Opini

Opini: Percikan Liur Etnosentrisme di Kursi Rektor

Aksen episode pemilihan rektor  kali ini memang agak seru. Sebab, setiap kandidat boleh berakrobatik dan terjun bebas ke jurang politik.

|
Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-DOK PRIBADI
Marsel Robot 

Setiap calon kandidat dan tim suksesnya merumuskan langkah dan target capaian setiap tahun. Tentu dengan analisis akademis.  Dengan demikian,  siapapun yang memenuhi syarat itulah yang dipilih.  

Tiga keuntungan dari rumus ini. Pertama, mekanisme lebih ilmiah. Karena, senat telah membaringkan mimpi Undana dalam visi dan misi lima  tahun yang akan datang. 

Kedua, para kandidat berusaha keras menampilkan gagasan dan strategi untuk mencapai target. 

Dengan demikian, tim sukses tidak hanya bekerja untuk memiuh isu murahan, melainkan mengonstruksi program dan target tahunan yang menggotong Undana ke bukit kesuksesan.  

Ketiga, pergumulan para calon justeru memungkinkan muncul ide-ide cemerlang untuk membangun  Undana  dan masyarakat NTT. 

Isu-isu penting seperti transparansi keuangan, jurusan, dan prodi yang adaptif dengan kebutuhan lapangan kerja, pola pelibatan Undan memajukan NTT menjadi menu utama dalam diskusi. Juga,  adab pelayanan dan komunikasi organisasi yang lebih humanis (bukan mekanis). 

Kadang, lebih mudah menghubungi rektor dan pembantu rektor ketimbang pegawai. Pelayanan terhadap kebutuhan akademik mahasiswa lebih profesional dan  responsif. 

Sarana dan prasarana gedung, halte, dan ruang perpustakaan digital setiap program studi menjadi kebutuhan untuk memenuhi gizi akademik bagi mahasiswa. 

Juga riset-riset monumental dan hilirisasi temuan biar dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat. 

Sebab, Undana, bukan kepunyaan rektor, dosen atau pegawai, melainkan  kepunyaan mahasiswa atau lebih tepatnya kepunyaan masyarakat Nusa Tenggara Timur atau Indonesia. 

Undana terlibat dan hadir dalam menjawab persoalan kemiskinan di Nusa Tenggara Timur

Undana yang unggul sesungguh ditandai dengan kehadirannya di tengah masyarakat, menyumbangkan sumberdaya manusia yang berkualitas, dan ikut mendesain solusi  permasalah kemiskinan di Nusa Tenggara Timur.  

Dengan demikian, masyarakat tidak lagi  mewanti. “Hei! Masih di sini juga?” Lalu, Undana tertegun. Tubuhnya belepotan dengan  air liur etnosentrisme yang membuatnya pasih. 

Pertanyaan itu perlahan berjalan seraya mendorong matahari punggung senja. Dan Undana masih saja betah di sini menatap kepergian pertanyaan itu. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved