Opini

Opini: Perhatikan Perhatian!

Ada yang sampai stres dan depresi ketika tidak mendapatkan banyak pengakuan dan perhatian digital. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Melki Deni, S. Fil 

Ruang digital bukanlah ekosistem alami perhatian dan kontemplasi. Keunggulannya menggerogoti komponen spiritual umat manusia. 

Jika kita sepakat bahwa yang sakral adalah perhatian, maka media digital adalah yang profan par excellence: Istilah suci berasal dari Latin sacer, yang memerlukan gagasan pemisahan atau transendensi (imam adalah pemimpin Perayaan Suci). 

Pada gilirannya, istilah suci, tempat kudus, dan pengudusan juga berasal dari akar dari istilah bahasa Latin. 

Pemisahan atau transendensi dari yang suci ini adalah apa yang berseberangan dengan yang profan. 

Tempat suci atau tempat kudus adalah Bait Allah (fanum), sedangkan apa yang berada di luar Bait Allah adalah profanum. 

Di sana, tak ada praktik kontemplatif yang membawa kita kepada yang Ilahi. Yang sakral dan yang digital adalah musuh. Keduanya berada dalam tatanan yang berlawanan.

Perhatian kontemplatif, yang muncul dari keheningan, menyiratkan pertimbangan rasional radikal terhadap aktivitas sehari-hari dan terhadap persepsi berantai yang bergerak “dari satu informasi ke informasi lainnya”. 

Pada akhirnya, pertimbangan inilah yang menyingkapkan yang sakral, yang memungkinkan pengalaman ilahi. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh kapasitas reseptifnya. 

Perhatian kontemplatif adalah suatu bentuk penerimaan, suatu keheningan yang memungkinkan kita menantikan “suara” Ilahi, dan suara batin.

Kepasifan dalam memperhatikan didasarkan pada penerimaan. Kepasifan yang penuh perhatian menyediakan, memberi kita mata dan telinga untuk memahami segala sesuatu yang luput atau ditarik dari “percepatan kehidupan yang umum”. 

Beginilah cara perhatian memungkinkan yang sakral. Yang sakral dan kontemplasi berjalan beriringan. 

Keduanya diperlukan untuk menghasilkan revitalisasi jiwa; keheningan dan perhatian juga menampakkan diri sebagai prinsip-prinsip hakiki yang sakral. Keduanya membentuk cara manusia mendekati yang sakral.

Byung-Chul Han dalam “La Desaparición de los Rituales” (2020, 19) menegaskan: “Yang Sakral mengharuskan keheningan (...) keheningan membuat seseorang mampu mendengarkan. Keheningan itu disertai dengan penerimaan khusus, perhatian kontemplatif yang mendalam.” 

Dilihat dari sudut pandang ini, kepasifan mendengarkan, yang memiliki prasyarat esensial berupa perhatian kontemplatif yang intens, mendekatkan kita kepada yang Ilahi. 

Dengan demikian, jika manusia kehilangan kapasitas untuk berkontemplasi, ia juga kehilangan yang Ilahi.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved