Opini

Opini: DPRD Dalam Cengkraman Oligarki 

Dominasi oligarki terus memengaruhi pelbagai kebijakan institusi publik seperti eksekutif dan legislatif. 

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-DOK PRIBADI
Yoseph P. Seran 

Dalam konteks Kabupaten Malaka, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Malaka, hari-hari ini bukan menjadi cerminan masyarakat. Tidak berkutik. Dicekik oligarki

Mereka berubah rupa menjadi topeng: alat penguasa yang membungkam hak-hak rakyat. 

Kasus seroja, tingginya angka human trafficking, anak putus sekolah (ATS), pengangguran, pembangunan infrastruktur yang tidak memadai, dan beragam persoalan lainnya menjadi dingin dalam gedung rakyat. 

Wakil rakyat yang seharusnya 'mewah' di bibir rakyat, menjadi tidak bernilai (tak berharga).  

Leher mereka diikat dengan rantai besar, ditarik ke sana ke mari. Seolah mereka tak berdaya di hadapan elit berduit (kapitalis). Miris memang. 

Masyarakat yang (terlanjur) memberi suara pada saat pemilihan legislatif (pileg) seperti berdiri di persimpangan jalan. 

Konsensus atas kepentingan bukan berbasis urgensitas rakyat, tetapi dalam bayang-bayang oligarkis. 

Kapasitas (mutu) dan integritas sebagai wakil rakyat hanyalah pernak-pernik yang menghiasi bangunan megah dari hasil pajak rakyat. 

Dalam bahasa Boni Hargens (Analis Politik), politikus zaman sekarang tak perlu sok imut di depan rakyat. Tunjukkan mutu dan integritas sebagai wakil rakyat. 

Jangan seperti koruptor yang melambaikan tangan saat diperiksa. Padahal, perut mereka kenyang mengidap darah rakyat. 

Wakil rakyat menjadi fasilitas empuk oligarki dalam memuluskan kepentingan mereka. 

Konsensus dalam ruang paripurna berbasis pada kepentingan segelintir orang atau tunduk pada kekuasaan (rezim), dan menyerahkan idealisme pada oligarki

Suara mereka ikut tenggelam dalam perut yang diisi duit rakyat. Keberpihakan pada kepentingan masyarakat hanyalah kuah kosong. 

Tak ada manfaat bagi banyak orang. Mereka hanya 'omon-omon'.  Fenomena yang terjadi di DPRD terjerumus dalam budaya permisif - yang akan mengekalkan apatis para pemilih (warga) pada pemilihan legislatif di masa mendatang. 

Bahayanya, partisipasi pemilih golongan putih (golput) akan meningkat tajam. Demokrasi yang diagung-agungkan terpenjara dalam trali besi.   

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved