Opini
Opini: Manusia Terkoneksi tetapi Terasing
Ketika teknologi menjanjikan kemudahan dan kedekatan, justru muncul gelombang baru keterasingan.
Kita harus berani mengambil jeda untuk menolak kehidupan yang semata-mata produktif tapi hampa, agar kita tidak tersesat dalam keberadaan yang tak dimengerti.
Manusia modern kehilangan ruang kontemplatif, padahal dari sanalah kesadaran spiritual dan moral bisa tumbuh.
Kita butuh kembali kepada soi-même- diri yang sejati. Seperti dikatakan oleh Simone Weil, akar dari keterasingan adalah lupa terhadap jiwa, terhadap keheningan yang menjadi rumah makna.
Mungkin saat ini kita tak perlu lebih banyak informasi, tetapi lebih banyak diam; tidak lebih banyak koneksi, tetapi penghayatan. Dalam diam, manusia menemukan esensinya, bukan hanya eksistensinya.
Menjadi Data, Bukan Diri
Di era digital, manusia bukan lagi subjek aktif, tetapi objek dari sistem digital yang terus mencatat perilakunya. Kita bukan lagi pemilik data, tetapi produk dari data itu sendiri.
Dalam masyarakat yang digerakkan oleh algoritma, keputusan kita sering kali tidak lahir dari kehendak bebas, melainkan dorongan yang ditanamkan oleh iklan, rekomendasi, dan notifikasi yang dikurasi oleh kecerdasan buatan.
Ketika manusia direduksi menjadi kumpulan data dan perilaku digital, maka kita sedang menghadapi erosi nilai yang paling mendasar. Kita tak lagi dilihat sebagai pribadi, melainkan sebagai objek yang ditargetkan.
Refleksi ini menuntut kesadaran baru bahwa kebebasan digital harus disertai dengan literasi etis, agar manusia tetap menjadi tuan atas teknologinya, bukan budaknya.
Kita mungkin merasa bebas, padahal kebebasan itu telah dikondisikan. Seperti yang ditulis Shoshana Zuboff dalam The Age of Surveillance Capitalism, manusia perlahan kehilangan subjektivitasnya karena dikepung oleh “arsitektur pilihan” yang tak kita sadari.
Di sini, muncul pertanyaan etis: siapa yang memiliki diri kita? Apakah kita masih memiliki ruang untuk mengatakan “tidak”, atau kita hanya berjalan mengikuti alur yang sudah digariskan oleh mesin?
Kebebasan sejati bukan sekadar memilih dari opsi yang disediakan, tetapi kemampuan untuk menciptakan pilihan sendiri, berdasarkan kesadaran akan nilai, bukan dorongan impuls.
Teknologi Menghubungkan, Tetapi Tak Menyentuh
Kita bisa bertukar pesan dalam hitungan detik, tetapi kehilangan kemampuan untuk saling memandang dengan tulus.
Teknologi mempercepat komunikasi, namun sering memiskinkan makna. Kita berbicara, tetapi tak mendengar. Kita hadir di ruang digital, tetapi absen secara emosional.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.