Opini

Opini: Cosmas Kaju Gae dan Lystio Sigit Prabowo

Ketika terjadi perilaku anarkis oleh kerumunan yang bersifat agresif, pengambilan keputusan menjadi tidak mudah. 

|
Editor: Dion DB Putra
DOKUMENTASI PRIBADI ROBERT BALA
Robert Bala. 

Bagaimana menilainya dari sembonyan Kapolri Sigit tentang Polri yang merupakan singkatan dari PREdiktif, ReSponSIbilitas, dan Transparansi Berkeadilan? 

Pertama, semboyan itu tidak sekadar abreviasi tetapi ia sangat mengena ketika dimaknai secara hurufiah pada arti sebenarnya. 

Presisi tidak akan dimaknai terlepas dari akurasi. Presisi dalam sistem pengukuran dimaknai sebagai tingkat kedekatan pengukuran kuantitas terhadap nilai yang sebenarnya. 

Sementara itu presisi dimaknai sebagai reproduktivitas dan pengulangan di mana kejadian yang sama meski diulang beberapa kali tetap mendapatkan hasil yang sama. 

Dalam arti ini, membebankan kesalahan pada pelaku di lapangan (Cosmas dan Rohmat) tidak bisa dinilai hanya sekali tetapi tetap merangkainya dengan sejarah hidup mereka. 

Bila dalam sejarah hidup mereka telah menunjukkan tindakan mengancam malah menghilangkan nyawa orang maka kejadian di Kamis kelabu hanya menegaskan apa yang terjadi sebelumnya. 

Sebaliknya bila kejadian itu terjadi pertama kali maka tingkat presisi dianggap rendah karena belum pernah terulang kasus yang sama sebelumnya. 

Kedua, bila dimaknai sebagai abreviasi (singkatan) yang digaungkan sebagai program unggulan Sigit, maka di sana justru lebih dalam lagi terungkap. 

Jelasnya, apakah terjadi sebuah aksi anarkis yang  mengancam pribadi yang bisa diprediksi? 

Lalu siapa yang bertanggungjawab ketika sebuah keadaan genting terjadi? 

Bila kita merujuk pada tanggungjawab (responsibilitas), maka tanggungjawab itu tidak berhenti pada sebuah komponen kecil (polisi yang ada dalam rantis), tetapi ia adalah sebuah tangggungjawab representatif yang dilakukan mengatasnamakan polisi. 

Dalam kondisi ini, bila tanggung jawab hanya sampai pada Cosmas maka akan menunjukkan adanya ketakadilan atau lebih tepat keadilan yang menjadi tak transparan. 

Ketiga, kasus “Kamis kelabu 28/8” karena itu menjadi ujian komprehensif yang tengah dihadapkan bukan pada Cosmas tetapi justru pada Sigit. 

Ia menjadi ujian penting untuk mengukur sejauh mana konsep Polri presisi yang diungkapkan saat dilantik 21 Januari 2021 (hampir 5 tahun lalu) bisa dibuktikan dalam tragedi ini. 

Itu berarti tangisan Cosmas hanya tetesan air mata yang meminta polisi menjadi lebih presisi dalam semua makna. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved