Liputan Khusus
LIPSUS: Prabowo Lounching KPM, 278 Koperasi Merah Putih di Ende Belum Punya Modal
Presiden Prabowo Subianto meluncurkan 80 ribu Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih di seluruh Indonesia termasuk yang ada di Provinsi NTT.
Budi Arie Setiadi memperkenalkan Bus Kopdes/Kel Merah Putih sebagai bagian dari digitalisasi. Bus ini akan menggelar program podcast untuk menyebarkan informasi tentang Kopdes/Kel Merah Putih di seluruh Indonesia.
Nantinya, bus tersebut dapat dipakai kepala desa untuk sosialisasi tentang Kopdes/Kel Merah Putih.
"Itu bus mobile ke desa-desa, dan diperuntukkan bagi para Kades untuk memberikan informasi atas manfaat dari keberadaan Kopdes/Kel Merah Putih," kata Budi Arie Setiadi. (bet/rob/gus/kompas.com)
*Pinjaman hingga Rp 3 M
Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih tidak hanya mendapat dukungan dana dari Danantara atau Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, tetapi juga diberikan akses pembiayaan dari bank-bank milik negara (Himbara).
Bupati Ende, Yosep Benediktus Badeoda menyampaikan itu dalam arahannya kepada para kepala desa usai mengikuti peluncuran nasional 80 ribu Kopdes Merah Putih secara daring dari Aula Garuda, Kantor Bupati Ende, pada Senin (21/7).
Baca juga: Wakil Bupati Manggarai Barat Sebut Produk Usaha Koperasi Desa Merah Putih Harus Fokus
Menurut Yosep Benediktus Badeoda, Presiden Prabowo telah menegaskan, sumber pendanaan awal koperasi dapat berasal dari tiga sumber utama, yakni APBN, APBD, dan APBDes.
Dalam tahap pembentukan badan hukum, Pemerintah Daerah (Pemda) juga turut berperan aktif dengan menanggung setengah biaya pengurusan akta notaris, bersama dukungan dana desa.

Lebih lanjut, Yosep Benediktus Badeoda menjelaskan setiap Kopdes Merah Putih diberi ruang untuk mengakses pinjaman modal usaha hingga Rp 3 miliar melalui bank-bank BUMN seperti Mandiri, BRI, BNI, dan BTN, dengan tenor pinjaman selama enam tahun.
“Setiap koperasi diberi ruang untuk pinjam ke bank BUMN. Bisa di Mandiri maupun BRI. Setiap koperasi dikasih maksimal Rp 3 miliar dengan jangka waktu enam tahun. Makanya pengurus harus benar-benar baik, karena itu uang harus dikembalikan,” tegas Yosep Benediktus Badeoda.
Dana pinjaman ini, lanjut Yosep Benediktus Badeoda, tidak hanya akan digunakan untuk modal awal usaha koperasi, tetapi juga untuk pembangunan infrastruktur pendukung, seperti gudang, pembelian mobil operasional, dan pembangunan gerai koperasi.
“Ini kan usaha jualan, jadi harus cari keuntungan supaya bisa bayar pinjaman tadi. Makanya ini kerja berat dan harus berani. Pengurus juga harus benar-benar profesional. Pelatihan-pelatihan nanti akan difasilitasi oleh dinas terkait,” tambah Yosep Benediktus Badeoda.
Dalam kesempatan itu, Yosep Benediktus Badeoda juga mengingatkan para pengurus Kopdes Merah Putih di Kabupaten Ende agar tidak berbenturan dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang telah lebih dahulu beroperasi.
Menurut Yosep Benediktus Badeoda, kedua lembaga usaha ini bisa saling melengkapi. BUMDes diarahkan untuk menjalankan jenis usaha tertentu, sementara Kopdes Merah Putih bisa fokus pada sektor perdagangan, seperti usaha sembako, apotek, dan usaha retail lainnya.
Baca juga: LIPSUS: 145.268 Anak NTT Tidak Sekolah, Cita-cita Api Ingin Jadi Polisi Pupus di Pasar
Namun, Yosep Benediktus Badeoda mengakui bahwa sektor simpan pinjam akan sulit bersaing dengan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang sudah mapan.
“Kalau BUMDes kita arahkan ke usaha lain, sedangkan Kopdes Merah Putih bisa usaha sembako, bisa apotek, dan lain-lain. Tapi simpan pinjam pasti akan sulit bersaing dengan KSP yang sudah ada. Tapi jangan takut, mereka yang sudah nunggak di KSP pasti mau pinjam juga. Pengurus harus pintar-pintar lihat rekam jejaknya,” tandas Yosep Benediktus Badeoda.
Yosep Benediktus Badeoda mendorong para pengurus Kopdes Merah Putih untuk belajar dari koperasi kredit yang sudah bonafide dan mapan di wilayah Ende. Tata kelola dan profesionalitas sangat penting agar koperasi bisa tumbuh sehat dan mandiri.
“Ini bukan tugas ringan. Tapi kalau dikelola dengan baik dan penuh tanggung jawab, Kopdes Merah Putih bisa jadi tulang punggung ekonomi desa,” pungkas Yosep Benediktus Badeoda. (bet)
*NEWS ANALISIS
Pengamat Manajemen Resiko, Deford Nasareno Lakapu : Perlu Kesiapan Sistemik
Peresmian Koperasi Merah Putih (KMP) oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto dinilai sebagai langkah strategis yang menunjukkan komitmen politik tinggi pemerintah dalam mendorong percepatan ekonomi masyarakat.
Namun, perlu kesiapan sistemik untuk menghindari risiko simbolik tanpa dampak nyata di lapangan.
Peresmian ini adalah sinyal kuat komitmen politik, dan kita perlu apresiasi. Tapi kalau tidak didukung kesiapan operasional hingga akar rumput, hal ini bisa menjadi “event risk”, yakni risiko yang muncul karena tindakan simbolik tanpa kesiapan sistemik.
Untuk mengelola risiko ini, diperlukan integrasi antara desain kebijakan nasional dengan kesiapan daerah. Memang sebagian besar KMP di NTT sudah terbentuk, namun belum dapat beroperasi karena berbagai kendala seperti belum adanya NPWP lembaga, kurangnya modal, dan belum adanya SOP yang jelas.
Baca juga: LIPSUS: Massa Lempar Polisi dengan Ban Bekas Ratusan Sopir Pikap Demo di Kantor Gubernur NTT
Ini mencerminkan adanya gap antara perencanaan dan eksekusi, yang dalam manajemen risiko disebut operational risk. Bisa karena kapasitas SDM yang rendah, SOP yang belum jelas, atau lemahnya dukungan kelembagaan.
Kondisi KMP yang belum memiliki NPWP pribadi maupun lembaga juga sebagai bentuk compliance risk dan financial risk. Tanpa NPWP, koperasi tidak bisa membuka rekening, mengakses dana, atau menjalankan fungsi keuangan secara formal.
Pemenuhan persyaratan administrasi harus dipercepat melalui pendekatan risk-based support system, artinya intervensi pemerintah harus disesuaikan dengan tingkat kesiapan masing-masing koperasi.
Terkait lambatnya operasionalisasi KMP di sejumlah daerah, menurut saya penyebab utama adalah lemahnya koordinasi antar lembaga, keterbatasan SDM lokal, dan asymmetry of information.
Kalau instruksi pusat tidak dibarengi kapasitas daerah, maka akan terjadi implementation delay. Untuk itu, perlu pendekatan manajemen risiko yang terdesentralisasi dan adaptif.
Baca juga: LIPSUS: Polri Harus Makin Dicintai Masyarakat HUT ke-79 BHayangkara
Untuk mempercepat efektivitas KMP, saya menyarankan agar pemerintah daerah menyusun risk mitigation plan, antara lain dengan membentuk tim percepatan lintas sektor, melakukan audit kesiapan administrasi tiap koperasi, memberikan pelatihan intensif kepada pengurus koperasi.
Selain itu membangun dashboard pengawasan berbasis data, menyediakan early warning system untuk mendeteksi kendala sejak dini.
“Setiap koperasi memiliki keunikan. Maka pendekatannya tidak bisa disamaratakan. Koperasi di wilayah pesisir bisa fokus pada perikanan, di daerah pertanian bisa fokus ke sektor pertanian atau perkebunan. Peran pemerintah daerah penting dalam memetakan potensi lokal dan mendukung koperasi agar menjadi penggerak ekonomi berbasis wilayah. (Iar)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Koperasi Merah Putih
Prabowo Subianto
POS-KUPANG.COM
Yosef Benediktus Badeoda
Valentinus Majurutu
Fransiskus Petrus Sinta
Agas Andreas
Willybrodus Lay
Zulkifli Hasan
Budi Arie Setiadi
Liputan Khusus Pos Kupang
Lipsus
LIPSUS: Dansatgas Bawa Kado untuk Paulus Taek Oki, korban penembakan UPF |
![]() |
---|
LIPSUS: Warga Inbate Dengar Letusan Senjata Bentrok di Perbatasan Distrik Oecusse |
![]() |
---|
LIPSUS: Paulus Ditembak dari Jarak 5 Meter, Pengakuan Korban Penembakan UPF Tiles |
![]() |
---|
LIPSUS: 1.000 Lilin Perjuangan untuk Prada Lucky Aksi Damai Warga di Nagekeo |
![]() |
---|
LIPSUS: Lagu Tabole Bale Bikin Prabowo Bergoyang , Siswa SMK Panjat Tiang Bendera |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.