Opini

Opini: Satu Data untuk Kemajuan Nusa Tenggara Timur

Pada tahun 2019, pemerintah merespons persoalan ini dengan menerbitkan Perpres Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. 

|
Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI PUTU DITA PICKUPANA
Putu Dita Pickupana 
Ringkasan Berita:
  • Selama puluhan tahun masing-masing lembaga negara maupun perangkat daerah mempublikasikan data sendiri tanpa koordinasi yang memadai sehingga membingungkan.
  • Pada tahun 2019, pemerintah menerbitkan Perpres Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.
  • Pada 14 Oktober 2025, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur resmi meluncurkan Portal Data Terpadu Sasando.
  • Masyarakat bisa mengakses di https://sasando.nttprov.go.id/

 

Oleh: Putu Dita Pickupana 
Tim Statistik Distribusi BPS Provinsi Nusa Tenggara Timur

POS-KUPANG.COM - Pada 14 Oktober 2025, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur resmi meluncurkan Portal Data Terpadu Sasando (https://sasando.nttprov.go.id/) yang merupakan penerapan dari Satu Data Indonesia di Provinsi NTT.   

Peluncuran dilakukan di Aula Fernandez, lantai empat Kantor Gubernur NTT dan dilakukan bersama oleh Bima Arya Sugiarto (Wakil Menteri Dalam Negeri), Melki Laka Lena (Gubernur NTT), Emelia Julia Nomleni (Ketua DPRD Provinsi NTT), Tim Stapleton (Minister Counselor, Governance and Human Development DFAT  Kedutaan Besar Australia), dan Maliki (Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas).

Hal ini merupakan lembaran baru dalam langkah mewujudkan tata kelola data yang terintegrasi, akurat, dan terpercaya untuk mendukung NTT yang maju, sehat, cerdas, sejahtera, dan berkelanjutan yang merupakan visi Portal Data Terpadu Sasando ini. 

Baca juga: Opini: Nagekeo Satu Data di Hari Statistik Nasional 2025

Portal ini merupakan salah satu penerapan kebijakan Satu Data Indonesia di daerah, Provinsi NTT, yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia dan Peraturan Gubernur NTT Nomor 64 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Satu Data Indonesia Tingkat Provinsi NTT.

Seperti kita ketahui bersama, data dalam era digital sekarang ini, telah menjadi sumber daya strategis yang tidak kalah penting dari minyak atau mineral. 

Suatu negara yang mampu mengelola datanya dengan baik akan unggul dalam membuat kebijakan, mengukur capaian pembangunan, serta memetakan arah masa depan dengan lebih presisi. 

Indonesia, dengan wilayah yang luas, populasi besar, dan keragaman sosial ekonomi yang tinggi, menghadapi tantangan besar dalam mengelola data lintas sektor. 

Dari sinilah gagasan tentang Satu Data Indonesia (SDI) lahir, sebuah inisiatif strategis nasional yang bertujuan mewujudkan integrasi data pemerintah yang akurat, mutakhir, terpadu, dan mudah diakses.

Sebelum adanya kebijakan Satu Data Indonesia, masing-masing lembaga maupun perangkat daerah mengumpulkan, mengelola, dan mempublikasikan data sendiri tanpa koordinasi yang memadai dengan KLDI (Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah/Insitusi lainnya) yang berbeda. 

Akibatnya, sering muncul perbedaan angka untuk sebuah indikator yang sama antara satu instansi dengan instansi lain. 

Misalnya, data kemiskinan versi kementerian tertentu bisa berbeda dengan data yang digunakan oleh Bappenas atau Badan Pusat Statistik (BPS). 

Kondisi ini tidak hanya membingungkan, tetapi berpotensi untuk melemahkan pengambilan kebijakan oleh pemerintah.

Pada tahun 2019, pemerintah merespons persoalan ini dengan menerbitkan Perpres Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. 

Regulasi ini menjadi tonggak penting dalam reformasi tata kelola data nasional. 

Filosofinya sederhana namun kuat: satu standar, satu metadata, satu portal, dan satu kode referensi untuk seluruh data pemerintah. 

Dengan prinsip tersebut, Satu Data Indonesia bukan sekadar proyek teknologi, melainkan perubahan paradigma dalam birokrasi, dari budaya ego-sektoral menuju kolaborasi lintas lembaga berbasis data. 

Regulasi ini juga langsung diadopsi oleh Pemprov NTT melalui Pergub NTT Nomor 64 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Satu Data Indonesia Tingkat Provinsi NTT.

Dalam Perpres 39 Tahun 2019, ada empat prinsip dasar yang merupakan fondasi penyelenggaraan SDI. Mari kita lihat lebih dalam lagi tentang prinsip-prinsip tersebut.

Standar Data

Prinsip standar data dalam SDI bertujuan agar kedepannya ada kemudahan dalam pengumpulan, bagipakai, dan juga integritas data sehingga akan ada akurasi dan konsistensi data, serta memperjelas makna yang ambigu dan meminimalkan pengumpulan data yang serupa. 

Seluruh data yang dikumpulkan oleh KLDI harus mengikuti format dan kaidah yang seragam agar dapat dibandingkan dan juga diintegrasikan jika diperlukan.

Beberapa komponen dalam standar data diantaranya adalah konsep (ide dan tujuan data diproduksi), definisi (penjelasan tentang batasan yang bisa membedakan secara jelas dan juga cakupannya jika dibandingkan data lain), klasifikasi (penggolongan data secara sistematis berdasarkan kriteria tertentu), ukuran (unit yang digunakan dalam pengukuran), dan satuan (besaran data yang digunakan sebagai standar dalam mengukur atau menakar data). 

Untuk standar data statistik (SDS), BPS telah menerbitkan Peraturan BPS Nomor 4 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Standar Data Statistik yang berisi tata kelola untuk usulan baru atau pemuktahiran SDS di instansi pusat atau daerah, dan petunjuk teknis lainnya. 

Metadata

Secara sederhana, metadata adalah data yang menjelaskan data yang ada. 

Contohnya, seseorang memiliki BMI (body mass index) senilai 30. Hal ini tidak memiliki arti jika kita tidak paham apa itu BMI. 

Untuk BMI pria, nilai idealnya adalah antara 18,5 sampai 24,9 poin. Jika seseorang memiliki BMI 30 maka dianggap tidak ideal dan dalam hal ini overweight. Nilai ideal dalam BMI merupakan salah satu contoh metadata. 

Metadata adalah informasi terstruktur yang mendeskripsikan suatu informasi dan  menjadikannya mudah ditemukan, digunakan, atau dikelola. 

Metadata sering disebut  sebagai data tentang data atau informasi tentang informasi. 

Dalam SDI, setiap data yang dihasilkan oleh KLDI wajib disertai deskripsi yang menjelaskan sumber, metode, waktu pengumpulan, serta satuan ukuran, agar pengguna memahami konteksnya. 

Indikator yang sama bisa memiliki interpretasi berbeda jika memiliki metadata yang berbeda, tidak bisa dibandingkan secara langsung (apple-to-apple). 

Interoperabilitas Data

Interoperabilitas data merupakan kemampuan data untuk dibagipakaikan antar sistem elektronik yang saling berinteraksi. 

Dengan teknologi saat ini, data dimungkinkan untuk dibagipakaikan antar sistem elektronik sepanjang rules data itu sesuai antar sistem. 

Contohnya sekarang ini data kependudukan sudah terintegrasi dengan BPJS. 

Jika kita ke fasilitas kesehatan, dalam sistem mereka, dengan memasukkan nomor induk kependudukan (NIK) kita, seluruh data kependudukan serta BPJS akan muncul. 

Artinya NIK merupakan rules yang digunakan dalam interoperabilitas antara sistem yang dimiliki oleh Dukcapil dan juga BPJS.

Prinsip SDI ke-3 ini diatur melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika nomor 1 Tahun 2023 tentang Interoperabilitas Data dalam Penyelenggaraan Sistem Informasi Berbasis Elektronik dan Satu Data Indonesia. 

Menurut Permen tersebut, agar data bisa dibagipakaikan antar sistem elektronik yang saling berinteraksi, data harus: konsisten dalam sistem/bentuk, struktur/skema/komposisi penyajian, dan semantik/artikulasi keterbacaan; serta disimpan dalam format terbuka yang mudah dibaca dalam sistem elektronik. 

Salah satu tools yang dimanfaatkan dalam interoperabilitas data adalah API (application programming interface) yang memungkinkan adanya komunikasi machine to machine. 

Jika kita di sebuah restoran, maka kita atau pelanggan merupakan aplikasi pengguna, koki di dapur restoran tersebut adalah sistem atau komputer server, dan pelayan dalam restoran adalah API yang menghubungkan pelanggan dengan koki. 

Pengguna akan memberi pesanan ke pelayan yang akan meneruskan pesanan ke koki, dan setelah siap saji akan diantarkan kembali ke pengguna. 

Kode Referensi dan Data Induk 

Prinsip SDI terakhir adalah Kode Referensi dan Data Induk. Kode referensi merupakan tanda berisi karakter yang mengandung atau menggambarkan makna, maksud, atau norma tertentu sebagai rujukan identitas data yang bersifat unik. 

Sedangkan data induk merupakan data yang merepresentasikan objek dalam proses bisnis pemerintah yang telah disepakati untuk digunakan bersama, seperti data induk penduduk, data induk kepegawaian. 

Kode referensi dan/atau data induk disepakatan dalam Forum SDI tingkat pusat. 

Saat ini ada beberapa kode referensi yang digunakan dimana salah satunya adalah kode wilayah. 

Jika kita perhatikan KTP dan NIK, untuk penduduk NTT NIK akan dimulai dengan angka 53 yang merupakan kode untuk provinsi NTT, 51 untuk Bali, dan 52 untuk NTB. 

Kode referensi wilayah ini merupakan kode yang digunakan untuk dapat membandingkan data antar wilayah. Kode referensi wilayah tersedia sampai tingkat desa. 

Untuk data induk, yang disepakati saat ini salah satunya dalah data induk penduduk berupa NIK dimana seperti contoh sebelumnya bisa digunakan dalam mengakses data BPJS juga. 

Tentu saja portal data terpadu Sasando juga berusaha memenuhi prinsip-prinsip SDI yang ada dengan empat misi Sasando, yaitu mengintegrasikan data dari seluruh instansi pemerintah di NTT; menyediakan data berkualitas tinggi yang akurat dan mutakhir; memfasilitasi akses data terbuka untuk publik dan stakeholder; dan mendukung pengambilan keputusan berbasis bukti dan data. 

Berdasarkan pengalaman di wilayah lain yang sudah mengimplementasikan SDI, ada beberapa manfaat besar yang dirasakan dalam pembangunan dampak implementasi SDI.

Salah satu manfaatnya, dengan adanya data yang terpadu, maka ada efisiensi dalam pengambilan keputusan. 

Keputusan tidak bergantung pada laporan tumpang tindih ataupun bertentangan. 

Selain itu, ada manfaat transparansi dan akuntabilitas terhadap masyarakat. 

Publik dapat secara mudah mengakses data yang dihasilkan oleh pemerintah melalui portal data terpadu sebagai bentuk pengawasan terhadap kebijakan pemerintah. 

Manfaat berikut adalah SDI dapat mendorong inovasi dan ekonomi digital. 

Data yang dihasilkan pemerintah bisa dimanfaatkan oleh akademisi, peneliti, bisnis, untuk mengembangkan inovasi berbasi data (data-driven innovation) di bidang transportasi, kesehatan, pendidikan, hingga mitigasi bencana. 

Dan manfaat terbesarnya adalah perencanaan pembangunan yang lebih tepat sasaran. 

Pemerintah dapat melakukan perencanaan pembangunan berdasarkan data lintas sektoral yang terintegrasi, analisis spasial dan prediktif yang lebih akurat, dan lainnya dalam menentukan prioritas pembangunan.

Portal data terpadu Sasando dan SDI bukan hanya soal teknologi ataupun portal data saja, melainkan tentang perubahan budaya dalam pemerintahan. 

Budaya berbasis data menuntut keterbukaan, kolaborasi, dan akuntabilitas. 

Ketika setiap kebijakan publik didasarkan pada data yang valid, maka efektivitas pembangunan akan meningkat, dan kepercayaan publik terhadap pemerintah pun akan menguat. 

Harapan dengan adanya Sasando ini, manfaat implementasi SDI di wilayah lain juga akan dirasakan di Provinsi NTT.

Jika pemerintah, akademisi, dan masyarakat dapat berjalan bersama dalam semangat keterbukaan dan kolaborasi, maka Satu Data Provinsi NTT bukan hanya sekadar slogan, melainkan fondasi nyata menuju NTT, dan tentunya Indonesia, yang lebih efisien, transparan, dan berdaulat dalam pengelolaan data untuk kemajuan masa depan. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved