Opini
Opini: Mengajar dan Tren Melaporkan
Dahulu, otoritas guru ditopang oleh nilai sosial yang menempatkan guru sebagai orang tua kedua di sekolah.
Padahal, esensi pendidikan adalah kepercayaan. Tanpa kepercayaan terhadap guru, maka pendidikan menjadi aktivitas yang hampa dan mekanistik.
Menimbang Ulang Hak dan Kewajiban dalam Pendidikan
Paulo Freire menekankan bahwa pendidikan adalah praktik pembebasan. Dalam bukunya Pedagogy of the Oppressed, ia menggugat sistem pendidikan yang memperlakukan siswa sebagai bejana kosong yang harus diisi.
Freire mengajak guru dan murid membangun hubungan dialogis, di mana kedua belah pihak adalah subjek yang saling mencipta makna.
Tapi ketika guru hidup dalam ketakutan, tidak ada ruang untuk dialog, apalagi pembebasan.
Ketakutan ini menjelma menjadi sensor diri. Guru memilih diam daripada bicara, memilih menghindar daripada mendidik secara utuh.
Mereka menghindari isu-isu kritis yang sebenarnya penting bagi pembentukan karakter murid.
Akibatnya, siswa tumbuh dalam suasana semu: seolah merdeka, padahal kehilangan pemandu. Pendidikan menjadi miskin nilai dan miskin arah.
Ketika guru tak lagi berani menjadi manusia seutuhnya di kelas, maka siswa pun kehilangan teladan yang otentik.
Mereka mungkin menguasai rumus dan teori, tetapi kehilangan arah moral dan kedalaman berpikir. Ini adalah bentuk lain dari ketimpangan HAM, hak anak untuk dibimbing direnggut oleh sistem yang menakuti gurunya.
Kita tengah menciptakan generasi yang pintar, tetapi tak matang secara batin.
Jika kita ingin memulihkan pendidikan, maka langkah pertama adalah memulihkan martabat guru.
Martabat itu bukan diperoleh dari seremoni Hari Guru, tetapi dari penghormatan dalam praktik: perlindungan hukum, ruang untuk mendidik secara utuh, dan kepercayaan publik.
Guru yang dihargai akan mendidik dengan hati. Guru yang dicurigai hanya akan menyampaikan hafalan.
John Dewey percaya bahwa sekolah adalah miniatur masyarakat. Maka jika kita ingin masyarakat yang adil, demokratis, dan bermoral, maka ruang kelas harus menjadi tempat di mana nilai-nilai itu dihidupi.
Goldy Ogur
Opini Pos Kupang
Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero
POS-KUPANG. COM
profesi guru
kekerasan terhadap anak
Ki Hajar Dewantara
Opini: Prada Lucky dan Tentang Degenerasi Moral Kolektif |
![]() |
---|
Opini: Drama BBM Sabu Raijua, Antrean Panjang Solusi Pendek |
![]() |
---|
Opini: Kala Hoaks Menodai Taman Eden, Antara Bahasa dan Pikiran |
![]() |
---|
Opini: Korupsi K3, Nyawa Pekerja Jadi Taruhan |
![]() |
---|
Opini: FAFO Parenting, Apakah Anak Dibiarkan Merasakan Akibatnya Sendiri? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.