Opini
Opini: Cosmas Kaju Gae dan Lystio Sigit Prabowo
Ketika terjadi perilaku anarkis oleh kerumunan yang bersifat agresif, pengambilan keputusan menjadi tidak mudah.
Hal itu belum terhitung adanya aneka ancaman terhadap para penjaga keamanan (polisi) berhadapan dengan ancaman keamanan diri yang dialami secara riil.
Di tengah kondisi seperti ini, keputusan apapun yang diambil baik sengaja maupun tidak sengaja tidak lagi menjadi keputusan pribadi.
Kalaupun dianggap sebagai kebijakan pribadi, itu pun dilakukan di bawah tekanan yang dahsyat.
Kematian Affan Kurniawan yang sangat disayangkan pun tidak bisa dilihat sebagai kematian ‘an sich’ yang terjadi secara sengaja, tetapi lebih merupakan sebuah kejadian yang terjadi dalam sebuah konteks situasi yang saling mengandaikan.
Dalam pemikiran filsuf Hegel, kejadian menabrak orang lain merupakan sebuah sesuatu yang laten dan belum terbentuk atau dalam hubungan tertentu merujuk pada ketidaksadaran.
Dalam kacamata análisis seperti ini, maka segala tindakan kepolisian dalam konteks tertekan dan terkondisikan oleh situasi sekitar tidak menjadi tanggung jawab pribadi.
Mereka adalah representasi dari sebuah institusi. Dalam arti ini, baik 7 orang anggota polisi yang ada di dalam rantis, sopir Bripka Rohmat, juga Cosmas Kaju Gae bukan hadir sebagai pribadi yang harus menerima konsekuensi dari sebuah kematian.
Mereka adalah pribadi yang hadir secara reprentatif dari sebuah kepolisan kepolisian.
Inilah tanda bahaya yang mestinya diidentifikasi dalam menganalisis sebuah kejadian.
Mengikuti alur pemikiran ini maka tanggungjawab tidak bisa dibebankan secara terbatas pada kendaraan rantis dan pimpinan yang ada di lokasi tetapi sebuah kekuatan ‘kecil’ di tengah situasi yang tidak normal.
Karena itu kalau pelakunya dikerucutkan pada pribadi maka bukan pribadi pelaku di lapangan tetapi pemimpin besar.
Sigit Listyo Prabowo mestinya menjadi orang yang secara tepat menjawab pertanyaan ini hal mana perlu menjadi bidikan tim etik Polri.
Singkatnya, bila Bripka Rohmat dianggap melaksanakan perintah atasannya
(Cosmas), maka secara logis, Cosmas tidak menghentikan pertanyaan. Ia perlu melanjutnya pertanyaan hingga akhirnya bermuara akhir pada Kapolri.
Polisi Presisi?
Apa yang mesti dipelajari dari kasus demontrasi di Kamis 28 Agustus 2025?
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.