Opini

Opini: Toleransi

UUD 1945 Pasal 29 ayat 2, menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah sesuai kepercayaannya. 

|
Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Romo Polikarpus Mehang Praing, Pr 

Misalnya; dengan toleransi, a). meningkatkan kerukunan dan persatuan:
membantu menciptakan hubungan yang harmonis antara umat beragama, rukun dan saling menghormati.

b). mencegah konflik dan perpecahan: perbedaan keyakinan tidak menjadi pemicu konflik atau perpecahan, tetapi menjadi kekuatan untuk saling melengkapi. 

c). menciptakan lingkungan yang damai: setiap orang dapat menjalankan dan mempraktekan keberagamaannya dengan bebas tanpa halangan, ancaman atau diskriminasi. 

d) mengembangkan pemahaman dan menghargai perbedaan: mendorong umat beragama untuk saling memahami dan menghargai dan menciptakan lingkungan yang ramah. 

e) meningkatkan iman dan ketakwaan: adanya agama lain, umat beragama akan lebih menghayati dan memperdalam ajaran agamanya sendiri. 

f). mewujudkan kehidupan yang lebih baik: setiap rakyat dapat saling membantu dan menciptakan kehidupan yang lebih harmonis.

Di sisi lain eksistensi beragama tidak terlepas dari aktifitas berpikir dan refleksi yang denganya komunitas beragama bergerak, berubah dan adaptif dengan perkembangan jaman untuk beraksi atau mengaktualkan ajaran-ajaran yang diimani. 

Dunia nyata selalu berkembang, maju dan kompleks. Sulit disangkal, dengan situasi ini, setiap komunitas atau lembaga agama akan memberikan tanggapan dan tafsiran atas realita ini. Ajaran iman diberi konteks kekinian. 

Namun itu tidak mengubah konsep dasar, yang melandasi pengakuan negara terhadap agama-agama, bahwa lembaga atau komunitas agama adalah sumber ajaran yang baik, benar, toleran serta memperjuangkan bonum commune bagi umat manusia. 

Tidak kompromi dan harus menolak serta meluruskan berbagai macam penyesatan, kesesatan atau kepalsuan ajaran, seperti arahan untuk saling membenci, bermusuhan dan saling membunuh. 

Oleh karena itu fenomena – fenomena pembinaan, diskusi, debat atau saling kritik yang sehat dan konstruktif antar agama atau ajaran-ajaran, baik di ruang kelas atau melalui media sosial, adalah moment untuk belajar dan mencari kebenaran. 

Kebenaran-kebenaran ajaran, dalam konteks tertentu, bisa dtemukan lewat diskusi dan kritik atau ketika mampu dipertanggungjawabkan secara rasional. 

Dipercaya dan diterima karena masuk akal. Dengan perkembangan teknologi atau media digital saat ini, belajar atau mencari kebenaran, bukan hal sulit. 

Setiap orang, lewat sajian media digital, bisa melihat, mengikuti dan mendengarkan dengan bebas dan jelas konsep-konsep, sejarah, tafsiran- tafsiran, pengajaran-pengajaran, ilmu-ilmu dan pratik-praktik iman semua agama atau keyakinan tanpa kecuali.

Toleransi karena fakta keanekaan agama perlu studi atau belajar. Dr. Norbert Jegalus, dalam "Toleransi dan Perjumpaan Agama-Agama Dalam Perspektif Katolik 2018," mengatakan toleransi dalam arti yang benar justru baru terjadi kalau ada ketidaksamaan atau ada perbedaan yang benar-benar unik yang satu dengan yang lain. Toleransi disalahpahami kalau dianggap sebagai penyamaan. 

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved