Opini

Opini: Mau Tidak Mau Jadi PNS, Refleksi atas Ketergantungan Fiskal dan Struktural di NTT

Dalam struktur PDRB NTT, sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial ternyata menempati posisi yang sangat strategis. 

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-BUATAN AI
ILUSTRASI 

Oleh: Yesdi Christian Calvin, SST, MS 
Statistisi Ahli Muda BPS Kabupaten Sumba Barat Daya

POS-KUPANG.COM - Tampaknya menjadi Pegawai Negeri Sipil ( PNS) adalah salah satu pilihan profesi paling populer bagi mayoritas pencari kerja di Nusa Tenggara Timur ( NTT). 

Jika kita perhatikan lingkungan sekitar, besar kemungkinan kita memiliki keluarga atau kenalan yang bekerja sebagai PNS, atau setidaknya pernah mengikuti seleksi CPNS. 

Tak jarang, percakapan sehari-hari pun sering diselingi kabar seputar formasi, “lolos passing grade”, atau “masih tunggu pengumuman SK”.

Mengapa banyak  generasi muda terdidik “mau tidak mau” menjadi PNS? 

Apakah kecenderungan ini semata-mata karena pandangan umum masyarakat NTT bahwa menjadi PNS adalah simbol kemapanan, kestabilan, dan cara paling realistis untuk mencapai kesejahteraan?  

Untuk memahami kecenderungan ini secara lebih menyeluruh, kita perlu meninjau struktur perekonomian NTT melalui data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).

Ketika Pemerintah Jadi Tulang Punggung Ekonomi

PDRB bisa dianalogikan seperti pendapatan sebuah rumah tangga dari seluruh jenis usaha yang dijalankan, misalnya berkebun, berdagang, atau menjadi tukang. 

Setelah dikurangi biaya operasional seperti pupuk, bensin, atau sewa tempat, sisanya adalah keuntungan bersih. 

Itulah gambaran sederhana dari PDRB: seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan suatu daerah dari aktivitas ekonominya.

Bila kita melihat struktur PDRB NTT, sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial ternyata menempati posisi yang sangat strategis. 

Dari 17 kategori lapangan usaha, sektor ini menempati peringkat ketiga penyumbang terbesar PDRB, hampir setara dengan lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran serta Reparasi Mobil dan Sepeda Motor di posisi kedua yang menyumbang di kisaran 12 persen. 

Angka ini memunculkan pertanyaan penting: apakah kontribusi besar ini mencerminkan kekuatan ekonomi, atau justru menunjukkan ketergantungan yang mengkhawatirkan?

Untuk menjawabnya, kita perlu membandingkan dengan konteks nasional dan regional. 

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved