Opini

Opini: Manusia Terkoneksi tetapi Terasing

Ketika teknologi menjanjikan kemudahan dan kedekatan, justru muncul gelombang baru keterasingan. 

|
Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-DOK PRIBADI
Goldy Ogur 

Ini bukan sekadar masalah teknis, tetapi persoalan antropologis: manusia kehilangan seni untuk menyentuh jiwa sesamanya.

Jika kita tak lagi menyentuh jiwa sesama, maka konektivitas kehilangan maknanya. 

Dunia digital bisa saja memperluas jangkauan, tetapi jika relasi antar manusia hanya bersifat dangkal, maka kita sedang membangun menara babel baru yang tinggi namun kosong. 

Kita perlu membangkitkan kembali keberanian untuk hadir secara utuh bagi orang lain, agar teknologi kembali menjadi alat, bukan penghalang relasi.

Dalam filsafat dialogis Martin Buber, relasi manusia dibedakan menjadi dua: “Aku-Kamu” dan “Aku-Itu”. Dalam relasi “Aku-Kamu”, kita hadir sepenuhnya, mengakui keunikan orang lain sebagai pribadi. 

Tetapi dalam dunia digital, relasi kita cenderung menjadi “Aku-Itu”, di mana orang lain dilihat sebagai objek, konten, atau statistik. 

Kita melihat, tetapi tidak merasakan. Kita terhubung, tetapi tidak terlibat. 

Maka, tantangan besar zaman ini bukan menciptakan lebih banyak koneksi, tetapi lebih banyak perjumpaan yang menyentuh.

Menuju Konektivitas yang Memanusiakan

Kita tidak bisa lagi mengandalkan teknologi untuk menyelesaikan persoalan manusia jika nilai-nilai kemanusiaan tidak menjadi fondasinya. 

Pendidikan digital harus dimaknai ulang, bukan hanya sebagai alat akses, tetapi sebagai ruang untuk menghidupkan nalar kritis, empati dan dialog. 

Komunitas perlu menjadi tempat di mana teknologi mendukung hubungan, bukan menggantikannya.

Manusia bukan makhluk yang cukup hanya dengan efisiensi, tetapi makhluk yang mendambakan makna. Seperti ditulis Viktor Frankl, pencarian akan makna adalah motivasi terdalam manusia. 

Jika konektivitas tidak membawa kita lebih dekat dengan yang sejati, maka itu hanyalah gangguan yang didandani sebagai kemajuan. 

Konektivitas sejati baru terjadi saat kita bisa hadir dengan seluruh diri, mengakui kehadiran orang lain, dan menjalin relasi yang melampaui layar.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved