Opini

Opini: Ekstradisi Eks Kapolres Ngada sama dengan Negara Melepas Tanggung Jawab kepada Korban

Kita tidak boleh kehilangan fokus. Kejahatan seksual yang diduga dilakukan eks Kapolres Ngada jelas-jelas terjadi di Kota Kupang. 

Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI/MARIA W INVIOLATA WATU RAKA
Maria Wilhelsya Inviolata Watu Raka 

Ini bukan sekadar perdebatan akademis, melainkan menyangkut martabat korban, keluarga, dan sistem hukum kita.

UU ITE: Bukan Alasan Melepas Yurisdiksi Indonesia

Argumen berikutnya yang dilontarkan ahli pidana tersebut adalah penggunaan UU ITE. 

Menurutnya, karena terdakwa dijerat UU ITE dan video ditemukan di website Australia, maka locus delicti bergeser ke Australia. 

Padahal, ini adalah kesalahan logika hukum. UU ITE tidak pernah dimaksudkan untuk menghapus yurisdiksi Indonesia. 

Justru sebaliknya, Pasal 2 UU ITE memperluas jangkauan yurisdiksi Indonesia dengan asas ekstrateritorialitas. 

Bunyi pasalnya jelas: UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, baik di dalam maupun di luar wilayah hukum Indonesia, sepanjang perbuatan itu menimbulkan akibat hukum di Indonesia atau merugikan kepentingan Indonesia.

Dengan kata lain, sekalipun konten asusila itu diunggah dan ditemukan di luar negeri, hukum Indonesia tetap berlaku karena pelaku adalah warga negara Indonesia dan perbuatannya menimbulkan akibat di Indonesia. 

Konsep ini juga sejalan dengan asas nasionalitas aktif yang dijelaskan Andi Hamzah bahwa hukum pidana Indonesia mengikuti ke mana pun warganya pergi, agar tidak ada WNI yang lolos dari jerat hukum (2004). 

Jadi, menyebut UU ITE sebagai alasan untuk mengekstradisi eks Kapolres Ngada justru memperlihatkan kekeliruan mendasar dalam membaca fungsi UU ITE itu sendiri.

Ekstradisi: Bukan Jalan, Bukan Solusi

Diskusi menjadi semakin rancu ketika perdebatan diarahkan pada pertanyaan: apakah eks Kapolres Ngada dapat diekstradisi ke Australia?

Secara sederhana, ekstradisi adalah penyerahan pelaku kejahatan dari satu negara ke negara lain yang berwenang mengadili atau menghukumnya. 

Indonesia memang memiliki perjanjian ekstradisi dengan Australia, yang diratifikasi melalui UU No. 8 Tahun 1994. 

Secara teori, kejahatan seksual terhadap anak-anak termasuk dalam kategori tindak pidana yang dapat diekstradisi, apalagi memenuhi asas double criminality (diakui sebagai kejahatan baik di Indonesia maupun Australia).

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved