Opini

Opini: Membaca Polemik Pungutan Iuran Pendidikan

Biaya pendidikan, khusus sekolah negeri dibiayai negara, mahal karena orang tua dibebankan untuk membiayai beberapa item pendidikan. 

Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Gerardus Kuma Apeutung 

Pola ini menimbulkan ketimpangan. Sekolah kecil akan mendapat anggaran yang terbatas. Sementara sekolah besar menerima anggaran melimpah.

Padahal kebutuhan setiap sekolah itu beragam. Sekolah kecil belum tentu kebutuhannya sedikit. 

Sebagai ilustrasi, misalnya, di sekolah A yang jumlah muridnya sedikit, masih ada guru berstatus honorer; sementara di sekolah B yang jumlah murid banyak, tidak ada guru honorer. 

Dalam kondisi ini, anggaran BOS sekolah A yang minim masih harus digunakan untuk membayar gaji guru honorer. Otomatis biaya untuk item pendidikan lain akan berkurang.

Selain itu, tantangan antara satu daerah dengan daerah lain berbeda – beda. Biaya dan kebutuhan sekolah di kota tidak sama dengan sekolah di desa. 

Begitu pula sekolah di Jawadengan di luar Jawa. Harga barang di kota lebih murah dibandingkan dengan harga barang di daerah terpencil yang biasanya sangat mahal.

Sebagai guru di kampung, saya melihat sendiri bagaimana sekolah harus pontang–panting memenuhi biaya operasional pendidikan yang kurang dan atau tidak tercover oleh dana BOS.

Kondisi paling sengsara dirasakan sekolah–sekolah di kampung dengan jumlah murid sedikit.

Contoh paling konkret adalah biaya untuk gaji guru dan pegawai honorer. Sudah jadi rahasia umum, guru – guru kita diupah dengan rendah. Gaji guru yang rendah itu karena dana BOS sedikit.

Karena itu pola penyaluran dana BOS mesti dievaluasi kembali. Pola penyaluran selama ini yang hanya menguntungkan sekolah tertentu harus diubah. 

Dana BOS harus diberikan berdasarkan kebutuhan riil sekolah. Menyamaratakan BOS adalah pendekatan yang tampak adil di atas
kertas, tetapi timpang dalam praktik.

Tanggungjawab Bersama

Alokasi dana BOS yang tidak mencukupi kebutuhan operasional sekolah menunjukkan bahwa pemerintah belum mampu mendanai pendidikan walau konstitusi sudah mengamanatkan alokasi anggaran 20 persen APBN/ APBD untuk pendidikan.

Dalam kondisi ini, kontribusi publik juga diperlukan. Karena pendidikan adalah tanggungjawab bersama pemerintah, orang tua, masyarakat, termasuk dalam hal pembiayaan. 

Ruang partisipasi masyarakat ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 tentang Komite Sekolah.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved