TTU Terkini

Program JKN, Upaya Negara Melindungi Ibu dan Bayi dari Ancaman Tradisi Nu di Perbatasan RI-RDTL

Bahkan, ketika masih muda Fransiska memberikan pelayanan sebagai bidan tradisional (membantu ibu-ibu melahirkan) sampai ke desa tetangga.

Penulis: Dionisius Rebon | Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/DIONISIUS REBON
Penyintas tradisi Nu yang telah menjadi peserta program JKN BPJS Kesehatan asal Desa Bakitolas, Kecamatan Naibenu, Kabupaten TTUz NTT bernama Fransiska Lalus menunjukkan Kartu KIS miliknya, Rabu, 16 Juli 2025. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Dionisius Rebon 

POS-KUPANG.COM, KEFAMENANU - Fransiska Lalus (80) sibuk membersihkan kacang hijau di atas nyiru. Tangannya bergetar mengais biji kacang hijau. Biji afkir disimpan di sebuah wadah. Lansia kelahiran 01 Januari 1994 ini, rela melawan rabun demi menyajikan makanan terbaik bagi menantu dan cucunya yang baru saja menjalani proses persalinan 8 hari silam.

Kendati tidak tamat Sekolah Rakyat, Fransiska merupakan seorang dukun sekaligus bidan tradisional yang sangat terkenal di Desa Bakitolas, Kecamatan Naibenu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada zaman dahulu.

Bahkan, ketika masih muda Fransiska memberikan pelayanan sebagai bidan tradisional (membantu ibu-ibu melahirkan) sampai ke desa tetangga.

Hari itu, Rabu, 16 Juli 2025, penulis menempuh perjalanan sejauh 33 kilometer untuk sampai di desa ini dengan waktu tempuh 1,5 jam. Hawa panas mengakar di ubun-ubun. Desa Bakitolas terletak tepat di wilayah perbatasan RI-RDTL Distrik Oecusse (sebuah wilayah Enklave Negara Timor Leste yang berbatasan dengan Kabupaten Kupang dan Kabupaten TTU).

Fransiska berdomisili bersama anaknya Mikhael Elu (44), menantu dan cucunya di RT 004, RW 001, Dusun 002. 

Tradisi Nu (Tradisi Memanggang Bayi dan Ibu) atau Lal Ai Mam 

Dalam bahasa Dawan (Pulau Timor, NTT) “Nu” berarti mengeram. Beberapa wilayah di Kabupaten TTU menyebut tradisi ini dengan sebutan “Lal Ai Mam”.

Dalam konteks tradisi ini, konotasi “mengeram” memiliki arti; selama masa nifas, ibu dan bayi tidak diperkenankan keluar dari dalam rumah atau kamar. 

Fransiska sendiri adalah seorang penyintas tradisi Nu. Zaman dahulu tradisi Nu dipraktekkan dengan cukup ekstrem. 

Menurut kepercayaan masyarakat Desa Bakitolas, tradisi Nu dilaksanakan agar tubuh bayi menjadi kuat, mencegah epilepsi dan menghindari godaan makhluk jahat.

Konon, bayi yang tidak melaksanakan tradisi ini terlihat lemas dan mudah sakit. Tradisi ini dilakukan selama 1 bulan sampai 3 bulan. 

Dalam praktek tradisi Nu, bara api disimpan tepat di bawah kolong tempat tidur dimana ibu dan bayi berbaring. 

Seorang ibu di Kecamatan Naibenu Kabupaten TTU yang baru melahirkan melaksanakan tradisi Nu
Seorang ibu di Kecamatan Naibenu Kabupaten TTU yang baru melahirkan melaksanakan tradisi Nu atau tradisi memanggang ibu dan bayi. Abu hasil proses pemanggangan ibu dan bayi menggunung di bawah ranjang dimana ibu dan bayi berbaring.

Tempat tidur sengaja dibuat dari bilah bambu agar asap dan panas bara api langsung memanggang tubuh ibu dan bayi. Pada beberapa kasus, bara api menyebabkan tubuh bayi terkelupas.

Masyarakat biasanya menggunakan kayu kesambi demi menjaga kualitas bara api. Tradisi Nu juga dilakukan untuk menghangatkan tubuh ibu dan bayi pasca kelahiran.

Selama tradisi Nu digelar, ibu dan bayi wajib menaati pantangan seperti; ibu dan bayi nifas tidak diperkenankan turun dari ranjang dan menginjakkan kaki di tanah atau lantai.

Biasanya, kaum pria mencari batu berbentuk ceper dan lebar lalu diletakkan di pinggir ranjang agar ibu nifas bisa leluasa mandi. Ibu nifas juga dilarang mengkonsumsi daging, kacang-kacangan, dan daun kelor.

Baca juga: Terlindungi Sejak Lahir, Inovasi JKN Ubah Masa Depan Anak Ende

Pada zaman dahulu, ketika fasilitas kesehatan dan tenaga medis belum memadai, kaum perempuan biasanya melahirkan di rumah “Ume Bubu” (dapur atau rumah bulat; bangunan dengan atap berbentuk setengah lingkaran dan terdapat panggung yang terbuat dari bambu.

Atap rumah ini terbuat dari alang-alang tebal yang sangat khas terlihat di wilayah Pulau Timor). Atap alang-alang ini dibiarkan menjuntai hingga ke tanah dengan tujuan menghalau angin masuk ke dalam rumah. 

Bersalin di Puskesmas 

Fransiska memiliki 4 orang cucu. Meskipun merupakan seorang mantan tabib dan bidan terkenal, Fransiska mengaku tidak lagi aktif di dunia tersebut. Tiga orang cucunya dilahirkan di Puskesmas Naibenu. 

Sementara cucu pertamanya yang lahir pada tahun 2012 lalu terpaksa harus menerapkan tradisi Nu. Pasalnya, saat itu mereka belum tercover Program JKN dan dirundung persoalan ekonomi.

Salah satu faktor penyebab masyarakat zaman dahulu menerapkan tradisi Nu yakni ketiadaan fasilitas, sarana prasarana kesehatan dan ketiadaan biaya untuk melahirkan di rumah sakit. 

Layanan gratis di puskesmas bisa diakses karena menantunya bernama Gema Abi (38) juga peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan. 

Screenshot kepesertaan program JKN BPJS Kesehatan, Fransiska Lalus
Screenshot kepesertaan program JKN BPJS Kesehatan, Fransiska Lalus

Ia mengaku tidak mau ambil resiko atas kesehatan menantu dan cucunya jika menerapkan Tradisi Nu. Cucu keempat dari Fransiska ini dilahirkan 8 hari lalu berkat bantuan bidan dan tenaga medis di puskesmas.

“Tidak kasih keluar uang. Saya juga kalau sakit batuk pilek, kaki tangan lemas saya pergi minta obat di puskesmas. Bawa kartu ini (KIS),” ujarnya sambil menunjukkan kartu KIS.

Cakupan Kepesertaan Program JKN BPJS Kesehatan Kabupaten TTU

Cakupan kepesertaan program JKN BPJS Kesehatan di Kabupaten TTU meningkat setiap tahun. Berdasarkan data tanggal 1 Juli 2025, mayoritas cakupan kepesertaan JKN masyarakat Kabupaten TTU dibiayai oleh pemerintah pusat melalui Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN yakni sebanyak 202.737 peserta. Kategori Pekerja Penerima Upah (PPU) cakupan kepesertaan mencapai 45.865 peserta.

Secara khusus kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai dari APBD Kabupaten TTU sebanyak 21.643 peserta. Kategori Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri sebanyak 6.055 peserta dan Bukan Pekerja (BP) sebanyak 5.495 peserta.

Persentase cakupan kepesertaan program JKN di Kabupaten tahun 2025 mencapai 102, 09 persen atau mencakup sekitar 281.795 peserta. 

Kepala BPJS Kesehatan Kabupaten TTU, Meny Elison Seran1234
Kepala BPJS Kesehatan Kabupaten TTU, Meny Elison Seran

Jumlah cakupan kepesertaan program JKN BPJS Kesehatan ini lebih banyak dari data penduduk berdasarkan data Dukcapil Kabupaten TTU semester II tahun 2024 sebanyak 276. 032 penduduk. 

Program JKN ini memberikan kesempatan kepada masyarakat dari semua kalangan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang sama.

"Kenapa bisa lebih dari 100 persen, karena memang kita masih menjadikan pembanding adalah data resmi dari Dukcapil yaitu data semester 2 tahun 2024, kita belum mendapat data terbaru untuk semester 1 tahun 2025. Sehingga datanya masih melebihi 100 persen sehingga di angka 102,09 persen dengan tingkat keaktifan itu di angka 92,23 persen," ujarnya.

Tahun 2024, cakupan kepesertaan program JKN mencapai 98,63 pesen atau sekitar 272.258 peserta. Demi mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, BPJS Kesehatan juga menghadirkan sejumlah inovasi seperti JKN Mobile, WhatsApp Pandawa.

Program JKN, Upaya Negara Melindungi Ibu dan Bayi dari Ancaman Tradisi Nu di Perbatasan RI-RDTL 

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten TTU, Robertus Tjeunfin mengatakan, kematian ibu dan bayi merupakan indikator utama dalam upaya penanggulangan kesehatan. Sejak diterbitkan Pergub NTT nomor 10 tahun 2009 tentang revolusi KIA, Pemkab TTU gencar menanggulangi kematian ibu dan bayi dengan berbagai cara.

Sejak tahun 2010 ibu hamil dilarang bersalin di polindes atau di rumah serta tidak boleh menggunakan bantuan dukun. Semua ibu hamil wajib melaksanakan persalinan di puskesmas dan rumah sakit.

Hingga saat ini, Pemkab TTU melarang praktek tradisi Nu. Karena tradisi ini berisiko menyebabkan dehidrasi, terbakarnya ibu dan bayi, asfiksia neonatorum (gagal nafas disebabkan oleh asap dan bisa berujung kematian) dan ISPA.

Berdasarkan data 5 tahun terakhir, kasus kematian ibu, neonatal, bayi dan balita menurun drastis. Tercatat kematian ibu pada tahun 2022; 12 kasus, tahun 2023; 5 kasus dan tahun 2024; 1 kasus. Sementara data kematian neonatal pada tahun 2022; 23 kasus, tahun 2023; 28 kasus, tahun 2024; 24 kasus dan tahun 2025; 17 kasus. 

Robert menjelaskan, data kematian bayi di Kabupaten TTU tahun 2022; 26 kasus, tahun 2023; 10 kasus, tahun 2024; 9 kasus dan tahun 2025; 2 kasus. Sedangkan data kematian balita tahun 2022; 9 kasus, tahun 2023; 4 kasus, tahun 2024; 1 kasus dan tahun 2025; 1 kasus.

Menurutnya, puncak penanggulangan kematian ibu, neonatal, bayi dan balita ini terjadi ketika pemerintah pusat dan Pemkab TTU menggandeng BPJS Kesehatan mengcover semua masyarakat dalam Program JKN di Kabupaten TTU. Program kesehatan gratis ini sangat menguntungkan masyarakat.

Ia menegaskan, BPJS Kesehatan melalui Program JKN-KIS menjadi representasi kehadiran negara merawat serta melindungi ibu dan bayi di perbatasan RI-RDTL dari ancaman Tradisi Nu. (bbr)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved