap sen yang ia simpan adalah investasi kecil menuju harapan besar agar anaknya kelak hidup lebih baik dan tidak mewarisi kehidupan keras yang ia jalani.
“Saya tidak apa-apa susah sekarang. Yang penting anak saya nanti tidak susah lagi," ungkapnya.
Dan pada malam hari, saat rompi parkir dilepas dan lampu-lampu TDM mulai redup, Herlina menyimpan harapan yang sama semoga besok menjadi hari yang sedikit lebih ringan. (iar)
Baca berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE.NEWS
| Nikita Mirzani Divonis 4 Tahun Penjara dan Denda Rp 1 Miliar, Terbukti Pemerasan |
|
|---|
| Loka POM Belu Gelar FKP, Bahas Peningkatan Layanan dan Pencegahan Kejahatan Obat dan Makanan |
|
|---|
| Pembatalan Kelulusan Calon PPPK Tahap II, LAKMAS CW NTT Minta Sekda TTU Dinonjobkan |
|
|---|
| Optimalkan Peningkatan Prestasi, Bupati TTS Buka Turnamen Futsal Bupati Cup 2025 |
|
|---|
| Lomba Baca Puisi Warnai Perayaan Bulan Bahasa dan Sastra di SKO San Bernardino Lembata |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.