Nasional Terkini
Menkop Budi Arie: Koperasi Merah Putih Diawasi Rakyat
Budi Arie Setiadi tidak ingin program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih disebut sebagai koperasi simpan pinjam.
"Kalau masih beranggapan bahwa pengawasan itu dari otoritas, itu kesalahan konsepsional. Pengawasan terbaik itu pengawasan berbasis partisipasi, berbasis masyarakat," tuturnya.
"Sekarang eranya sosmed. Kalau satu desa (ada) 4.000 masyarakat, 2.000 orang jadi anggota. Diawasi oleh 2.000 orang karena ini alat perjuangan mereka bersama. Kalau ada masalah 2.000 orang ini teriak dulu gak? Langsung di sosmed. Beres gak itu? Ya harus begitu cara kerjanya," sambungnya.
Sehingga dia mengatakan nantinya pihaknya juga sudah berpikir untuk memberikan sosialisasi hingga pelatihan bagi anggota koperasi agar bisa menjadi pengawas utama dalam pengoperasionalannya.
Meski begitu, Budi Arie mengatakan pengawasan dari eksternal juga diperlukan salah satunya dari Otoritas Pengawas Koperasi (OPK) untuk memitigasi resiko.
Termasuk soal pembentukan Lembaga Penjamin Koperasi (LPK) layaknya sistem perbankan pada umumnya untuk memberikan rasa aman kepada anggota dalam wujud Undang-Undang Perkoperasian Nasional.
Baca juga: 171 Koperasi Merah Putih di Manggarai Sudah Kantongi Badan Hukum
"Dalam benak dan pikiran teman-teman di Kementerian Koperasi memang ada dua isu. Satu, OPK, Otoritas Pengawas Koperasi, khususnya sektor keuangan dan juga lembaga penjamin koperasi atau LPK ya. Ya itu sedang dalam pemikiran kami untuk diperdalam supaya meminimalisir mitigasi-mitigasi yang dimungkinkan terjadi," jelasnya.
Koperasi Desa Merah Putih Tak Akan Terima Uang
Selanjutnya, Budi Arie pun membeberkan terkait modal dari Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang utamanya dari dari iuran anggotanya.
Skemanya, nantinya koperasi akan mendata terlebih dahulu mulai data pengurus koperasi, potensi desanya, dan sebagainya.
Selanjutnya, pada skema operasional, Budi Arie mengatakan nanti akan didata jenis usaha yang akan dilakukan oleh anggota koperasi. Setelahnya, baru masuk ke skema pembiayaan.
"Berapa pembiayaan yang diperlukan untuk mengoperasikan atau menjalankan bisnis ini? Misalnya untuk pupuk sekian Rp100 atau Rp200 juta, ini Rp50 juta, itu baru pembiayaannya kita bicara ke pembiayaan," ucapnya.
Budi Arie pun mengingatkan dalam pembiayaan, ada dua model yakni CapEx soal pengeluaran investasi untuk aset jangka panjang seperti mesin atau gedung, dan OpEx yakni biaya rutin harian seperti gaji, sewa, dan listrik.
Nantinya, pembiayaan ini juga harus dilihat dari keperluan koperasi. Bahkan, dari perbankan nantinya tidak akan memberikan uang kepada koperasi tersebut. Sehingga nantinya, dapat memitigasi resiko untuk masalah-masalah yang akan timbul.
"Jadi, misalnya Koperasi Desa ini perlu pupuk 100 ton x Rp23 juta. Ya, misalnya Rp23 juta atau Rp25 juta. Si bank ini ngasih (uang) ke PT Pupuk Indonesia. Nanti dikirim barangnya. Setelah itu si koperasinya bayar sesuai dengan marginnya dapat," tuturnya.
Pihak Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang diizinkan untuk memberikan pinjaman ke Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih juga bisa menolak pengajuan jika tak sesuai dengan kebutuhan.
Baca juga: Koperasi Merah Putih Resmi Diluncurkan, Nando Watu Soroti Kesiapan SDM di Ende
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.