Opini
Opini: Seni Berkarakter di Ujung Tanduk, Bakat Muda NTT Tenggelam dalam Arus Globalisasi
Anak-anak muda di NTT memiliki bakat luar biasa. Mereka bisa bernyanyi, menari, dan berpuisi dengan kekuatan ekspresi yang luar biasa.
Alih-alih mengembangkan identitas lokal, mereka lebih banyak mengadopsi budaya luar.
Ini bukan kesalahan mereka sepenuhnya—ini tanggung jawab kita bersama yang tidak membangun sistem pembinaan seni yang memadai.
Seni Modern Menggerus Nilai Karakter
Seni tradisional membawa nilai: hormat pada leluhur, cinta tanah air, kesederhanaan, keberanian, dan solidaritas. Ketika seni ini menghilang, nilai-nilainya ikut lenyap.
Anak muda kehilangan referensi karakter yang kuat, dan digantikan oleh budaya populer yang dangkal dan cepat lewat.
Media digital yang seharusnya bisa menjadi alat pelestarian, justru lebih sering mempromosikan budaya instan daripada warisan lokal. Seni modern tanpa akar nilai hanya melahirkan hiburan kosong.
Ancaman Terbesar: Hilangnya Jati Diri
Jika seni lokal punah, jati diri bangsa ikut melemah. Sebab budaya bukan hanya soal pakaian adat atau upacara, tapi ekspresi sehari-hari melalui cerita, lagu, gerak, dan puisi.
Tanpa itu semua, kita kehilangan ruh keindonesiaan yang sesungguhnya.
NTT adalah salah satu pilar keanekaragaman budaya Indonesia. Bila kita membiarkan seni lokal di sini mati, maka kita turut merobohkan pilar peradaban kita sendiri.
Saatnya Bertindak
Namun semua ini bisa dicegah. Dengan sinergi antara pemerintah, sekolah, komunitas seni, media, dan masyarakat, kita bisa menghidupkan kembali seni berkarakter.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan:
- Mendorong pemerintah daerah mengadakan festival dan pelatihan seni lokal secara rutin.
- Memasukkan seni daerah ke kurikulum dan ekstrakurikuler sekolah secara aktif.
- Memberdayakan media lokal dan digital untuk mempromosikan pertunjukan seni daerah secara menarik.
- Menggabungkan pendekatan tradisional dan modern, agar anak muda bisa mengekspresikan seni lokal dengan gaya mereka sendiri.
Penutup
Kita tak boleh diam saat seni yang membentuk karakter kita perlahan hilang.
Seni bukan sekadar warisan, tapi fondasi yang membentuk cara kita berpikir, bersikap, dan hidup bersama.
"Jati diri bangsa bukan dirumuskan di atas kertas, melainkan dihidupkan lewat nyanyian, tarian, dan cerita rakyatnya. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.