Opini
Opini: Logika Hukum yang Melukai Korban
Seorang anak yang terjebak dalam prostitusi, sekalipun terlihat "proaktif", bukanlah seorang wirausahawan jasa seksual.
Rangkaian argumen ahli yang justru menyalahkan korban, meragukan bukti medis karena formalitas, dan keliru memahami yurisdiksi di era digital, menunjukkan cara pandang hukum yang terisolasi dari realitas sosial.
Hukum yang demikian gagal mengenali relasi kuasa yang timpang dan kompleksitas kejahatan modern, sehingga putusan akhir kasus ini akan menjadi penentu apakah ruang sidang hanya menjadi panggung formalisme kosong yang melukai korban atau mampu meneguhkan kembali esensi hukum sebagai pelindung bagi mereka yang paling rapuh.
Majelis hakim yang menyidangkan perkara ini pun memikul beban berat sekaligus tugas mulia.
Mereka harus mampu secara kritis memilah dan menyaring setiap argumen, serta berani menempatkan semangat UU Perlindungan Anak sebagai hukum tertinggi dalam perkara ini.
Putusan yang akan mereka jatuhkan kelak tidak hanya akan menentukan nasib seorang terdakwa, tetapi juga akan mengirimkan pesan kuat kepada masyarakat: apakah hukum di negeri ini benar-benar hadir untuk melindungi anak-anaknya, atau hanya menjadi sandiwara keadilan semata. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Opini: Membaca Fenomena Eat the Rich di Indonesia |
![]() |
---|
Opini: Menyoal Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia di Nusa Tenggara Timur |
![]() |
---|
Opini: Remaja dan Seni Mencintai, Membaca Ulang Pacaran di Zaman Kini |
![]() |
---|
Opini: Mohon Tenang Sedang Pemilihan Rektor Undana |
![]() |
---|
Opini: Kasus Eks Kapolres Ngada Cacat Hukum atau Cacat Nurani? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.